✨Chapter 17✨
Cafe xxxx
Riku dan Rei sedang menunggu seseorang. Beberapa saat kemudian orang yang mereka tunggu datang juga.
"Kau lama sekali Sousuke-san. Kami sudah disini selama hampir 3 jam." Ucap Riku sedikit kesal.
"Gomen, mereka memaksa ikut. Aku sedikit kewalahan tadi, semoga mereka tidak mengikutiku." Kata Sousuke lalu ia duduk didepan Riku.
"Kalian akan terus bersembunyi hingga kapan? Keluarlah." Ucap Riku dan dibalik tembok muncul 3 orang yaitu TRIGGER.
"Sousuke-san beruntung cafe ini sudah disewa, jadi mereka aman." Lanjut Riku lalu meminum teh yang ada dihadapannya.
"Kalian mengikutiku?" Tanya Sousuke ke 3 orang di sampingnya.
"Menurutmu?" Sousuke hanya menghela nafas lalu ia menatap Riku.
"Apa kau membawanya Sousuke?" Tanya Riku serius.
"Ya, tapi untuk apa kau memerlukannya? Apa ketua menyuruhmu?" Tanya Sousuke sembari memberikan map merah.
"Bukan hanya berdasarkan perintah ketua tapi juga untuk diriku sendiri." Jawab Riku lalu ia membaca isi map tersebut.
"Kau tak menjatuhkan kami kan?" Tanya Sousuke sedikit curiga.
"Ayolah, aku tak akan menggunakan cara licik saat diindustri musik. Lagipula aku tak peduli popularitas, sedikit sih. Tapi aku tidak selicik itu juga." Jawab Riku lalu ia menyesap teh sampai habis.
"Nanase, apa kau sering mendapatkan misi dari ketua?" Tanya Gaku.
"Ya tapi tak sesering waktu pertama aku bergabung. Lagipula aku sudah lelah mengurus misi kecil. Aku hanya akan diberi misi saat keadaan genting saja dan hari liburku bertambah." Jawab Riku lalu ia memandang keluar jendela.
Tenn yang sedari tadi mendengarkan pun bertanya tanya didalam hati. 'Apa yang Riku bicarakan? Kenapa dia membawa bawa industri musik segala? Lalu misi apa yang dia maksud? Ketua? Riku, apa saja yang kau lakukan selama aku pergi?' Riku yang merasa diperhatikan oleh Tenn pun melirik.
"Doushite Kujo Tenn?" Tanya Riku dengan mata masih memandang keluar. Tenn hanya menggelengkan kepalanya. Tiba tiba ponsel Riku berbunyi menandakan panggilan masuk.
Riku meraih ponsel merahnya tetapi tidak ada apa apa dan ternyata yang berbunyi adalah ponsel hitam. Riku melihat nama orang yang meneleponnya dan ternyat itu adalah Joko.
"Aku terima panggilan dulu." Riku menjauh lalu menggangkat panggilan.
"Moshi moshi."
"..."
"Maaf aku sibuk. Ada apa Joko?"
"..."
"Ya, mereka tingkat D. Ada apa? Apa di Indonesia juga?"
"..."
"Tidak aku hanya menjalan misi tingkat A atau S saja. Malas kalau aki disuruh ngerjain misi tingkat C atau B."
"..."
"Ayolah. Aku tutup dulu ya, nanti aku hubungi lagi."
"..."
"Jaa ne."
Riku memutuskan panggilan lalu ia kembali ke tempatnya.
"Maaf tadi ada panggilan mendadak." Kata Riku.
"Dare?" Tanya Rei.
"Joko." Jawab Riku singkat lalu ia membaca lagi map yang diberikan Sousuke.
"Nanase, sebenarnya tujuanmu sebenarnya apa sih? Bergabung didunia musik?" Tanya Gaku. Riku menutup mapnya dan menyenderkan badannya kesandaran.
"Mimpi dan juga sesuatu yang harus aku selidiki. Tak hanya itu aku juga punya tugas untuk mengakhiri semuanya. Semua hal busuk yang 'dia' ciptakan." Riku mengepalkan tangannya hingga berdarah.
"Riku-sama, sebaiknya kau bersihkan tanganmu. Juga jangan lukai dirimu sendiri." Riku hanya bisa menurut dan pergi ke toilet untuk membersihkan tangannya yang berdarah.
"Hah...dia sepertinya banyak tekanan ya Rei." Kata Gaku lalu diangguki oleh Rei.
"Terutama dari takdir yang membelenggunya sedari lahir. Aku tak menyangka, kalau dia punya takdir yang berat." Ucap Rei sendu.
"Takdir apa maksudmu?" Tanya Tenn.
"Dia melarangku untuk menceritakannya kepada siapa pun, bahkan keluarganya. Hanya beberapa orang yang tahu." Lalu tak lama setelah Rei mengatakan itu Riku datang dengan rambutnya yang basah.
"Mandi?" Tanya Rei.
"Cuci muka, ngantuk. Handukku dimana Rei?" Tanya Riku mencari handuknya.
"Dimobil. Aku ambilin dulu." Rei pun pergi untuk mengambilkan handuk dimobil.// Ngapain coba bawa handuk? / Rei: kebiasaannya Riku, kalau cuci muka sekalian rambutnya. / Oh, gitu.
Oke lanjut.
Tak lama Rei kembali membawa handuk kecil ditangan kirinya dan ditangannya membawa laptop?
"Ini handuknya dan kau harus mengurus beberapa file dari Tsuki." Kata Rei sambil menyodorkan handuk dan laptop.
"Sampai lupa, kalian mau pesan apa? Aku yang bayar. Pelayan menu." Kata Riku ramah.// Ih tumben. / Riku: berisik lu Amy.(lempar kunai) / runnnnn......
Abaikan saja.
Tak lama pelayan datang membawakan 4 buku menu.
"Tak perlu Nanase." Kata Gaku menolak.
"Aku memaksa. Oh aku pesan kopi hitam manis." Riku lalu membuka laptopnya dan memakai kacamata.
"Pesan saja tak apa." Mereka berempat pun memesan. Setelah memesan mereka fokus dengan kegiatan mereka masing masing.
Pintu cafe tiba tiba terbuka dan menampakkan seorang anak perempuan berusia sekitar 13 tahun lalu ia berjalan menuju arah mereka.
"Riku, ada perlu apa? Sampai kau ingin aku kemari? Lalu kau tau dari mana kalau aku ada di Jepang? Kalau mau bicara cepetan, aku lagi ngerjain skripsi." Ucap anak perempuan itu.
"Akhirnya sampai juga, Ima. Aku hanya ingin kau memberikan informasi tentang 'orang itu', lalu aku tahu dari nenekmu kalau kau katanya kuliah di Jepang, aku gak nyangka kalau diumurmu yang muda ini sudah kuliah." Jawab Riku lalu ia berdiri mendekati Ima. Ya, anak perempuan itu adalah Ima.
"Mama yang suruh dan aku udah lulus SMA 1 tahun yang lalu. Padahal kakakku yang lain masih SMP." Jawab Ima.
"Duduk lah, pesan apapun yang kau mau. Kita bicarakan itu setelah mereka pergi." Kata Riku sambil berbisik dikalimat terakhir. Lalu ia kembali ke tempat duduknya semula.
Riku meminum kopi hitamnya yang baru saja sampai dan kembali fokus ke laptopnya.
"Nanase sejak kapan kau suka kopi?" Tanya Gaku heran, pasalnya ia tak pernah melihat Riku meminum kopi apalagi kopi hitam.
"2 tahun lalu. Tapi aku gak sering kok, kalau lagi nyantai aja." Riku lalu kembali fokus ke laptopnya.
Skip time~
Sousuke dan TRIGGER sudah pulang dan kini tinggal Ima, Riku dan Rei tentunya. Wajah mereka bertiga nampak serius dan atmosfer disekitar mereka sangatlah tidak bersahabat.
"Kau dapat informasi apa saja tentang Takamasa?" Tanya Riku memulai pembicaraan.
"Dia sedang keluar negeri, tepatnya ke Northmare. Menurut laporan bawahanku yang ada disana, dia sedang mencari...Sakura Haruki." Jawab Ima.
"Buat apa coba dia mencari Haruki?" Tanya Riku.
"Entahlah dan dia ke Northmare bersama Aya." Jawab Ima.
"Hanya itu?" Rei pun bersuara dan Ima menggeleng.
"Kudengar anak angkatnya debut sebagai ya?" Riku mengangguk.
"Orang orang tadi adalah idol yang sedang naik daun dan dia tadi berada disini." Jawab Riku.
"Kau dapat informasinya tentang Kujo Tenn? Ketua ingin laporan dikirim secepatnya." Ucap Ima.
"Ima. Apa perasaanmu kalau saudaramu yang sudah lama menghilang datang kembali dan kalian bertemu disaat yang tak tepat." Tanya Riku sembari memandang keluar cafe dengan tatapan sendu.
"Ya, canggung, kesal, sedih, senang dan bingung. Doushite Riku-nii? Apa kau bertemu dengan kakak kembarmu?" Tubuh Riku bergetar dan air matanya lolos begitu saja. Rei yang melihat itu langsung memeluknya.
"Riku, menangislah. Menangislah sepuasnya, kau harus melepaskannya. Jangan kau pendam." Riku mulai terisak dalam pelukkan Rei dan Ima pun ikut memeluk Riku.
Setelah puas menangis, Riku beranjak mencuci mukanya. Saat mencuci mukanya, ia melepas lensa kontak yang ia pakai.
"Hah...lebih baik." Riku berdiam sebentar.
"Tenn-nii, kenapa kau tak menyapaku? Aku tahu kalau kau tak mungkin menyapaku depan semuanya tapi kita bisa bicara ditempat sepi kan? Hah...kurasa dia marah karena aku masuk ke dunia musik. Biarin aja, lagipula tekanan di dunia musik tidak sama dengan tekanan dikerajaan. Sudah sore lebih baik aku pulang deh, mereka pasti nyariin." Riku pun keluar dari toilet setelah ia memakai lagi lensa kontaknya.
"Rei kita pulang sekarang. Ima kau ingin aku antar?" Ima menggeleng.
"Aku dijemput nenek, kau duluan saja." Riku dan Rei pun pergi dari cafe meninggalkan Ima sendirian.
"Riku itu orangnya kuat ya nek. Dia punya banyak tekanan tapi dia tidak menyerah." Ucap Ima setelah Riku dan Rei keluar cafe dan seseorang muncul disamping Ima yaitu Putri.
"Kau benar Ima, dipunggungnya ia menanggung beban yang kita tidak bisa tanggung. Riku orang yang kuat, aku kagum dengannya." Ima menyetujui perkataan Putri lalu mereka menghilang dari cafe tanpa diketahui oleh siapa pun.
Mari kita lihat apa yang sedang Riku lakukan saat ini.
Setelah memarkirkan mobilnya digarasi, ia memasuki mansion.
"Tadaima." Ucap Riku dan Rei.
"Okeri Riku-nii/Riku/Ri-chan." Jawab Hikari, Kairo dan Mina.
"Kau dari mana saja? Okaa-san khawatir Ri-chan." Ucap Mina memeluk Riku.
"Daijobu Okaa-san, Riku tak apa. Lagipula Rei ada bersamaku, kalau ada apa apa dia pasti sudah menghubungi kalian kan?" Kata Riku sambil tersenyum.
"Riku benar Mi-chan. Riku lebih baik kau membersihkan diri lalu kita makan malam bersama, Okaa-san sudah masak makanan kesukaanmu lho." Riku langsung berlari ke kamarnya dan orang orang yang dibawah hanya bisa tertawa karena mengira kalau Riku akan cepat cepat mandi agar bisa makan makanan kesukaannya.
Padahal Riku berlari ke kamar karena merasakan sakit di lengan kirinya. Sesampainya dikamar Riku pun mengunci pintunya.
Dia langsung pergi ke kamar mandi dan melepas atasannya. Terlihat sebuah tanda seperti bunga mawar berwarna merah terang dan Riku mulai merasakan sakit yang luar biasa.
Lalu tiba tiba Erin muncul entah darimana. Saat melihat Riku yang kesakitan, Erin panik dan berusaha membantu Riku.
"Riku daijobu?!" Baru saja Erin akan keluar, salah satu tangan Erin ditahan oleh Riku.
"Dame....Erin...aku tak ingin..argh...mem...buat mereka...kha..argh...watir....sebaikanya kau...ambilkan...inhalerku...saja...." Kata Riku terbata bata menahan rasa sakitnya.
"Argh...!!!" Riku makin mengerang kesakitan sembari memegangi lengan kirinya. Setelah 30 menit akhirnya, rasa sakit itu hilang dan Riku sudah merasa lebih baik.
"Ne Riku, tanda apa yang ada dilengan kirimu? Aku tak pernah tanda itu." Tanya Erin saat Riku sudah mulai tenang.
"Ini ada setelah aku melihat sesuatu dikristal kehidupan Erin. Tanda ini akan bereaksi kalau akan ada bahaya dalam waktu dekat." Jelas Riku lalu ia beranjak mandi yang sempat tertunda.
"Kau bisa melihatnya? Sugoi, aku saja saat melihatnya buram. Tapi kita tidak memperbolehkan memberitahukan pengamatan kita ya." Kata Erin yang masih berdiri ditempatnya.
"Iya, kita hanya bisa memperingatkan saja. Ya sudah aku mau mandi, kita bicara nanti." Lalu Erin menghilang dan Riku melanjutkan mandinya.
Skip time~
Seusai makan malam Riku kembali ke kamar. Selama makan malam, Riku dihujani berbagai pertanyaan terutama dari Rei. Riku hanya bisa menjawab kalau dia hanya mengerjakan tugas yang sempat tertunda.
Setelah melepas wig dan lensa kontaknya, Riku kini sedang merebahkan dirinya dipulau kapuk kesayangannya. Tidak ada angin tidak ada hujan, Erin muncul disamping kasur Riku.
"Riku!! Kau rindu aku tidak?!" Tanya Erin girang.
"Gak." Jawab Riku singkat, padat, jelas.
"Hidoi ne Riku." Erin pundung dipojok kamar Riku.
"Ne Erin, apa kau tidak pernah mengalami hal tadi?" Tanya Riku memegangi lengan kirinya.
"Tidak, tapi aku dengar kalau ada seseorang yang bisa melihat apa yang dilihat oleh kristal dengan jelas, dia akan mendapatkan sesuatu. Aku tak tahu apa itu." Jelas Erin sembari melayang layang tak jelas.// Maklum dia kan hantu.
"Souka, tapi apa kau pernah mendapatkan takdir yang sangat membelenggumu?" Tanya Riku lalu ia duduk dipinggiran kasur.
"Tidak. Tapi Riku sesulit apapun ujian yang Kami-sama berikan dan seberat apapun ujian itu, kau pasti bisa mengatasinya karena Kami-sama tak akan memberikan ujian yang tak bisa hambanya kerjakan." Riku pun tersenyum kecil.
"Arigato Erin. Kalau begitu aku tidur dahulu, besok aku ada job pagi." Tak butuh waktu lama, Riku pun tertidur pulas. Erin yang melihat itu tersenyum sendu lalu ia menembus menuju balkon dan menatap bulan yang bersinar terang.
"Kau punya tanggung jawab yang besar ya Riku. Tapi aku yakin kalau kau bisa menanggungnya karena Riku yang aku kenal adalah orang yang pantang menyerah dan pekerja keras." Bersamaan dengan berhembusnya angin malam, Erin menghilang.
Keesokkan harinya...
Riku terbangun dari tidurnya, lalu ia bergegas mandi karena ia mendapatkan job jam 8 pagi dan sekarang jam 5 pagi.
Saat Riku melepas baju atasnya, terlihat dipunggung terdapat luka 6 tahun lalu. Didada kanannya terdapat goresan sepanjang 5 cm dan dilengan kirinya terdapat tanda seperti bunga mawar.
"Hah...sudah 6 tahun, hampir 7 tahun luka ini tidak pernah hilang. Walaupun tidak ada rasa sakitnya tapi tetap saja." Gumam Riku lalu ia mandi.
Seusai mandi, ia memakai wig dan juga lensa kontaknya. Setelah selesai, Riku kemudian turun untuk sarapan. Saat keluar kamar, ia bertemu dengan Rei.
"Ohayou Rei." Sapa Riku.
"Ohayou mou. Hari ini siapa yang akan menyetir?" Tanya Rei lalu mereka berjalan ke ruang makan.
"Kau saja, aku lelah. Aku dengar, nanti aku tampil diacara variety show lalu ada mistery guest ya?" Tanya Riku memastikan dan Rei mengangguk. Sesampainya diruang makan, ternyata Hikari, Kairo dan Mina sudah berada dimeja makan.
"Ohayou minna." Sapa Riku dan Rei bersamaan.
"Ohayou Riku-nii/Riku/Ri-chan,Rei." Balas Hikari, Kairo dan Mina lalu mereka sarapan dengan tenang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc
Minna-san, Amy kembali nih. Akhirnya chap kali ini selesai. Yey.
Jangan lupa dukung dengan cara vote dan komen. Lalu Amy mohon maaf apabila ada typo atau semacamnya.
Jaa ne minna~
Write: 09/11/2020 - 13/11/2020
Publish: 13/11/2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top