2. Matatabi

Gambar di media by deviantart maxiuchiha22.

Karena authornya sedang gabut, akhirnya updatenya cepet. Skuylah pencet bintangnya biar kegabutan ini bermanfaat.

Happy Reading

•••••

Langit terlihat mendung pada saat itu, angin berhembus cukup kencang, beberapa anak berlarian sambil menendang bola.

"Tunggu aku"

"Kejar aku, dasar kau lambat"

Suara tawa terdengar saling bersahutan, membuat siapa saja ikut tertawa ataupun menggelengkan kepala dengan tingkah laku anak-anak yang mengingatkan mereka pada masa kecil.

Akan tetapi ada satu orang gadis remaja yang sama sekali tidak tertawa, dia hanya membasuh lengannya menggunakan air yang ada di dalam ember dengan ringisan, bila diperhatikan banyak sekali luka goresan disana.

"Lihatlah disana? Bukankah dia anak itu? Kenapa lukanya banyak sekali?"

"Apa panti asuhan tempatnya tinggal menyiksanya ya?"

"Hanya dia yang paling tua disana"

"Kasian sekali tidak ada yang mengadopsinya"

"Dengar-dengar panti asuhannya akan bangkrut"

Bisik-bisik terdengar, tapi hanya sekedar omongan belaka, mereka semua sama sekali tidak menolongnya, hanya menonton seperti pertunjukan sirkus.

"Hei anak sial"

"Akh"

Rambut belakangnya ditarik oleh wanita berumur tiga puluhan, dia adalah pemilik panti asuhan yang baru, menggantikan pemilik yang sebelumnya meninggal karena penyakit keras.

"Bisa-bisanya kau bersantai disini, cepat bersihkan kamar mandi"

Hanya bisa menuruti, karena tidak ada pilihan lain, karena dia adalah satu-satunya anak yang tidak ada yang mau mengadopsi sampai akhirnya dia sudah dewasa. Sampai pemilik terdahulu meninggal, digantikan oleh wanita yang bagaikan penyihir dalam cerita dongeng.

Beberapa masyarakat di dekat panti juga sudah melaporkan tindakan kekerasan, tapi semua sia-sia karena tidak ada yang buka mulut. Karena yang disiksa hanyalah gadis remaja itu, anak-anak disana hanya tidak mau terkena imbas.

"Ayo makan semuanya"

Anak-anak berlari menghampiri meja makan, sedangkan dia hanya sibuk melihat dari belakang, meringkuk seperti anak kecil yang malang.

Makanan hanya sisaan, tidurpun di lantai yang dingin karena kamarnya penuh, jadi gadis itu memutuskan setiap malam dia tidur di rumah tua dekat panti asuhannya.

Memakai baju lusuh, berjalan dan duduk di teras yang sudah lapuk, dia memandangi rumah tua yang sangat kusam dan seram, sama seperti dirinya.

Tiba-tiba suara mengeong mendatanginya, dia melihat kebawah dan mendapati dua ekor kucing mengendus kakinya, dia tersenyum tipis.

"Aku hanya bawa ini"

Dia memberikan satu ekor tulang ikan, sebelumnya dia membelah dua supaya kucing-kucing itu bisa makan semuanya.

"Maaf ya"

Suara gadis itu sendu, air mata mengalir dan terjatuh. Dia memang tidak pernah menangis di depan orang, dia hanya menangis sendirian disini, di depan dua kucing yang terlihat imut dimatanya.

Ketika dia mengelus kucing-kucing itu, suara tawa terdengar, dia menoleh dan mendapati tiga pria yang memang biasanya suka mabuk-mabukan.

"Oh lihatlah, ada gadis manis"

"Hei bodoh, dia gadis sial yang ada dipanti asuhan itu, kau nanti kena sial"

"Lebih baik kita tinggalkan saja dia, gini-gini aku masih waras"

Dua orang pria itu tertawa, tapi tidak dengan yang satunya. "Tapi tidak masalahkan kalau hanya satu malam"

"Dasar gila"

"Dia bukan mabuk, tapi gila, sudahlah terserahmu, kita pergi saja"

Dua pria itu meninggalkan satu pria yang membuatmu harus beringsut mundur, dia lupa kalau pria mabuk ini akan lewat sini, biasanya mereka tidak pernah sadar, ataupun melewatinya.

"Hei sial, cobalah untuk tidak menjadi sial dan bermain denganku"

Gadis itu langsung berlari masuk ke dalam rumah tua, pria itu mendecih dan mengejarnya.

"Sialan kau." Pria itu terkena lemparan benda yang dilempar dari gadis remaja itu.

"Dasar brengsek"

Umpatan selalu terdengar, tapi gadis itu tetap berlari dan bersembunyi, dia tidak tau sudah melemparkan apa saja, yang jelas dia tidak boleh tertangkap pria itu.

Beberapa saat keadaan sunyi, dia mengatur nafasnya dan mengintip dari balik lemari yang usang. Mungkinkah dia sudah pergi?

"Disini ya"

Seketika rambutnya ditarik dan gadis itu dibawa seperti diseret oleh pria itu. "Dari awal seharusnya kau tenang, sialan!"

Tapi ternyata gadis itu langsung menusuk tangan pria itu menggunakan gunting.

"Akh dasar sial"

Prang

Pria itu refleks memukul gadis itu hingga terpental kebelakang hingga sebuah benda jatuh mengenai gadis itu dan pecah, darah merembes dari kepala gadis itu, membuat penglihatannya menjadi buram.

"Dasar sial"

Ketika pria itu ingin berlari tiba-tiba lantai rumah itu bergetar dan munculah sebuah tanda bersinar, seperti sebuah segel sihir.

Pria itu membelalak dan terpental menabrak dinding, sesuatu keluar dari dalam rumah itu, sebuah bola api yang mampu menghanguskan siapapun termasuk pria itu.

Mata gadis itu semakin berat apalagi saat mendengar suara pria yang memilukan, dua kucing mengeong disampingnya, menatap dengan matanya yang bersinar.

Rasanya gadis itu ingin menangis karena rasa sakit yang dia terima tapi dia hanya bisa memejamkan matanya dan hilang kesadaran.

Dia tidak menyadari bahwa lantai dibawah badannya bersinar menyelimuti dia, hingga tubuh gadis itu menghilang tanpa jejak, bahkan dua kucing itupun tidak ada.

•••••
[Yourname]'s Pov

"Jadi?

Kamu menatap pemuda yang memakai jubah dengan tulisan Hachidaime.

"Y-Yang aku ingat, aku dikejar oleh seseorang dan seperti ada sinar tapi aku juga tidak tau sinar apa itu," katamu dengan mengingat-ngingat kembali, walaupun kamu tidak menceritakan kejadian secara detail karena takut akan tambah mencurigakan.

"Sinar ya." Pemuda didepanmu itu mengusap-ngusap dagunya.

"Mungkinkah seperti segel?" Tanya pemuda dengan rambut dikuncir keatas.

"Tapi bagaimana bisa kau muncul di rumah Mitsuki?" tambahnya lagi dengan wajah yang bingung.

"Bisa kau ulangi lagi saat kau tiba di rumah Mitsuki?" Tanya pemuda Hachidaime itu.

"Eum itu.." kamu menggantungkan kalimatmu, merasa tidak enak membicarakannya.

"Dia berada di kasurku saat kupikir itu bantal gulingku dan dia tidak memakai baj--"

Kamu langsung menutup mulut Mitsuki dengan tangan, wajahmu memerah karena malu.

"Baj apa?"

Mitsuki melepas tanganmu dan menatap pemuda berkuncir itu. "Memakai baju"

Seketika hening.

Masih hening sebelum Hachidaime terbatuk cukup keras dengan wajahnya yang memerah. "Kalau seperi itu, bukankah kau lebih baik tanyakan kepada Orochimaru-san? Mungkin saja dia mengenal ataupun tau gadis ini," katanya sedikit berdehem.

"Aku sudah curiga, tapi sepertinya dia memang tidak kenal," kata Mitsuki melirikmu.

"Lalu bagaimana? Apakah [Yourname]-san lebih baik dibawa ke tempat ninja yang akan menginterogasinya?" Tanya pemuda berambut kuncir itu, dia menatapmu dengan meneliti. Mendengar kata interogasi membuatmu jadi takut, bagaimana jika dia dinilai aneh dan disiksa?"

"Aku rasa itu tidak perlu Shikadai"

Kamu dan yang lain melihat Mitsuki. "Maksudmu apa Mitsuki?" Tanya pemuda kuncir yang bernama Shikadai.

Mitsuki melihat Hachidaime, entah apa yang mereka katakan lewat tatapan itu, karena Hachidaime seperti mengangguk.

"Baiklah anggaplah ini misi rahasia untukmu Mitsuki, jangan lupa kau harus laporkan padaku," kata Hachidaime.

Mitsuki terlihat mengangguk dan melihat kearahmu. "Ayo kita pulang," ucapnya. Melihat itu lantas kamu menurut dan membungkuk hormat kearah dua pemuda yang sepertinya sangat berpengaruh, apalagi pemuda dengan tulisan Hachidaime itu.

Setelah kalian sudah berada diluar gedung dengan tanda api itu, kamu bertanya kearah Mitsuki.

"Aku tidak jadi di interogasi?" Tanyamu

"Tidak"

"Kenapa?"

"Kalau kau orang jahat, tidak mungkin banyak luka di tubuhmu," katanya dengan nada yang tenang. Kamu menatap Mitsuki. "Jadi dia melihatnya," ucapmu dalam hati.

Setelah percakapan itu, kalian berjalan dalam diam, lalu tiba-tiba langkah Mitsuki terhenti, membuatmu ikut terhenti.

Mitsuki memasuki sebuah toko dan mau tidak mau kamu juga ikut masuk. "Selamat datang.. oh Mitsuki," sapa pemilik toko itu.

"Ingin membeli pakaian?" Tanya gadis pemilik toko. Mitsuki hanya mengangguk dan melirik kearahmu. "Untuk dia"

Pemilik itu melihat kearahmu dan tersenyum. "Pacarmu Mitsuki?" Tanyanya. Kamu lantas menggeleng. "B-bukan"

"Hooo bukan"

Kamu mengangguk, lalu pemilik toko itu membawamu kearah tempat dimana baju-baju bahkan pakaian dalampun ada.

"Pilih saja"

Kamu terlihat menimbang-nimbang dan mengambil sekiranya, karena tidak mau terlalu banyak, nanti mahal.

Ketika sedang memilih dan memilah, pemilik toko itu bertanya padamu. "Siapa namamu?"

"[Yourname]"

"Kau temannya Mitsuki?" Tanyanya lagi. Kamu hanya mengangguk.

"Namaku Namida, aku temannya Mitsuki ketika masih di akademi," jelasnya memperkenalkan diri. Padahal kamu sama sekali tidak bertanya tapi melihat matanya yang bulat itu membuatmu mengangguk.

"Padahal aku pikir kalian pacaran," kata Namida dengan kekehan kecil.

"Wahh apa ini?"

"Choucho!!" Namida berseru. Kamu jelas terkejut dengan kemunculan gadis berkulit tan yang tiba-tiba sudah dibelakangnya.

"Siapa yang pacarnya Mitsuki?" Tanyanya penasaran. Namida melirik kearahmu. "Jadi kau." Choucho menatapmu, pipinya yang gempal itu berada didekatmu.

"Aku tidak menyangka pemuda seperti Mitsuki bisa punya pacar," ucapnya  melirik kearah Mitsuki yang sedang menatap kearah kami bertiga.

"Tapi aku bukan pacarnya"

"Dia berkata itu tadi," tambah Namida.

Choucho berdecak. "Jadi kalian mau backstreet, heh?"

"Backstreet?" Tanya kamu dan Namida berbarengan.

"Hubungan bersifat rahasia yang tidak ingin siapapun tau karena banyaknya ketidaksetujuan dari beberapa orang terdekat," jelas Choucho yang membuat kamu dan Namida hanya saling pandang.

"Choucho terlalu banyak menonton drama," kata Namida menggelengkan kepala, dia sibuk memasukan barang-barang yang dibeli olehmu.

"Drama adalah suatu kenyataan yang di hadirkan dalam bentuk film," kata Choucho lagi sedangkan Namida hanya mengangguk-ngangguk saja.

"Sekarang katakan padaku." Mata Choucho terlihat berkilat. "Siapa yang menembak duluan? Apakah kau sudah berciuman dengan Mitsuki?" Tanyanya beruntun. Kamu yang mendengar itu hanya bergerak mundur dan menggeleng.

"Jangan malu, kau bisa ceritakan padaku, karena aku ahli dalam dunia percintaan"

"[Yourname]."

Kami berdua menoleh dan mendapati Mitsuki sudah berada didekat Choucho, tangannya sudah memegang bungkusan yang berisi belanjaanmu.

"Ayo"

Kamu mengangguk dan melewati Choucho dengan hati-hati.

"Hei hei tunggu, Mitsuki, aku belum selesai berbicara dengan pacarmu"

Suara Choucho sama sekali tidak digubris oleh Mitsuki, akhirnya kamu bisa keluar dengan aman.

"Jika tidak nyaman kau bisa berbicara." Suara Mitsuki membuatmu menoleh kearahnya. "Tapi Choucho-san tampak bersemangat sekali," katamu dengan jari yang menarik-narik jaket milik Mitsuki.

"Lainkali jika kau merasa tidak nyaman, katakanlah"

Kamu mengangguk. "Terimakasih Mitsuki-san"

"Mitsuki"

"Hum?"

"Mitsuki saja"

"Baiklah Mitsuki"

Kamu berjalan dibelakang Mitsuki, melihat plastik berisi pakaian yang dibawa Mitsuki, lantas membuatmu menahan lengan pemuda itu. "Biar aku yang bawa, aku sudah banyak merepotkanmu, maaf sudah membuatmu terjatuh dari tempat tidur," katamu dengan nada penuh penyesalan.

Mitsuki melihatmu lalu kemudian mengangguk. "Kau ingin makan?" Tanyanya setelah menyerahkan plastik itu kearahmu, lantas kamu menggeleng.

"Aku rasa sudah cukup, kau memberikanku pakaian dan tempat tinggal, semua itu sudah cukup untukku," ucapmu dengan nada tidak enak.

"Kau tidak ingin makan?" Tanyanya. Kamu menggeleng. Mitsuki masih menatapmu, tatapannya mencoba meneliti sesuatu akan tetapi terhenti karena mendengar suara perut yang berasal dari dirimu. Seketika wajahmu memerah.

Kamu melihat wajah Mitsuki yang saat ini tersenyum tipis, saking tipisnya kamu tidak yakin itu bisa disebut senyuman atau tidak.

"Aku akan memberitaumu makanan yang enak"

••••••

Tibalah saat kamu dan Mitsuki di rumah, tanganmu membawa belanjaan berisi pakaian sedangkan tangan Mitsuki membawa plastik berisi bahan makanan, karena kamu memutuskan untuk memasak daripada makan di restoran cepat saji seperti tadi.

"Maaf Mitsuki, kau harus mengeluarkan uangmu, aku janji setelah aku dapat pekerjaan, aku akan menggantinya," ucapmu melihat Mitsuki yang meletakkan barang belanjaan di meja dapur.

"Apakah perasaan tidak enakmu itu selalu kau tunjukkan?" Tanyanya tiba-tiba, kamu mengerjap.

"Eh?"

"Hachidaime-sama sudah menitipkanmu padaku, jadi itu semua sudah menjadi kewajibanku," ucap Mitsuki, walau ekspresinya terlihat datar tapi kalimatnya terasa hangat untukmu.

"Terimakasih Mitsuki"

"Ya"

Setelah berkata seperti itu, Mitsuki berjalan kearah kamar mandi.

"Mitsuki"

Mitsuki menatapmu. "Aku boleh menggunakan dapurnya?" Tanyamu yang dijawab anggukan oleh Mitsuki, lalu pemuda itu menghilang dibalik pintu.

Matamu seketika berbinar, rasanya seperti baru merasakan kebebasan, dengan langkah yang ringan kamu membuka isi kantung belanjaan dan meletakkannya di dalam kulkas.

"Ternyata dia hanya makan buah-buahan dan susu," ucapmu pelan setelah melihat isi kulkas Mitsuki.

Tapi setelah dipikir-pikir, nasip Mitsuki masih jauh dikatakan baik daripada dirimu, setidaknya pencernaan Mitsuki masih merasakan masakkan yang enak, sedangkan dirimu hanya makan makanan sisa.

Setelah kamu meletakkan bahan-bahan dengan rapih di dalam kulkas, kamu berpikir ingin memasak apa untuk makan malam nanti, tidak ingin terlalu sulit karena kamu belum terlalu ahli, akhirnya kamu memutuskan untuk membuat sup tahu dan telur dadar.

Malamnya, setelah kamu dan Mitsuki selesai makan walaupun kata pemuda itu masakannya terasa asin, tapi dia tetap memakannya, membuatmu terharu.

Dan saat ini kamu sedang menatap Mitsuki yang sedang mengeluarkan futon, debu keluar darisana, membuatmu terbatuk.

"Kau yakin ingin tidur dengan futon itu?" Kamu bertanya untuk kesekian kali karena tadi Mitsuki menolak untuk tidur di kasur.

"Kau ingin tidur satu kasur?" Pertanyaan itu kembali dikeluarkan oleh pemuda berambut dengan warna baby blue. Seketika kamu diam. Keadaan jadi bimbang tapi mau bagaimanapun kamu merasa tidak enak.

"T-Tidak apa-apa u-untuk hari ini," ucapmu akhirnya, mata emas Mitsuki menatapmu beberapa saat sebelum menghela nafas.

"Kau membuatku bingung." Ucapannya itu membuatmu meminta maaf lagi.

Setelah itu Mitsuki benar-benar merebahkan dirinya dikasur, masuk ke dalam selimut yang sama denganmu, kamu langsung beringsuk menepi seperti ulat.

Beberapa detik rasanya sudah lama terlewati tapi kamu tidak bisa tidur, selama hidupmu baru kali ini tidur berdua dengan seorang pemuda asing.

Kamu mengganti posisi menyamping membelakangi Mitsuki, lalu pandanganmu jatuh kearah benda yang berada diatas meja, cahaya bulan menerangi benda itu.

"Mitsuki, kau sudah tidur?" Tanyamu melenyapkan keheningan yang tercipta.

"Hm?" Mendapat respon dari pemuda satu kasurmu membuatmu membuka suara lagi.

"Itu kucing?" Tanyamu penasaran karena bentuknya seperti kucing tapi memiliki dua ekor. Kamu menunggu jawaban Mitsuki.

"Itu Minidroid Matatabi"

"Matatabi?"

"Monster ekor dua berwujud kucing"

Kamu terdiam dan menatap benda berwujud kucing yang memiliki mata berbeda warna.
"Rasanya aku pernah melihat itu"

"Matatabi dulunya adalah monster desa Kumogakure, kalau kau melihatnya berarti tempat tinggalmu tidak jauh darisana"

Perkataan Mitsuki membuatmu berpikir, jelas bahwa tempat tinggalmu bukan di desa Kumogakure, dan dia sudah sadar dari awal bahwa dunia Mitsuki tinggal berbeda dari dunianya.

"Dari awal kau sudah tau tempat tinggalmu, bukan?"

Jantungmu terasa terhenti. Dalam hati merutuki mengapa kamu berbicara mengenai ingatanmu tentang kucing itu.

Sebuah tangan menarik badanmu sehingga kamu menghadap pemilik tangan itu, mata emasnya memandangmu dingin.

"Aku..."

"Sebenarnya darimana kau berasal [Yourname]?"

To be continued

Tiga chap ini updatenya cepet, setelahnya akan menjadi seminggu sekali (semoga saja) hehehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top