16. Ending

Happy Reading
.
.
.

Waktu sebelum pesta Boruto.

Dua orang berbeda gender kini berdiri dipatung hokage keenam, berhubung patung Konohamaru belum dibuat dan tidak mungkin jika itu patung hokage ketujuh karena Mitsuki menghormatinya, akhirnya berakhirlah mereka berdiri diatas patung hokage keenam. Kakashi.

Poor Kakashi.

"Aku tidak tau bahwa ada tempat seindah ini, lihat semua isi desa terlihat dari sini," ucap [Yourname], gadis yang saat ini berdiri tepat diujung kepala Kakashi, tersenyum dan merasakan hebusan angin yang menerpa wajahnya.

"Ketika malam akan lebih indah," ujar Mitsuki, langkahnya membawanya ke samping gadis itu.

"Ya, pasti indah."

"Mau melihatnya nanti?"

"Hu'um."

Mereka berdua terdiam menikmati keheningan yang menyenangkan.

"Mitsuki."

"Hm?"

"Apakah aku akan terus bisa seperti ini?" Tanya [Yourname]. Mitsuki melihat gadis itu sebelum menjawab. "Tentu saja, selagi kau bersamaku."

Mereka berdua bertatapan, sebenarnya [Yourname] ingin sekali berbicara tidak ingin menjadi beban tapi melihat mata Mitsuki yang begitu yakin dan teduh membuatnya mengurungkan niat.

"Terimakasih Mitsuki."

Dua tahun kemudian.

"Sarada-chan selamat!"

Choucho memeluk Sarada erat, dia menangis cukup lebay, sedangkan Sarada hanya menepuk-nepuk punggung gadis berkulit tan itu lembut.

"Apasih gendut, kau berteriak seperti itu padahal ini hanya pesta naik pangkat Sarada menjadi kepala rumah sakit," timpal Inojin, pria itu memutar bola matanya malas.

"Biarin, kenapa kau yang sewot," ucap Choucho sembari menjulurkan lidahnya. "Ngomong-ngomong kemana dua cowokmu itu?"

Sarada mencubit pipi Choucho. "Jangan mengatakan yang sembarangan, mereka itu sudah punya gadis yang disukai." Ujar Sarada.

Choucho cemberut. "Jangan mengatakan itu, kau bahkan tidak bergerak sama sekali, makanya sekarang dia bersama perempuan lainkan," ucap Choucho, tangannya bersidekap. Melihat dua gadis itu saling berbincang yang dia tidak mengerti, akhirnya Inojin memutuskan untuk pergi tapi segera disadari oleh Sarada.

"Tunggu Inojin,"

Inojin menoleh, dia menatap Sarada bingung. "Ada apa?"

"Aku ingin bertanya mengenai Mitsuki? Dia bagaimana?" Tanya Sarada.

Inojin mengusap-ngusap lehernya sebelum helaan nafas terdengar. "Semenjak dia diangkat oleh ayahku menjadi ketua divisi pelacakan, sepertinya dia menjadi menggila," jelas pemuda Yamanaka itu.

Sarada dan Choucho saling pandang dan bertanya berbarengan. "Maksudmu?"

"Ketika dia menemukan orang-orang jahat, dia langsung menangkapnya dan membuat orang itu tidak bisa bergerak satu jaripun, bukan hanya itu, dia mengeluarkan chakranya sangat banyak untuk mendapatkan hasil yang sangat bagus makanya ayahku mengangkat dia menjadi ketua, kata ayahku sih, Mitsuki sedikit mirip dengannya," jelas Inojin panjang lebar.

Mendengar itu Sarada memijit pelipisnya, Mitsuki benar-benar seperti robot, jika memang dia robot pasti sudah rusak karena dipaksa terlalu keras bekerja.

"Tidak hanya itu saja, sepertinya dia mengambil semua misinya, bahkan hari liburpun dia tetap di kantor," tambah Inojin lagi.

Choucho berdecak. "Sepertinya pengaruh [Yourname]-chan begitu besar untuknya, jika diibaratkan Mitsuki itu robot, dan chargernya itu hanya [Yourname]-chan," kata Choucho.

Sarada dan Inojin mengangguk menyetujui, setelah insiden [Yourname] menghilang, Mitsuki sangat kalut dan selalu mencari gadis itu hingga malam, jika tidak ditarik paksa oleh Boruto mungkin saja Mitsuki akan mencarinya sampai pagi dan berhari-hari.

Setelah beberapa minggu berlalu, pemuda itu cukup tenang, tapi sudah seperti tidak memiliki jiwa kehidupan, senyum bahkan tawapun tidak ada, ekspresinya benar-benar kembali ke Mitsuki yang dulu, bahkan lebih parah.

Definisi kehilangan mataharinya.

"Aku berharap [Yourname]-chan kembali," ucap Sarada dan disetujui oleh Choucho dan Inojin.

Sementara itu pemuda berambut pirang dan bermata biru itu sedang melihat sekeliling tempat pesta selamat atas naik pangkatnya Sarada, dia mencari seseorang yang ditunggunya.

"Boruto." Panggil seseorang. Boruto menoleh. "Ah, Mitsuki, kau baru datang?" Tanya Boruto, padahal sudah jelas Mitsuki baru datang apalagi mereka sedang berada di pintu masuk rumah sakit.

"Pestanya ada di halaman belakang," jelas Boruto, matanya masih melihat sekeliling.

Walaupun Mitsuki merasa aneh dengan tingkah Boruto, dia memutuskan untuk mengabaikannya tapi ketika dia melangkah untuk pergi, Boruto menahannya.

"Tunggu dulu, ngomong-ngomong kau melihat ketua kelas?" Tanya Boruto.

"Aku tidak lihat."

"Jawabanmu dingin sekali." Keluh Boruto, dia melirik sekilas kearah Mitsuki sebelum seseorang memanggil namanya.

"Boruto-kun."

"Ah, ketua kelas," seru Boruto melambai. Yang dimaksud ketua kelas tentu saja gadis berambut ungu bernama Sumire.

"Padahal aku sudah tidak menjadi ketua kelas, tapi kau masih memanggilku begitu," ucap Sumire, gadis itu memakai dress selutut berwarna ungu dengan stocking panjang berwarna hitam. Rambutnya dicepol satu dengan jepitan bunga menghiasi rambutnya.

"Aku senang memanggilmu seperti itu," ujar Boruto, tatapan pemuda itu lembut dan senyumnya tercetak jelas.

"Nah sekarang, ayo kita bertiga masuk, pasti Sarada sudah menunggu." Boruto menarik Mitsuki dan juga Sumire.

Sesampainya mereka di halaman belakang, ternyata Sumire sedang berbincang dengan beberapa kunoichi yang bekerja di rumah sakit.

"Sarada!" Boruto memanggil dan membuat Sarada dan beberapa Kunoichi itu menoleh, gadis itu tersenyum mendapati Boruto dan juga Mitsuki datang, tapi seketika senyumnya lenyap ketika melihat Sumire yang berada disisi kiri Boruto.

Sungguh sakit.

"Kalian datang," ujar Sarada kembali mencoba tersenyum walau terpaksa.

"Tentu saja, aku cukup lelah melakukan misi khusus," tanggap Boruto. Sarada mengangguk, lalu dia melihat Mitsuki.

"Aku pikir kau tidak akan datang karena sibuk."

Mitsuki melihat Sarada. "Aku hanya sebentar, setelah itu akan kembali ke kantor," jelas pemuda bermata emas itu.

"Kau jadi gila kerja"

Mitsuki hanya bereaksi datar, sungguh ekspresinya begitu dingin hingga membuat suasana disekelilingnya jadi canggung.

"Ngomong-ngomong selamat atas kerja kerasmu Sarada, sekarang kau sudah menjadi kepala rumah sakit," ucap Boruto.

"Tapi cita-citaku belum tercapai," balas Sarada, pandangannya kini kearah Sumire.

"Sumire-chan,"

Sumire sedikit tersentak karena sedari tadi dia hanya diam, dia tersenyum membalas ucapan Sarada.

"Sarada-chan selamat."

"Terimakasih, kalau begitu kalian silahkan nikmati pestanya," ujar Sarada, walau senyumnya masih terlihat tapi hatinya berkata lain.

"Aku langsung kembali,"

Sarada mendelik. "Tidak boleh, kau harus setidaknya dua puluh menit disini, jika kau kembali, akan aku ledakkan kantormu," omelnya terhadap mantan teman satu timnya itu. Mau tidak mau Mitsuki menurut karena tidak mau masalah ini menjadi panjang.

Disampingnya Boruto terkekeh, ketika dia ingin menarik Sumire, gadis itu menolak. "Boruto-kun, bisakah aku berbicara dengan Sarada-chan dulu? Ada yang aku ingin bicarakan berdua,"

"Ah baiklah."

Boruto mengajak Mitsuki untuk menjauh dari dua gadis itu, mereka berdua pergi untuk mengambil minum yang sudah disediakan diatas meja.

"Aku jadi penasaran apa yang mereka bicarakan," ujar Boruto, matanya tidak lepas dari dua gadis yang saat ini berjalan pergi meninggalkan pesta, entah kemana.

Mitsuki tidak menjawab ataupun menanggapi, dia hanya diam seolah-olah malas dengan pesta ini. Memang benar sih.

Tiba-tiba seorang kunoichi memakai pakaian suster menghampiri mereka berdua, tingkahnya begitu canggung dan gugup.

"A-ano.."

Gadis itu melirik kebelakang, mendapati teman-temannya hanya mengancungkan jempol dan berlalu begitu saja.

Boruto melihat gadis itu, tatapannya bertanya-tanya. "B-bisakah aku berbicara dengan Mit..Mitsuki-san?"

Boruto memandangi Mitsuki lalu kemudian gadis itu, beberapa saat hening sebelum, pemuda Uzumaki itu mulai paham.

"Baiklah baiklah, aku pergi, kalau sudah selesai, aku ada didekat sana ya," ujar Boruto, dia meninggalkan Mitsuki dan Kunoichi itu.

Kini tinggalah mereka berdua, Mitsuki melihat gadis itu yang menunduk. "Mitsuki-san a-aku... S-sebenarnya sudah memperhatikanmu beberapa kali dan aku.. aku sepertinya menyukaimu," ujarnya berusaha tidak gugup, dia melihat Mitsuki sembari memainkan kedua jemarinya.

Mitsuki menatap tanpa ekspresi, mengapa gadis ini mengingatkannya dengan seseorang.

"A-aku tidak mau menyusahkan Mitsuki."

"M-Mitsuki."

"M-Mitsuki-san," sebuah rintihan menyadarkannya, Mitsuki melihat kunoichi dihadapannya yang memegangi tangan kanannya. Ternyata tanpa sadar Mitsuki mencengkram bahu gadis itu.

"Ah.. maaf,"

Mitsuki mengepalkan tangannya, dia benar-benar masih tidak percaya dengan apa yang tadi dia bayangkan.

"Mitsuki-san, t-tidak apa-apa?" Tanya gadis itu khawatir.

"Aku tidak bisa membalas perasaanmu," ujar Mitsuki, tatapannya seperti kosong dan tidak punya jiwa.

"A-apa karena Mitsuki-san masih menyukai seseorang?"

Karena pertanyaan itu, Mitsuki menatap gadis dihadapannya.

"Ah aku hanya me-menebak," tambah gadis itu gugup. "K-kalau begitu aku permisi, m-maaf menggangu Mitsuki-san, dan terimakasih, aku sudah lega sekarang," ucapnya. Mitsuki tidak menjawab.

Ketika gadis itu ingin pergi tiba-tiba dia menatap Mitsuki lagi. "K-kalau memang g-gadis itu menyukai Mitsuki-san, pasti dia akan kembali," ucap kunoichi itu sebelum berlari, menghilang darisana.

"Menyukai?" Mitsuki menatap datar. "Bahkan aku belum sempat berkata apapun."

••••••••

Hari sudah gelap, mungkin jika dihitung dengan jam, ini sudah jam sepuluh malam.

Mitsuki memasuki rumahnya, menekan saklar dan lampupun menyala, kondisi rumahnya masih sama, tidak ada yang berubah sama sekali.

Terasa sunyi.

Dia sudah terbiasa, atau mungkin mencoba biasa setelah dua tahun kembali tinggal sendirian. Padahal gadis itu hanya menemaninya selama satu bulan lebih, tapi rasa kehilangan ini begitu besar.

Mitsuki berjalan keatas, menaiki tangganya dan memasuki kamarnya, untuk kali ini dia tidak bisa menginap di kantor karena diusir langsung oleh Sai, ayahnya Inojin, tidak mungkin Mitsuki masih tetap keras kepala.

Membuka rompi ninjanya dan hanya menyisakan baju berwarna hitam polos, saat ini dia terlalu malas untuk ganti baju, berhubung dia sudah mandi di pemandian umum, jadi dia tidak perlu mandi lagi disini.

Dia merebahkan badannya di tempat tidur, dia menutup matanya dan meletakkan lengan tangan diatas keningnya.

Mungkin dikarenakan Mitsuki sudah lelah dan tidurnya tidak pernah nyenyak, diapun langsung jatuh tertidur.

Detik menjadi menit hingga menit menjadi jam, rasanya Mitsuki baru sebentar tertidur tapi dia merasakan sesuatu menyentuh pipinya.

Dia membuka matanya. Dan dihadapannya kini tampak seseorang yang dia kenal. [Yourname].

Gadis itu tersenyum.

Mitsuki harus menerima kenyataan bahwa ini mimpi, dia sudah beberapa kali mengalami ini, sungguh kejam.

Tiba-tiba dia teringat perkataan kunoichi yang menyatakan perasaan padanya.

"Kalau memang gadis itu menyukai Mitsuki-san, pasti dia akan kembali,"

Walau ini hanya mimpi, dia ingin mengatakannya.

"Aku mencintaimu [Yourname]."

Mitsuki memajukan wajahnya dan mencium kening gadis itu, sebelum menutupnya dengan ciuman bibir yang cukup panjang.

Mimpi yang sungguh menyenangkan sekaligus menyakitkan, jika boleh meminta, dia hanya ingin terus berada dimimpi ini.

Pagi pun datang, Mitsuki terbangun karena cahaya matahari yang menerobos masuk dari celah jendelanya, wajahnya tidak menunjukkan emosi apapun, sungguh dia benar-benar sudah seperti robot.

Kemudian dia merasakan ada chakra yang terasa didalam rumahnya, lantas dia turun dari kasur dan menuju ke lantai bawah, chakra itu terasa dari dapur dan dia tau bahwa mungkin itu Sarada yang selalu mengkhawatirkannya dengan sangat teliti.

Mitsuki menuju lemari pendingin dan melirik dari ekor matanya mendapati gadis itu sedang menunduk dibawah lantai.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkanku Sarada, aku bisa sendiri," ucap Mitsuki lalu dia meminum air mineral yang ada didalam botolnya, rasanya begitu aneh mungkin sudah lama tidak dia sentuh karena terlalu sibuk di kantor.

Mitsuki meletakkan botolnya kembali ke dalam lemari pendingin, dia membalikkan badannya karena Sarada tidak merespon, mungkin saja gadis itu marah dan siap melayangkan tinju untuknya.

"Ohayou Mitsuki."

Mitsuki bergeming, dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya karena mendapati gadis yang selama dua tahun menghilang, kini berada dihadapannya, dengan senyuman seolah-olah dia tidak punya salah.

Kini ekspresinya diganti dengan tatapan yang dingin. "Siapa kau?" Tanyanya.

"[Yourname],"

"Dia tidak punya chakra." Mitsuki berjalan mendekat, dia sudah siap dalam mode bertarung, sebagai ketua anbu divisi pelacakan, dia tidak akan lengah, walaupun musuhnya bisa meniru seseorang yang dia sangat rindukan.

"T-tunggu, Mitsuki aku bisa jelaskan," ujar [Yourname] cukup ngeri melihat ekspresi tanpa emosi Mitsuki.

"A-aku bisa menjawab pertanyaanmu jika kau ragu."

Mitsuki terdiam, tapi dia tidak mengendurkan pertahanannya.

"Untuk apa aku melakukan itu?"

"Mmm u-untuk yakin?"

Mitsuki tidak merespon lagi, tapi dia masih menatap [Yourname]. "Pertama kali kita bertemu itu seperti apa?" Tanyanya. Ternyata Mitsuki menyetujui untuk bertanya beberapa pertanyaan.

"Aku muncul di dalam kamarmu dengan posisi kau yang m-memelukku," jawab [Yourname].

"Lalu?"

"Aku tidur disampingmu t-tanpa pakaian, lalu kau mencurigaiku sebagai gadis suruhan Orochimaru-san, kau mengeluarkan ular dari tangan-tanganmu, lalu kau sangat keras kepala sekali dan tidak punya ekspresi," lanjut [Yourname] lagi, dia melihat Mitsuki tapi pemuda itu masih belum menunjukkan kepercayaan.

"Apa isi perjanjian yang aku tulis?"

"Menjadi pacar pura-puramu untuk mencegah Orochimaru-san mengenalkanmu dengan gadis pilihannya," jawab [Yourname].

Mitsuki menatap datar. "Kenapa kau melanggarnya?" Kakinya melangkah mendekat, nadanya mengintimidasi.

"Ah i-itu.." [Yourname] cukup terkejut dengan pertanyaan pemuda itu tanpa sadar langkahnya mundur, dia memang melanggar perjanjian sebelah pihak. "M-maaf."

Kini mereka benar-benar sudah dekat dan [Yourname] sudah tersudut oleh tembok dibelakangnya. Mata emas Mitsuki menatap tepat dimata gadis dihadapannya.

"Apakah maafmu bisa menyelesaikannya?"

"T-tapi kau tadi tidak percaya padaku."

"Aku tidak mengatakan aku percaya padamu," Mitsuki mendesis tajam, ekspresinya sungguh dingin bahkan lebih dingin dari pertama kali mereka bertemu.

"Maaf Mitsuki, aku bersalah, aku melakukan hal ini sebelah pihak, tapi itu ada alasannya k-karena aku tidak mau membuatmu susah, a-aku hanya ingin kau bahagia," ucap [Yourname], tatapannya memandang sedih.

"W-Walaupun mungkin sekarang sudah terlambat, seharusnya aku tidak kembali kesini t-tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku," tambah gadis itu.

Mitsuki masih belum melepas pandangannya. "Sekarang jawab pertanyaan terakhirku," [Yourname] hanya bisa menunggu, dia tidak protes karena pemuda dihadapannya dalam kondisi tidak baik

"Apa..."

Beberapa detik terjadi keheningan.

"Apa?"

"Apakah aku menjijikan?"

[Yourname] bergeming, dia memandang tidak percaya Mitsuki, tapi yang dia hadapi hanyalah wajah dengan ekspresi kesedihan disana, apa yang membuat wajah itu begitu? Apakah selama dia pergi banyak hal yang terjadi?

Tangan kanan [Yourname] menyentuh pipi Mitsuki sehingga membuat seolah-olah kalian sedang memahami satu sama lain.

"Aku tidak menganggap Mitsuki seperti itu," ujar [Yourname]. "Mitsuki adalah orang yang sangat baik, walaupun tidak pernah menunjukkan ekspresi yang menyenangkan tapi dia menolong seseorang yang bahkan tidak dia kenal," tambahnya lagi.

"Aku akan memarahi siapapun yang mengatakan demikian, apa mungkin..." [Yourname] menjeda kalimatnya setelah dia mengingat sesuatu. "Mungkinkah i-istri Mitsuki yang mengatakan itu?"

[Yourname] tau kalimatnya sungguh menyesakkan untuk dirinya sendiri tapi dia harus menerima kenyataan, sedangkan Mitsuki masih setia menatap gadis dihadapannya bahkan tidak melewati seinchipun.

"K-kalau bukan dia em.."

[Yourname] jadi bingung ingin mengucapkan apa lagi, masalahnya Mitsuki menatapnya sangat intens dan itu membuatnya jadi kehilangan kata-kata.

"Aku tidak jadi menikah dengan siapapun,"

Mengerjap beberapa kali, kalimat Mitsuki yang tiba-tiba membuat jantungnya nyaris copot.

"Bagaimana aku bisa menikah, sedangkan gadis yang aku inginkan pergi begitu saja," ucap Mitsuki lagi.

Jantung [Yourname] berdetak sangat keras, wajahnya memerah.

"Kau sudah mendengarnyakan semalam?" Pertanyaan retoris Mitsuki malah semakin membuat [Yourname] memerah, sebenarnya dia sudah dengar, tapi dia masih menepis hal itu dan takut jika dia hanya berhalusinasi.

"M-Mitsuki aku.."

Kalimatnya terhenti karena Mitsuki menciumnya tepat dibibir, kali ini adalah ciuman kedua, dengan kalian yang sama-sama sadar.

Walaupun ciuman itu pendek tapi [Yourname] seperti mengerti isi hati Mitsuki. Frustasi, kesepian, putus asa dan rindu.

Ketika kecupan itu terlepas, kening kalian beradu, mata kalian saling menatap secara dekat.

"Mitsuki k-kau percaya padaku?" Tanya [Yourname] setelah dia mengambil nafas.

"Aku selalu percaya padamu," jawab Mitsuki lembut.

Mata [Yourname] berkaca-kaca lalu tersenyum. "Terimakasih."

"Sekarang ceritakan padaku semuanya."

[Yourname] mengangguk. "T-tapi sebelum itu, aku juga ingin mengatakan sesuatu,"

Dengan satu tarikan nafas [Yourname] melanjutkan lagi kalimatnya. "Aku j-juga menyukai Mitsuki, semua hal yang Mitsuki punya sangat aku sukai." Kemudian dia menundukkan kepalanya, jujur saja rasanya sangat malu.

Setelah mengatakan itu tidak ada respon dari pemuda dihadapannya membuat [Yourname] rasanya ingin menutupi wajahnya dengan selimut.

"L-lupakan saja, a-ayo aku akan cerita--"

Dengan sangat cepat Mitsuki kembali menciumnya, kali ini cukup panjang, bahkan tangan [Yourname] harus bertumpu pada leher pemuda itu, apalagi tinggi pemuda itu semakin tumbuh dan badannya juga lebih tegap.

Setelah ciuman itu terlepas, wajah [Yourname] memerah, dia protes. "Mitsuki!"

Bukannya menjawab pemuda itu malah mengangkat [Yourname] sehingga gadis itu lagi-lagi menjerit.

"M-Mitsuki t-turunkan aku."

Mitsuki berjalan menuju kamarnya dan menatap wajah gadis digendongannya, dia mengangkat seperti bayi. "Aku kurang tidur, kau harus menemaniku."

"Tapi.. tapi.. bagaimana dengan cerita?"

Mitsuki tidak menjawab dan hanya membuka pintu kamarnya menggunakan kaki.

"Ceritanya nanti setelah aku tidur," ujarnya sebelum membungkam lagi bibir gadis digendongannya, kakinya kemudian mendorong pintu dan akhirnya tertutup dengan cukup keras.

Tidak ada yang tau apa yang mereka lakukan, bahkan authorpun tidak tau. Semua yang dilakukan Mitsuki adalah wujud penantiannya selama dua tahun.

Jika ada yang menunggu selama itu, kalian harus perjuangkan ya.

Ending

Selamat untuk 4K views yeayy!!!

Btw gimana endingnya? Puas? Karena author udah mau cepet bikin ending, jadi chap ini tetep aku update walaupun chap kemaren ga sampe 100 vote.

Sekarang ada yang mau special chap dengan rating 18? Ga cuma ada adegan gituannya sih, disitu aku mau jelasin sedikit kenapa [Yourname] hilang.

Jadi gimana:

Mau banget?

Atau

Gausahlah.

Tapi aku ga update di wattpad, kalau aku udah selesai buat, aku bakalan infoin di cerita ini. Jadi jangan remove cerita ini dari library atau reading list kalian ya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top