Ch 2. I hate you
Reader's Pov
.
.
.
"Aku adalah deketif hebat, Edogawa Ranpo," kamu hanya cengo menatap orang ralat makhluk gila yang ada di depanmu ini. Kamu tidak percaya di pagi hari yang indah ini seharusnya kamu sudah sarapan dan siap untuk melakukan aktivitas, tapi kamu malah berhadapan dengan orang yang mengaku dirinya detektif hebat, dan lebih parahnya lagi dia mengaku sebagai, si Edogawa Ranpo. "Ini sih lebih maniak daripada si Suzu," pikirmu pada saat itu.
"Oii bocah," kamu tersentak kaget ketika orang di hadapanmu melambai kearahmu dengan pandangan seolah-olah kamu itu adalah benda mati. Dan kamu baru sadar jika sedari tadi kamu melamun.
"Dengar ya.." kamu berdehem, lalu kemudian melanjutkan
"Aku tidak paham dengan situasi ini, seseorang masuk ke kamarku, terlebih laki-laki dan yang lebih parahnya lagi kau berkostum seperti ini, aku tidak tau apa motifmu ya, yang jelas bisakah kau keluar dari kamarku? Ah ralat maksudku pergi dari hadapanku," kamu berkata dengan manatap datar pria di hadapanmu ini, tapi sedari tadi pria itu hanya menatapmu terdiam membisu.
"Eh? Memangnya ini kamarmu?" Si pria itu malah memiringkan kepalanya bingung, kamu hanya menatapnya malas.
"Pergi sekarang," kamu mendorong pria itu dengan kekuatanmu, dalam hati kamu mengatakan bahwa pria ini cukup berat. Kamu membuka pintu kamarmu dan seketika kamu sudah di sambut dengan ruang tengah dan dapur yang tidak begitu luas. Masih mendorong dengan paksa pria itu seperti mendorong troli untuk belanja. Ketika sampai di ruang tengah, pria itu menahanmu yang masih mendorong punggungnya lalu kemudian berbalik dan menatapmu dengan pandangan meneliti.
"Bocah kau tau, aku ini bukan barang yang seenaknya kau dorong, dan terlebih lagi aku tidak tau kenapa aku bisa ada di kamarmu," kamu menatap dia yang sedang berbicara.
"Ya ya," kamu berusaha mendorong pria itu lagi, tapi pria itu menahan tanganmu.
"Dengar ya bocah, berhenti mendorongku," dia berbicara dengan kesal.
"Lalu apa? Apakah aku harus memegang tanganmu dan mengajakmu sarapan pagi, eh Edogawa Ranpo palsu," kamu berkata sarkastik. Pria yang kamu sebut Edogawa Ranpo palsu itu mengernyit tak suka.
"Aku tidak palsu," dia berucap dengan kesal.
"Ah benarkah? Lalu aku harus percaya? walaupun kau berkostum sama persis, ah dan kau bahkan memiliki wajah yang mirip, membuatku tambah muak saja, seharusnya kau datang kepada Suzu, bukan kepadaku," kamu berkata dengan datar, pria di hadapanmu kemudian juga berekspresi datar.
"Waktuku terbuang hanya karena detektif palsu sepertimu, maniak dan tidak bergun--,"
Bruk
Kamu tersentak kaget ketika punggungmu bertemu dengan dinding, kamu baru sadar jika kamu di sudutkan oleh si detektif itu. Kamu mendongak menatap detektif itu yang menatapmu datar.
"Dengar, jika kau ingin mengusirku, baik, aku terima, tapi jangan sekali-kali kau menyebutku palsu atau tidak berguna," desisnya. Lalu kemudian dia mendekatkan wajahnya terhadapmu.
"Selama ini aku sangat menghargai perempuan, tapi jika perempuannya itu sepertimu, aku tidak tau lagi," dia berkata dengan pelan tepat dihadapanmu, mata hijaunya itu benar-benar terlihat dingin.
Tok tok tok
"[Yourname]-chan apakah kamu baik-baik saja?" Suara wanita terdengar di sebuah pintu yang mengarah keluar, ah kamu lupa, bahwa kamu sekarang tinggal di sebuah kost.
"Ah aku baik-baik saja bi," kamu mencoba terlihat baik-baik saja walaupun sekarang di hadapanmu berdiri pria yang sedang kesal.
"Kalau begitu bibi pergi ya," dan setelah itu terdengar langkah kaki yang menjauh. Kamu menghela nafas, kemudian kamu melepas cengkraman pria itu pada tanganmu yang kamu baru sadari terasa sakit.
"Baiklah terserahmu, sekarang kau bisa pergi," kamu mengusir pria itu, pandanganmu tetap datar dan pria itu juga sama, dengan langkah yang pasti pria itu langsung menuju pintu keluar dan keluar tanpa menoleh kearahmu lagi.
"Ck. Aku makin tidak suka dengan si detektif itu," ucapmu kemudian.
.
.
.
Kamu membaca buku di perpustakaan kampus dengan wajah tak niat, terkadang kamu menguap.
"[Yourname]," Tiba-tiba datanglah makhluk-ralat-temanmu si Suzu dengan berisik dan membuat seluruh pasang mata yang ada di perpus menatap tidak suka kearah Suzu.
"Kenapa kau langsung mematikan sambungan teleponmu tadi pagi hah?" Suzu bersuara dengan cukup keras.
"Ssst," semua orang yang ada di perpus langsung berdesis menyuruh Suzu diam, Suzu hanya tersenyum innocent.
"Ne.. ne.. [Yourname] kenapa kau tutup teleponmu begitu saja?" Suzu mengulang lagi pertanyaannya.
Kamu hanya menopang dagu, memasang ekspresi malas.
"Aku masih ngantuk," ucapmu akhirnya.
"Hah?" Suzu bersuara keras lagi membuat penghuni perpus berSsssstt lagi.
"Jadi kau menutup karena mengantuk, itu sangat tidak berperikemanusiaan," Suzu mulai berlebihan.
"Duh Suzu, bisakah kau diam? Aku ingin ketenangan, oke?" Kamu sangat lelah mendengar celotehan Suzu.
Suzu akhirnya duduk dengan tenang di hadapanmu.
"Tapi... kau harus dengar lebih detail apa mimpiku semalam," Suzu tanpa ba bi bu lagi bercerita dengan riang, dan kamu hanya menelungkupkan kepalamu di lipatan tangan dengan pasrah.
.
.
.
"Aku pulang," kamu memasuki rumah kostmu dengan lesu, tiba-tiba dari arah sebuah ruangan Ibu kost yang biasa di panggil akrab, Hikari, melambai kerarahmu, menyuruhmu untuk masuk keruangannya.
Kamu menghampiri Hikari.
"Bibi baru saja membuat kue dango lho, ayo cicipi dulu," Hikari berucap ramah, ah memang rasanya kamu seperti tinggal di rumah. Kamu menurutinya dan memasuki ruangan yang di maksud.
Tiba-tiba pandanganmu tertuju pada seorang pria yang sedang duduk manis menatap kue dango di atas meja dengan serius.
"Ah ini perkenalkan namanya...," kamu menunjuk pria itu.
"Kau lagi," dan memotong ucapan Hikari.
Pria itu menoleh setelah mendengar suaramu.
"Eh kamu kenal?" Kamu mengangguk, "dia itu yang masuk ke kamarku dengan tanpa izin, dia itu maniak bi," kamu menunjuk pria itu dengan emosi.
"Ranpo-san, apa benar begitu?" Hikari bertanya kearah Ranpo, Ranpo hanya menatap dengan polos.
"Aku tidak mengenalnya bi," ucap Ranpo dengan menatap dirimu bagai orang asing. Oke, nih anak cari ribut, pikirmu pada saat itu.
"Uso (bohong), jelas-jelas tadi kau masuk ke kamarku," Aku menunjuk dia dengan sebal.
"Tidak kok"
"Iya"
"Tidak"
"Iya"
"Oke oke sudah cukup pertengkaran kalian," Bibi Hikari menengahi.
"Tadi bibi melihat Ranpo-san sedang kebingungan di depan rumah ini, jadinya bibi bertanya tapi katanya dia sedang bingung, jadi bibi ajak masuk saja, ternyata kalian sudah akrab ya," Hikari tersenyum.
"Tapi bi, aku tidak akrab dengannya," kamu mengelak.
"Baik-baik lebih baik kita cicipi dulu kue dangonya ya," Hikari tersenyum ramah dan menyuruhmu duduk, akhirnya kamu hanya menuruti saja.
.
.
.
"Bibi pikir Ranpo-san tinggal disini saja sementara, lagipula di depan kamarnya [Yourname] masih kosong, soal pembayaran itu bisa diatur, lagipula bibi juga kesepian, akhirnya ada anak laki-laki juga yang ada disini," Hikari malah senang ketika Ranpo tinggal disini.
"Nah [Yourname]-chan antarkan Ranpo-san ke kamarnya ya,"
Itu adalah kalimat yang membuatmu berada di kondisi sekarang.
Mengantarkan Ranpo ke kamarnya.
"Itu kamarmu," kamu menunjuk dengan datar, lalu kemudian kamu memasuki kamarmu lagi.
Dengan helaan nafas, kamu berpikir bahwa hidupmu tambah berat.
Akhirnya kamu memutuskan untuk membersihkan diri dan membereskan ruanganmu.
Ketika menjelang makan malam, kamu yang sedang makan snack sambil mendengarkan music lewat earphonemu hanya memejamkan mata sambil bersandar di sofa yang lumayan empuk.
Sambil memikirkan kejadian hari ini dan memikirkan bahwa kenapa bibi Hikari langsung percaya dengan si maniak itu.
"Apa jangan-jangan dia pakai guna-guna, atau ilmu hitam?" Pikirmu dalam hati, tapi kamu menepis pikiranmu. "Mana mungkin di zaman yang sudah canggih ini masih pakai begituan," ucapmu dalam hati.
"Lagipula si maniak itu datang dari mana ya?" Kamu bertanya-tanya lalu kemudian kamu membuka mata setelah merenung sejenak.
"Huaaaa" kamu teriak ketika mendapati, si maniak a.k.a si detektif palsu sudah duduk di hadapanmu, di seberang sofa yang kamu duduki sekarang.
"K-kenapa kau disitu?" Kamu langsung bertanya dengan ekspresi kaget.
Detektif palsu atau si Ranpo itu hanya menatapmu dengan datar.
"Aku sudah mengetuk dan tidak ada jawaban, kata bi Hikari, masuk saja, lalu dia memberikan kunci duplikatnya, dan aku masuk, dan mendapatimu seperti orang mati, jadi aku hanya menatapmu saja," Ranpo menjelaskan panjang lebar.
Kamu hanya mendengus. "Lagi-lagi bi Hikari, begitu percaya dengan orang asing ini," pikirmu dalam hati.
"Ya. Baiklah. Silahkan keluar," kamu hanya menanggapi sekilas dan menyuruh Ranpo pergi. Tapi Ranpo hanya diam.
Kamu menatap Ranpo dengan alis terangkat.
"Kau tidak dengar, sudah kubilangkan pergi dari kamarku seka--,"
"Aku tidak tau lagi harus apa," Ranpo berucap, memotong kalimatmu.
"Aku tidak tau ini dunia apa, yang jelas ini bukan duniaku," Ranpo berbicara lagi, kamu berpikir kalau si detektif palsu ini sekarang mulai banyak bicara.
"Lalu kalau bukan duniamu, kau tinggal di dunia apa? Gaib? Dunia terbalik?" Kamu mendengus menatap Ranpo yang hanya berekspresi datar.
Ranpo hanya menatapmu datar tanpa ekspresi menunjukan bahwa dia tidak bercanda. Kamu terdiam.
"Mungkin aku berasal dari masa yang berbeda denganmu"
Dan seketika kamu hanya menatap Ranpo dalam diam.
To be continued
.
.
.
Tada... jeng jeng Ranpo again wkwk dan memang aku gak bisa move on dari Ranpo. Dan disini Ranpo itu agak beda ya? Kenapa beda? Karena yang buat cerita ini saya jadi ya suka suka saya /plak/
Saya tapi gak akan menghilangkan sikap asli Ranpo kok.
Jadi ya gtu deh.
Okeee semoga suka sama chap ini, jangan lupa sisihkan waktu untuk vote dan komen.
Sankyu
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top