Tiga Belas
Anak itu.. Sedang apa, ya? Apakah dia sudah makan? Apakah dia bermimpi aneh lagi? Apakah dia baik-baik saja? Apakah pria itu.. Memperlakukannya dengan baik?
Cih.
***
Hector keluar dari kamarnya, menyapa Ken dan Phel yang tengah sibuk sendiri-sendiri di meja makan. Pakaiannya rapih, seperti hendak menghadiri suatu pertemuan formal.
"Selamat pagi, anak-anak." Rautnya agak muram saat mendapati bangku yang biasa putri kesayangannya duduki kosong.
"Selamat pagi, Ayah."
"Ada acara apa sepagi ini, Yah?" Tanya Ken, terheran.
"Keluarga Hammond mengundangku untuk minum teh dan makan siang bersama di kediamannya di Sina." Sang Ayah mengerang frustasi sembari menyesap kopi pagi harinya. "Untung saja anak itu sedang pergi."
"Apa ini soal tawaran perjodohan lagi?" Phel melonjak, menampakkan raut tak suka.
"Entahlah, aku tidak tahu."
"Kenapa Ayah tidak tolak saja?" Ken mengelak.
"Hammond adalah kawan baikku, lagi pula aku sendiri belum tahu pasti alasan kenapa dia mengundangku."
"Kawan baik apanya, Ayah? Kemana saja dia selama ini?" Geram Phel.
"Anggap saja begitu." Hector menenggak habis kopinya lalu bangun. "Jemputlah adikmu sore ini, aku pergi dulu."
"Sore ini?" Phel memerah.
"Kau juga, Ken, ikutlah dengan Phel."
"T-Tapi Bar nya.."
"Libur saja untuk hari ini, kau sudah bekerja keras, Kenneth." Dia tersenyum. "Aku akan makan malam di rumah, jadi kalian jangan keluyuran."
"Baik, Ayah."
"Sampai jumpa, anak-anak."
Pintu membanting, meninggalkan kedua bocah itu dalam keheningan yang tak mengenakan.
Lima belas menit kemudian, Ken berdiri dan menepuk lembut bahu Phel.
"Hey, apa kau serius?"
"Apanya?" Phel mendongak, terheran.
"Soal perasaanmu itu."
Phel menatap bocah dungu itu dengan hati-hati. Kemudian, menatapnya tajam. "Iya. Aku serius."
"Apa kau tidak merasa.. Well, agak aneh?" Tanyanya
"Aku merasa aneh, tentu saja, Ken." Phel tertunduk, tatapannya jatuh ke tanah. "Tapi, aku tidak bisa berpura-pura terus seperti ini. Aku lelah."
"Kau sangat mencintainya, ya?"
Dengan seringai lemah, dia melempar pandangannya ke arah pintu kamar gadis itu. "Ya."
"Sebenarnya, beberapa hari lalu Ayah memintaku untuk membahas tentang ini denganmu.." Lirih Ken, tak enak. "Dia khawatir."
"Aku tahu itu, Ken. Tentu saja dia khawatir.."
"Aku yakin, perlahan-lahan Ayah pasti akan menerimamu. Tapi, bukankah hasil dari semua itu berbalik lagi pada bagaimana jawaban yang akan (Y/N) beri? Selama ini dia menganggapmu sebagai kakak laki-lakinya seorang, lalu tiba-tiba kau datang dan menyatakan cinta. Itu aneh, Phel."
Deg-- Benar.
"Aku jadi penasaran. Kira-kira.. Dia akan memberikan jawaban yang seperti apa, ya?"
"Bukan itu maksudku, bodoh." Ken melempar tawa lalu kembali bersandar ke kursinya. "Jangan terburu-buru."
"Iya.. Mungkin kau benar. Aku terlalu terburu-buru."
"Memang aku benar, dasar jangkung dungu."
Phel menghela napas. "Aku hanya.. Takut."
"Apa yang kau takutkan, bung?! Yang benar saja?" Ken meronta, kepalan tangannya memukul meja. "Kau memiliki semuanya, Phel. Pekerjaan bagus, tampang di atas rata-rata, digemari semua orang. Apa lagi?"
"Kau bicara seolah kau tidak tahu apa yang kumaksud, dasar penggerutu."
"Memangnya apa--" Ken terhenti, lalu dia tersadar. "Oh. Levi Ackerman, bukan?"
"Anak itu tergila-gila padanya." Katanya, dengan suara sedikit terpekik.
"Itu mustahil, kan? Apa yang akan Ayah katakan jika dia tahu? Maksudku, tentu saja Levi Ackerman adalah sosok yang sempurna. Tapi usia mereka.."
"Hey, Ken, apakah Ayah akan peduli dengan yang seperti itu? Kau tahu sendiri, Ayah tidak pernah membatasi hal-hal semacam itu, asalkan putrinya senang. Kau lupa kejadian empat tahun yang lalu?"
"Tapi--"
"Guru sekolah menengah itu bahkan tampak sepantaran dengan Levi. Kau lupa apa yang waktu itu Ayah lakukan?"
"Maka dari itu, buktikanlah pada Ayah kalau kau yang lebih pantas darinya, dasar bodoh!" Jerit Ken, menarik kerah baju pria itu. "Kau terlalu pesimis! Jika kau mencintainya, berjuanglah sedikit lebih keras!"
Ah..
Dia benar lagi.
***
"Hee~ Aku tak percaya kita malah bertengkar di hari terakhir!" Protes gadis itu sambil mengguncang pundak Levi.
"Salah sendiri kemarin kau pakai acara merajuk ingin jalan sendiri." Gerutu Levi, menyentil pelan kuping (Y/N). "Cepat rapihkan barangmu, kapal kita akan berangkat dua jam lagi."
"Baik!" (Y/N) menurut dan menghambur ke tasnya. Dia menyusun ulang pakaiannya dengan cepat, acak-acakan tak karuan, membuat Levi geram melihatnya.
Levi duduk di sebelah gadis itu dan merampas tas pakaiannya. "Duduk manis dan perhatikan dengan benar."
"Hey, aku bisa sendiri!"
"Tapi caramu itu salah, bocah."
"Hee~ Yang penting cepat selesai."
Levi melipat pakaian-pakaian itu dengan begitu teliti dan rapih, membuat (Y/N) menganga. Kehandalan tangannya seperti ibu-ibu!
"Jangan asal-asalan." Levi terkekeh pelan, melirik ke arahnya. "Apa kau paham?"
"Paham, pak!"
"Sekarang, ayo kita ke Pelabuhan."
Levi mengacak-acak rambut gadis itu sebelum dirinya berdiri dan mengemas barang bawaannya. (Y/N) menyimak dalam keheningan, tersenyum sambil beberapa kali menyiuk panjang.
Mereka keluar dari kamar itu dan berjalan beriringan. Kali ini Levi tak menepis saat (Y/N) berusaha menggenggam lengannya. Dia justru.. Menginginkannya.
"Levi.. Selama kau jadi prajurit, siapa teman terbaikmu?" Tanya gadis itu, memecah keheningan.
"Teman, ya?" Lirih Levi, matanya menggelap. "Teman-temanku mati di ekspedisi pertama mereka."
"Apa? Maaf--"
"Tadinya, tujuanku bergabung Survey Corps adalah untuk.. Membunuh Komandan Erwin Smith."
"Huh?!" (Y/N) tersedak.
"Sudah kuduga kau akan terkejut. Tapi, saat tubuh-tubuh temanku dikoyak habis oleh para Titan di hadapanku secara langsung, aku.. Berubah pikiran."
"Kau ini sebetulnya apa? Pembunuh bayaran?"
"Bukan-- Dulunya, aku tinggal di Kota Bawah Tanah. Aku.. Merampok dan melakukan hal-hal semacamnya. Lalu suatu hari seseorang menawarkan padaku suatu pekerjaan kotor dengan imbalan yang kuimpikan."
"Pekerjaan kotor itu.. Membunuh Erwin Smith?"
"Bukan. Tapi, jika aku tidak membunuhnya, aku tidak akan mendapatkan itu.." Levi mengerjap sesaat. "Sebuah Dokumen, atau apalah itu."
"Lalu, apa kau berteman dengannya setelah itu? Maksudku, setelah kau berubah pikiran dan bergabung.."
"...Ya."
(Y/N) merasa pukulan rasa bersalah saat mendapati raut wajah Levi memucat. "Maaf.. Malah membahasnya. Soalnya aku sangat penasaran denganmu."
Cengkeramannya terlepas dari lengan Levi, namun dengan cepat pria itu menyambar dan menggenggamnya erat kali ini. Tingkahnya yang aneh itu membuat (Y/N) terkekeh dan terheran di waktu yang bersamaan.
"Kalau aku jadi prajurit, kira-kira aku akan terlihat keren juga nggak, ya?"
"Kau kan anak cengeng, mana keren."
"Hee~ Aku kuat, kok!"
"Kuat apanya, minum bir tiga botol sudah tepar?"
"Jangan sok keren, deh. Tiga botol itu banyak, tahu."
"Hey, omong-omong," Levi menghentikan langkahnya. "Maaf soal yang kemarin.."
"Ah.. Tidak. Aku yang minta maaf karena bicara sembarangan." (Y/N) memalsukan tawa. "Oh, dan tolong, masalah kemarin jangan di bahas lagi."
Hey, Levi..
Kalau nanti aku berhenti mengejarmu..
Apa kau akan merindukanku?
Kata-kata itu kembali menghantui benaknya. Membuatnya jadi entah kenapa..
Kesal.
***
Belakangan buntu bgt huhu ༎ຶ‿༎ຶ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top