14. Jangan pergi [Yourname]
Happy Reading
Vote komen skuy
.
.
.
~Author~
Sarada terbangun dan ternyata dia tertidur diatas sofa, tiba-tiba pandangannya teralih ke kain yang menyelimutinya.
"[Yourname]!"
Gadis Uchiha itu langsung berdiri ketika mengingat bahwa dia di rumah Mitsuki, langkahnya membawa ke lantai atas karena dia tidur di lantai bawah, ketika membuka kamar Mitsuki, dia tidak mendapati siapapun.
"[Yourname]!" Panggilnya lagi. Sarada berharap dugaannya salah tapi tidak ada jawaban sama sekali, ketika itu mata hitamnya menotice sebuah kertas yang ada diatas meja dan Sarada membacanya.
Maafkan aku karena pergi begitu saja, tapi kalau aku membangunkanmu, Sarada-san pasti akan menahanku, jadi tolong jangan khawatir, terimakasih sudah menjadi temanku, Sarada-san. Semoga kalian semua bahagia, aku titip Mitsuki.
-[Yourname]-
Sarada rasanya ingin menangis, dia bingung harus bagaimana, jika [Yourname] pergi, apa yang harus dia katakan?
Sepertinya Sarada harus menghubungi Boruto dan menceritakan semuanya, tapi [Yourname] bilang tidak boleh cerita.
Sarada jadi tambah pusing. Sekarang dia tidak tau harus apa.
Sementara itu Boruto sedang berdiri bersandar pada dinding, dia melihat orang-orang berjas putih, beberapa ada yang meliriknya dan berbisik-bisik.
"Ah wakadanna-sama¹."
Boruto menoleh dan mendapati pria berkacamata dan berjas putih yang dia kenal menghampirinya.
"Katasuke-san," ucap Boruto.
"Senang melihat anda disini, apa anda ingin melihat-lihat?" Tanya Katasuke. Boruto langsung menggeleng.
"Tidak aku hanya ingin..."
"Ah ah aku tau, kenapa aku bodoh sekali." Katasuke langsung memotong ucapan Boruto. "Pasti Boruto-sama ingin bertemu Sumire-chan, kan? Aku akan memanggilnya, tunggu sebentar." Katasuke langsung pergi begitu saja padahal Boruto belum membalas perkataannya tapi karena pria itu sudah mengerti jadi tidak masalah.
Setelah beberapa menit kemudian, gadis berambut ungu itu keluar dengan setelan jas penelitiannya.
"B-Boruto-kun kenapa ada disini?" Tanya Sumire, dia terkejut sekaligus tidak suka jika Boruto disini.
"Aku ingin bicara denganmu," jawab Boruto.
Gadis berambut ungu itu ingin menolak sebelum dia menyadari jika bertengkar disini hanya akan menjadi pusat perhatian, jadi dia memutuskan untuk membawa Boruto keluar dari gedung penelitian Katasuke.
Ketika mereka sudah berada disalah satu taman yang ada disana dan suasana sudah aman barulah Sumire menatap Boruto.
"Jadi apa yang ingin Boruto-kun katakan? Aku tidak punya waktu jadi cepatlah," ucap Sumire dengan nadanya yang dingin, melihat itu Boruto menghela nafas.
"Sumire, dengarkan aku baik-baik," Boruto menatap gadis dihadapannya dengan serius. Mengunci tatapan gadis berambut ungu itu.
"Aku menyukaimu, tidak, maksudku aku mencintaimu," lanjut Boruto lagi membuat bola mata Sumire membesar.
Mereka diam beberapa detik sebelum Sumire melepaskan pandangannya dari Boruto. "M-maaf Boruto-kun tapi aku tidak bisa." Jawab Sumire.
"Kenapa?"
"Aku sudah punya orang yang aku sukai," jawab Sumire lagi.
"Siapa?"
"Apakah itu perlu aku jawab juga?" Sumire menatap kesal kearah Boruto.
"Kalau begitu tatap aku bila kau sudah punya orang yang kau sukai, bilang suka dengan lantang!" Ujar Boruto, dia memegang kedua pundak Sumire, memaksa gadis itu untuk menatapnya.
Sumire menatap Boruto tepat di kedua mata pemuda yang secerah langit biru. "A-aku... Aku.." kalimatnya tersendat, padahal sebelumnya dia sudah memantapkan hati tapi ternyata gagal, dia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri.
Tatapan Boruto berubah lembut, dia mengusap rambut panjang gadis didepannya. "Jangan menyimpannya sendirian ketua kelas, sudah aku bilang kau harus membaginya denganku mulai sekarang." Jelas Boruto memanggil nama Sumire dengan sebutan sewaktu mereka masih di akademi.
"Boruto-kun." Sumire rasanya ingin menangis, dia ingin mengatakan bahwa dia menyukai pemuda yang ada dihadapannya ini, tapi dia mengingat bahwa masih ada Sarada yang juga mencintai Boruto, dia tidak bisa melukai perasaan gadis uchiha itu.
"Aku tidak bi--"
Boruto tiba-tiba meletakkan telunjuknya dibibir gadis itu, dia melihat sebuah burung yang dia kenal terbang mengelilingi mereka berdua, lalu burung itu bertengger di bahu Boruto, sebuah kertas yang tergulung berada diantara kaki burung tersebut. Boruto mencabutnya. Dan burung itu langsung terbang lalu menghilang menjadi gumpalan-gumplan tinta.
Boruto membaca kertas tersebut.
Aku mengirim ini karena kau sulit dihubungi dan aku tidak tau kau dimana, akhirnya aku menyuruh Inojin untuk mengirim ini, ada berita yang harus aku beritau kepadamu, [Yourname] menghilang dan Mitsuki sepertinya dia juga sedang dalam kondisi yang sulit, aku tidak tau dia dimana, tapi yang aku dengar dia menjaga perbatasan dekat dengan Otogakure, mungkin saja dia disana, aku harap kau bisa menemukannya sebelum Mitsuki menikah dengan gadis tidak jelas.
-Sarada-
Mata pemuda itu mengerjap beberapa kali, dia mengepalkan tangannya, membuat Sumire yang ada disampingnya bingung dengan perubahan sikap Boruto.
"Boruto-kun ada apa?" Tanya Sumire.
"Mitsuki dan [Yourname]-chan sedang dalam masa yang sulit, sepertinya aku harus mencarinya," jawab Boruto.
Sumire langsung terkejut. "Bagaimana bisa?" Tanyanya.
"Aku juga tidak tau."
Sumire diam beberapa saat sebelum dia berbicara lagi dengan Boruto. "Aku akan membantu mencarinya,"
Boruto melihat Sumire, mereka bertatapan sebelum salah satu dari mereka berdehem dan mengalihkan padangan. "A-ah maksudku k-karena aku mengenal Mitsuki-kun dan [Yourname]-san jadi aku membantumu," jelas Sumire, dia jadi salah tingkah. Boruto hanya tersenyum.
"Kalau begitu aku akan izin ke Katasuke-san," tambah Sumire lagi, gadis itu langsung pergi tanpa melihat Boruto yang masih tersenyum lebar.
•••••••
Suigetsu menguap, dia sungguh lelah setelah kemarin bertarung dengan Mitsuki, jika Karin tidak menyuntikkan obat bius ke tubuh Mitsuki, bisa jadi Suigetsu sudah penuh luka-luka, mau gimanapun stamina dia akan kalah dengan milik Mitsuki.
"Disini kau rupanya."
Suigetsu melihat Karin yang berjalan keluar dari rumah utama milik keluarga Yuna, sepertinya dia baru saja mengecek keadaan Mitsuki.
"Pinggangku rasanya hampir copot." Keluh Suigetsu.
Karin memutar bola matanya. "Kau lemah," ucapnya, setelah itu dia duduk disamping Suigetsu, beralaskan papan kayu.
"Bagaimana keadaan bocah itu?" Tanya Suigetsu, sementara tidak ada jawaban untuk beberapa detik sebelum Karin menghela nafas. "Dia belum sadar, tapi aku yakin setelah sadar dia pasti akan mengamuk," jawab Karin membuat Suigetsu tertawa.
"Anak itu mengamuk? sungguh hal yang tidak mungkin."
"Kau tidak tau, perasaan seseorang," protes Karin. "Jika kau ingin melindungi sesuatu yang berarti pasti akan mengerti," tambah Karin tiba-tiba jadi melow hal itu membuat Suigetsu mendengus.
"Itu sih kau yang cintanya tidak kesampaian," sindir pemuda itu sebelum perutnya disikut oleh Karin.
"Akan aku hajar jika kau bicara seperti itu lagi."
"Iya iya."
Beberapa saat terdiam sebelum Suigetsu kembali berbicara. "Ngomong-ngomong bagaimana jika Mitsuki sadar dan mengamuk?"
Karin menatap Suigetsu dan mencibir. "Tadi kau bilang tidak mungkin dia mengamuk."
"Tapikan aku bilang jika."
"Aku sudah mengikat dia dengan rantai yang menahan chakra, jadi dia tidak akan bisa menggunakan kekuatannya," ungkap Karin, perempuan itu sebenarnya tidak tega tapi mau bagaimana lagi.
"Kalau begitu aku bisa istirahat," ucap Suigetsu, kemudian dia berdiri sekaligus membersihkan sisa-sisa debu yang menempel dibajunya. Dia melenggang pergi begitu saja membuat Karin hanya menggelengkan kepala.
Sementara itu satu jam setelah Karin pergi dari kamar Mitsuki, pemuda itu membuka matanya, dia merasakan tenaganya seperti hilang.
Ketika Mitsuki ingin menggerakkan tangannya, dia harus merasakan bahwa kedua tangannya diikat kedepan dengan posisi menyatu dan begitupula kakinya, dia merasakan bahwa chakranya tidak bisa dikeluarkan, seperti ada sebuah segel di dalamnya.
Mitsuki berusaha untuk bangkit dengan sisa-sisa tenaganya, dia bersandar pada tempat tidur berukuran besar, cukup untuk tiga orang.
Mata emasnya melirik ruangan yang dia tempati bernuansa cokelat dan ada ukiran-ukiran dengan gambar pohon sakura, dia mungkin masih berada ditempatnya Yuna.
Dia mencoba mengeluarkan salah satu jurusnya yang ringan tapi langsung berefek pada perutnya yang seperti tertekan, baru disadari ternyata ada sebuah benda pipih bulat menempel pada bagian perutnya, terhubung dengan rantai-rantainya.
Mitsuki mencoba lagi dan dia langsung terbatuk, perutnya sungguh sakit seperti tertekan. Jika begini terus dia tidak akan bisa melakukan apapun. Untung saja dia sudah mengirim ular kecilnya secara diam-diam ketika dia melemparkan pedang milik Suigetsu, hal itu adalah rencana terakhirnya ketika kondisinya sudah terpojok, semoga saja ular miliknya bisa bertemu Boruto atau siapapun dan menolongnya.
Tapi Mitsuki tidak boleh setenang ini karena Orochimaru pasti akan curiga, dia harus melakukan tindakan seolah-olah dia sudah terpojok.
Tiba-tiba ketika dia sedang berpikir, pintu terbuka dan munculah gadis yang membuatnya seperti ini.
"Mitsuki-kun kau sudah bangun? Aku membawakanmu makan siang," ucap gadis itu, Yuna.
Pemuda yang diajak bicara sama sekali tidak merespon dan hanya melihat gadis yang saat ini meletakkan nampan berisi piring dan minuman di sisi meja.
"Aku akan suapi," ucap Yuna sembari tersenyum akan tetapi Mitsuki langsung menatapnya dingin.
"Kau sudah tau hal inikan?" Sebenarnya itu adalah pertanyaan retoris karena Mitsuki tau bahwa gadis itu tidak akan menjawab jujur.
"A-aku tidak tau, bahkan aku sudah bilang ke ayah supaya kau tidak diperlakukan seperti ini," ucap Yuna membela diri.
"Kalau begitu lepaskan aku." Perintah Mitsuki, dia melihat mata gadis itu yang menyimpan sesuatu.
"Maaf Mitsuki-kun tapi aku tidak bisa melanggar perintah ayah, l-lagipula aku tidak tau caranya melepas benda yang sudah terpasang begitu erat, Karin-san yang memakaikannya." Yuna menolak dan itu membuat Mitsuki memperhatikannya secara detail.
Melihat Mitsuki yang memperhatikannya dengan tajam membuat Yuna salah tingkah, dia berdehem. "Lebih baik kau makan, aku akan beritau ayah bahwa kau sudah bangun," ucap Yuna sembari tangannya yang memegang sendok mulai mendekati mulut Mitsuki akan tetapi pemuda itu menolak.
"Aku tidak ingin."
"Tapi kalau nanti Mitsuki-kun akan sakit," ucap Yuna, nadanya terdengar khawatir.
"Aku ingin sendiri, pergilah!"
Yuna menatap dengan kecewa karena Mitsuki menolaknya, dia segera merapihkan makanan yang tidak disentuh Mitsuki.
"Kau tidak boleh kasar seperti itu Mitsuki."
Orochimaru berjalan mendekati mereka berdua, lebih tepatnya Mitsuki. Dia menyerahkan dua lembar kertas kearah pemuda itu.
Awalnya Mitsuki tidak tau apa maksudnya tapi setelah dia melihat dan membaca kertas itu ekspresinya berubah cemas.
"Apa yang kau lakukan!"
"Mitsuki lihatlah, gadis yang kau sukai sudah menyerahkan surat perjanjian kalian, kau taukan apa artinya?" Orochimaru melihat perubahan ekspresi anak buatannya itu yang terlihat lebih bisa dibaca daripada sebelumnya.
"Dia bukan pacarmu lagi." Tambah Orochimaru, tangannya mengambil dua surat itu. "Sekarang tidak ada yang bisa kau lakukan selain menurutiku," ucapnya.
Tangan Mitsuki mengepal, bukan masalah surat itu yang kini berada ditangan Orochimaru, melainkan pasti pria itu sudah melakukan hal yang buruk atau mengancam [Yourname].
Mitsuki kesal. Dia ingin sekali melakukan sesuatu kearah pria itu, rasa hormatnya kian menipis.
"Pasti kau tidak percaya dan benci padaku, tapi lihatlah ini." Orochimaru meletakkan kertas lain didepan wajah Mitsuki supaya pemuda itu membacanya, mau tidak mau dia membaca.
Mitsuki.
Terimakasih karena sudah memberikan tempat tinggal dan pakaian untukku, aku akan membalasnya nanti. Sekarang aku tidak mau berurusan lagi denganmu, hidupku sudah cukup sulit. Aku ingin pergi jauh darimu. Jangan mencariku! Semoga kau bahagia dengan kehidupan barumu. Aku akan cari kehidupanku juga.
Tertanda
~[Yourname]~
Setelah membaca itu dada Mitsuki seperi diremas, dia tau tulisan itu adalah tulisan milik [Yourname] dan tanda tangannya juga, tapi dia masih tidak percaya dengan apa yang ditulis disana.
"Kau... Kau memaksanya!" Mitsuki menatap tajam Orochimaru, sedangkan yang ditatap hanya menatap datar.
"Manusia tidak ada yang bisa dipercaya Mitsuki, kau mungkin menyukainya tapi semua itu akan kalah dengan rasa putus asa, sekarang kau dikhianati, dia sudah menyerah bahkan tanpa perlawanan apakah itu kau sebut gadis yang baik?" Perkataan Orochimaru membuatnya tambah kesal.
"Aku percaya dengan dia."
Orochimaru hanya menaikkan sudut bibir keatas, dia menarik pelan rambut Mitsuki keatas hingga pemuda itu mendongak, dia berbisik ditelinga Mitsuki.
"Cukup menyenangkan melihat gadis itu menurutiku,"
Telapak tangan Mitsuki langsung memegang pakaian depan Orochimaru, walaupun dengan susah payah karena tangannya diikat.
"Kau!!"
Mitsuki tidak bisa menahan untuk mengeluarkan chakranya, ketika dia ingin mengeluarkan jurus Futon, lagi-lagi chakranya ditahan dan itu sangat menyakitkan sehingga membuat Mitsuki terbatuk-batuk.
"Mitsuki-kun!" Yuna menatap Mitsuki khawatir sedangkan Orochimaru hanya melepas cengkraman tangan anak itu pada pakaiannya.
"Yuna, sepertinya Mitsuki ingin sendiri, lebih baik kita biarkan," ucap Orochimaru yang diangguki dengan ragu oleh Yuna, mereka berduapun pergi keluar meninggalkan Mitsuki dan kertas yang ditulis oleh [Yourname].
Memandangi dengan tanpa ekspresi sebelum Mitsuki merasakan ada cairan yang menetes dari matanya.
Dia menangis. Merasakan dada yang begitu sesak, walau dengan ekspresi yang tidak menunjukkan kesedihan. Tapi mata yang selalu mengerti hati, tidak bisa membohongi apapun, akan selalu menunjukkan isi hati yang sesungguhnya.
To be continued
Happy Ending or Sad Ending ya?
Hm hm hm
1. Wakadanna-sama artinya: tuan muda
Chap depan kayaknya aku agak slow update, btw thanks untuk 3k views, walau kalian sider aku tetep menghargai karena kalian udah baca, tapi ada baiknya tinggalkan jejak ya :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top