Ch 16. Penyerangan
Happy Reading
.
.
.
"Ranpo-san," Tanizaki junichiro, menyerahkan sebuah surat ke sang detektif yang sedang duduk santai di kursinya
Ranpo membuka surat itu.
Ranpo sang penerus kalung, aku dengan segala hormat ingin mengundangmu secara privasi ke tempat XXX
Aku harap kau bisa datang
"Tidak ada nama pengirimnya," ucap Junichiro dan yang lainnya mengangguk menyetujui.
Kamu menatap kearah Ranpo
"Apakah kau akan kesana?" Tanyamu kepada Ranpo.
Ranpo terdiam dan kemudian dia hanya mendengus sebal
"Mau bagaimana lagi," ucapnya malas
"Apakah itu bukan jebakan?" Atsushi bertanya
"Mau jebakan atau tidak Ranpo memang harus kesana, lagipula kita tidak akan tau," Dazai bersuara
Tiba-tiba Fukuzawa bersuara
"Dazai dan Atsushi kau ikut bersama Ranpo," perintah Fukuzawa
"Tidak perlu," semua melihat Ranpo yang menatap datar Fukuzawa
"Tapi Ranpo, ada kemungkinan itu jebakan," Ranpo tetap menggeleng.
Ranpo menatap serius
"Dazai dan Atsushi tetap disini, biar aku saja sendiri yang pergi, aku perlu ada yang mengantarkanku, Kunikida, antar aku," Kunikida tampak bingung tapi kemudian dia mengangguk.
Fukuzawa hanya menghela nafas
"Kau yakin Ranpo?" Hikari bertanya cemas tetapi orang yang di cemaskan tampak mengangguk santai.
"Kalian tunggu saja," ucap Ranpo dengan sangat meyakinkan.
.
.
.
"Maniak, kau yakin?"
Ranpo hanya melihatmu sekilas, da merapikan jubah detektif kebanggaanya.
"Ya"
Ucapan singkat itu membuatmu mendengus sebal
"Nanti kalau kau mati bagaimana?"
"Aku tidak akan mati karena aku detektif jenius," sekali lagi kamu mendengus sebal mendengar ucapannya
"Ranpo-san, aku tunggu di mobil," tiba-tiba Kunikida melongok dari pintu agency yang setengah terbuka, Ranpo hanya mengangguk, Kunikida kemudian pergi.
Di dalam ruangan agency memang hanya ada kamu dan Ranpo, yang lain entah dimana, entah sengaja atau tidak tetapi alibi mereka sangat bagus, menyiapkan untuk jaga-jaga ada musuh misalnya.
Ranpo sudah selesai menyiapkan sesuatu yang entah apa tapi tadi kamu melihat ada cemilan yang dia bawa.
"Maniak, kau yakin tidak di temani oleh Dazai?" Kamu bertanya sekali lagi dan Ranpo kali ini menatapmu, dia berdiri di depanmu, kemudian memegang kepalamu.
"Tidak perlu khawatir," ucapnya dan kamu menyangkalnya
"Aku tidak khawatir," ucapmu tidak terima di bilang khawatir
Ranpo hanya menepuk-nepuk kepalamu, kamu menatap sebal Ranpo, tapi kenapa tatapan Ranpo terlihat berbeda, terlihat lembut?
Tiba-tiba tangan Ranpo memegang kedua bahumu, tatapannya seperti mendalami setiap detail wajahmu.
Tiba-tiba Ranpo mendekati wajahnya kearahmu
"Eh eh kok mendekat?" Batinmu kaget
Tapi kamu menutup kedua matamu, seperti menunggu.
Kamu bisa merasakan hebusan nafas Ranpo yang menerpa wajahmu, jantung kamu seperti di pompa begitu cepat.
"Ranpo-san kau lam-- aduh apa yang kau lakukan Dazai," terdengar suara Kunikida di luar, kamu seketika membuka matamu dan melihat di pintu agency sudah terdapat Dazai, Yosano dan Kunikida yang mengaduh memegangi kakinya
Ranpo segera menjauh darimu, dia menatap sebal kearah ketiga orang itu
"Ah [Yourname] baru saja aku mau memanggilmu," ucap Yosano sambil tersenyum
Pipimu terlihat memerah
"Memalukan," ucapmu dalam hati
Kamu melihat Ranpo yang terlihat biasa-biasa saja seperti tidak ada hal yang terjadi
"Ayo Kunikida," ucap Ranpo segera keluar tetapi sebelum itu dia membisikan sesuatu kearah Dazai yang kemudian di balas anggukan oleh sang empunya.
Kamu segera menghampiri Yosano
"Hikari memanggilmu," ucap Yosano, kamu hanya mengangguk dan kamu melirik Dazai yang menaik turunkan alisnya menggoda, wajahmu memerah lagi
"Dazai menyebalkan," batinmu kesal
.
.
.
"Kenapa [Yourname]-chan?" Kamu menatap Hikari lalu kemudian menggeleng
"Khawatir dengan Ranpo?" Tebakan Hikari membuatmu terkejut
"T-tidak, aku khawatir dengan dia? Tidak mungkin," kamu menyangkal dengan wajah kesal.
Hikari hanya tersenyum, dia menuangkan teko yang berisi teh ke dalam gelasnya, lalu menyesapnya.
Saat ini kamu dan Hikari sedang berada di salah satu ruangan Fukuzawa, menikmati teh sambil berbincang-bincang.
"Dulu aku dan Fukuzawa juga sama seperti kalian," Hikari mulai berbicara dengan ekspresi seperti mengingat-ngingat sesuatu
Kamu menatap bingung
"Sama?" Hikari mengangguk
"Ketika aku seumuran denganmu sewaktu itu aku mempunyai seorang kekasih, aku sangat mencintainya karena dia itu selalu menghiburku, menjagaku dan selalu ada disisiku, tetapi pada suatu saat dia tiba-tiba meninggalkanku, aku bahkan tidak tau dia dimana, lalu beberapa tahun kemudian ketika aku kelas tiga sekolah menengah atas, aku mendapati dia meninggal karena suatu penyakit," Hikari tiba-tiba memperlihatkan raut sedihnya
"Pada saat itu aku Frustasi, aku berniat bunuh diri karena aku merasa kehilangan, aku merasa sendirian karena aku hanya tinggal dengan bibiku
Flashback
Seorang gadis SMA berjalan gontai, sesekali dia menabrak pejalan kaki, banyak umpatan dari yang ditabrak, tapi gadis itu sama sekali tidak peduli, sampai saat ketika dia menabrak seorang nenek yang terlihat sangat kelelahan, nenek itu menjatuhkan sesuatu, tepat di depan ujung sepatunya, dia mengambilnya dan memberikan itu kepada sang nenek
"Kalungmu nek," ucapnya dengan datar
Nenek itu melihat gadis itu dengan senyuman
"Untukmu, Hikari"
Hikari mengernyit bingung
"Bagaimana nenek ini tau namaku?"
"Buang semua rasa penasaranmu, aku berharap kamu bisa menjaga kalung itu," dan nenek itu berjalan setelah mengucapkan kalimat yang menurut Hikari aneh, tapi Hikari tidak peduli dia tetap melanjutkan perjalanan ke salah satu rumah kecilnya, yang dia sewa dengan harga yang murah tentunya.
Setelah sampai di rumah yang tentu saja sepi, Hikari meletakkan kalung itu di meja, dia lalu mengambil kursi dan menyiapkan tali, dia berniat untuk bunuh diri.
Setelah dia sudah naik di kursi, Hikari sudah bersiap untuk memasukan kepalanya kepada lingkaran tali yang telah dia buat, tapi tiba-tiba kalung yang dia letakkan di meja yang tidak jauh dari tempat Hikari itu bersinar dan munculah sosok bayangan seorang laki-laki.
Dan ketika bayangan itu menghilang, terlihat jelas laki-laki yang menatap Hikari dengan pandangan datar tanpa senyum
Hikari kaget
"Kau siapa?"
"Fukuzawa Yukichi, pasanganmu"
••••••
"Lalu apakah Hikari-obasan jadi bunuh diri?" Kamu bertanya karena penasaran
"Tidak, karena Yukichi berkata seperti ini," Hikari mencoba berekspresi seperti Fukuzawa
"Hidupmu akan sia-sia jika kamu mati dengan cepat, aku tidak akan membiarkan sang penerus kalung mati hanya karena ditinggal mati kekasihnya"
Kamu tertawa karena selain menirukan wajah, Hikari menirukan suaranya Fukuzawa.
"Yukichi berbeda dari Ranpo, dia lebih kaku dan jarang tersenyum, tapi itulah yang aku suka darinya," Hikari tersenyum, kamu juga ikut tersenyum.
"Jadi bagaimana perkembanganmu dengan Ranpo?" Hikari bertanya dengan senyum masih bertengger manis di bibirnya
"Hah?" Kamu menatap bingung Hikari
"Apakah kalian sudah dekat?"
Kamu menggeleng
"Dari awal aku tidak suka dengan si maniak itu, aku lebih suka Dazai," kamu menutup mulut karena merasa keceplosan
Hikari masih tersenyum
"Kau harus membedakan rasa cinta dan rasa suka terhadap seseorang, [Yourname]-chan," Hikari menyesap lagi tehnya
Kamu hanya menatap Hikari dengan pandangan bertanya-tanya
"Membedakan?" Batinmu bingung
.
.
.
"Ranpo-san, kau yakin aku tidak ikut masuk?" Kunikida yang menjadi sopir dalam perjalan Ranpo, mencoba untuk bertanya perihal keselamatan Ranpo
"Ya, sepertinya aku akan menyelesaikannya dalam waktu yang cukup lama," ucapan Ranpo membuat Kunikida mengernyit heran
"Tumben dia bicara seperti itu," ucap Kunikida dalam hati
"Serahkan saja padaku," Ranpo berjalan meninggalkan Kunikida, dia memasuki sebuah gudang yang usang.
Di dalam gudang yang cukup gelap, hanya di terangi oleh cahaya matahari yang menyusup dalam celah jendela, Ranpo mengedarkan pandangan
"Keluarlah Poe," Ranpo berbicara dengan ekspresi santai seperti dia sudah tau semuanya
"Kau sudah tau ya, Ranpo-kun," ucap seseorang dengan rambut coklat berantakan, dia membawa buku di tangannya
"Mana musangmu?" Tanya Ranpo celingukan mencari keberadaan musangnya Poe.
Poe berdecih, dia terlihat kesal.
"Berhenti mengejek, aku tidak butuh musang itu, aku ingin mengalahkanmu!" Poe menunjuk Ranpo
Melihat Ranpo yang berekspresi biasa saja, itu membuat Poe kesal, dia seperti di rendahkan oleh Ranpo
"Aku benar-benar akan mengalahkanmu, dan akan menghilangkan eksitensimu dari dunia ini, dan semua posisimu itu akan ku rebut!!" Ucapan Poe membuat Ranpo menatapnya dengan pandangan lelah
"Poe bisakah kita selesaikan ini dengan cepat? Aku ingin kembali dan memakan manisanku," bukannya meredakan amarah poe, Ranpo malah menyulut amarah lawan bicaranya.
Tiba-tiba Poe menghilang dari pandangan Ranpo, seperti hantu. Dan juga ruangan gudang yang semula gelap menjadi terang dan bernuansa putih
Tiba-tiba seorang pria datang dan menyerahkan sebuah kertas, Ranpo melihat kertas itu
Pilihan tidak bisa dipilih, Rasa tidak bisa dirasakan, Hidup seperti mati
Ranpo berdecak sebal karena Poe malah mengajaknya bertarung, dan memberikannya kalimat yang akan menentukan isi novelnya
.
.
.
Kunikida bergerak gelisah, sudah hampir setengah jam Ranpo tidak keluar
"Apakah aku harus ke dalam?" Suara hati Kunikida bertanya
"Ah tapi tidak, aku disini saja," suara hati Kunikida menjawab
"Kuso, aku bingung," Kunikida mengumpat
Tiba-tiba Ranpo keluar dengan kondisi masih lengkap, hanya saja ekspresinya terlihat berubah, mungkin terlihat lebih dingin.
"Ranpo-san kau sudah--"
"Ayo kita kembali"
"Baik," Kunikida menuruti perintah Ranpo
.
.
Setelah mobil itu sampai di agency tepat langit dalam kondisi gelap, Ranpo segera kesebuah ruangan sang ketua Armed detective agency.
Tanpa mengetuk, Ranpo langsung membuka pintu itu dan menatap sang ketua yang sedang menyesap tehnya ditemani oleh Hikari yang berada di sana, Ranpo segera melempar sesuatu kearah Fukuzawa Yukichi, dan segera di tangkap olehnya
"Ranpo--"
"Tugasku selesai," ucap Ranpo dan langsung melenggang pergi
Fukuzawa menatap pintu yang ditutup oleh sang detektif dengan cukup kencang
Dia menatap sesuatu yang di lempar oleh Ranpo, ditangannya.
Kalung.
Hikari menatap Fukuzawa khawatir, sedangkan yang ditatap tampak biasa saja.
.
.
.
Ranpo memasuki rumahnya, dia melihat kamu yang sedang tertidur di sofa, Ranpo mengernyit, sepertinya Ranpo sudah menyediakan futon untuknya, tetapi kenapa kamu tetap tiduran disofa.
Ranpo tampak tidak ambil pusing, dia melenggang masuk ke kamar mandi hanya untuk sikat gigi dan cuci muka. Malas mandi.
Ketika Ranpo keluar, dia di hadapkan oleh kamu yang tampak berdiri sambil menguap
"Maniak?" Kamu menatap Ranpo sambil mengucek mata, tanda masih mengantuk
"Hmm" Ranpo hanya berdehem
Ranpo berjalan mengambil minum, kamu mengikutinya.
Ranpo risih
"Kenapa kau mengikutiku?"
Kamu hanya menggaruk lehermu yang tidak gatal mendengar pertanyaan Ranpo.
"Tadi ada suara aneh, aku jadi tidak berani, tapi bukan berarti aku takut ya," ucapan kamu membuat Ranpo mendengus
Ranpo berjalan menuju kamar, kamu mengekorinya seperti anak ayam.
Dia melihat dua futon yang sudah rapih tertata agak jauh.
Ranpo merebahkan tubuhnya, dia tampak tidak peduli denganmu, sedangkan kamu tiba-tiba menggeser futonmu mendekat kearah Ranpo
Ranpo melihat aksimu
"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya, kamu hanya tersenyum kikuk
"Aku tidak suka terlalu pojok," ucapmu beralasan, padahal kamu takut.
Ranpo mendengus dan membiarkanmu lagi.
Setelah kalian sudah sama-sama tiduran di futon masing-masing beberapa menit kemudian setelah hening cukup lama, Kamu melihat Ranpo yang tidur memunggungimu
"Ne maniak"
Hening
"Ranpo?"
Hening
"Sudah tidur ya?" Kamu menghela nafas
Hening beberapa saat
"Aku senang akhirnya kau kembali dengan selamat," ucapmu pelan sambil tersenyum kecil
Karena Ranpo sepertinya sudah tidur, kamu akhirnya memutuskan untuk melanjutkan tidurmu yang sempat terganggu tadi.
Setelah beberapa menit keheningan.
Ranpo berbalik menghadap kearahmu yang tampak sudah tertidur.
"Arigatou, [Yourname]-chan"
To be continued
.
.
.
Akhirnya Ranpo menyebut nama kamu. Cieee.. wkwkwk.
Jeengg.. maaf ya pertarungannya Ranpo sama poe di skip dulu. Chap depan baru di jelaskan.
Dan saya sudah memutuskan bahwa cerita ini akan berakhir di chap 20.
Harap terus dukung cerita ini dengan cara vote and comment
See you
Salam ikemen BSD
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top