12. Maafkan aku
Mia POV
Aku merasakan angin yang menamparku pelan. Walaupun terasa sakit, tetapi aku mencoba sekuat tenaga membuka mataku.
"Pange... ran?"
"Apa kau kedinginan?" tanya pangeran Lowel sambil melihat ke arahku.
Aku menggeleng lalu tersenyum, "Terimakasih," karena aku sadar ia menyelimutiku dengan jubahnya.
"Mengapa?"
"Huh?"
"Mengapa kau mengejarku?" tanya pangeran Lowel dengan raut wajah sedih.
"Karena... kau telah melanggar janjimu," kataku sambil berusaha keras untuk tersenyum.
"Aku minta maaf telah melanggar janjiku denganmu, tetapi kau tidak perlu mengejarku. Seharusnya kau menyerah. Mengapa?" tanya pangeran Lowel sedih.
Karena aku mencintaimu. Tidak mungkin aku mengatakan hal itu bukan? Aku menghembuskan nafas pelan, "Karena aku menghawatirkan dirimu."
"Beristirahatlah sebentar lagi," kata pangeran Lowel pelan setelah terjeda beberapa detik.
"Aku percaya padamu pangeran ahli pedang, sihir dan vampir yang kuat," kataku sambil memejamkan kedua mataku dan kembali terlelap.
.
.
Aku kembali membuka mataku. Bukan langit yang terlihat olehku, tetapi tenda.
Eh, tenda?
Aku mencoba bangkit dan merubah posisi tidurku menjadi posisi duduk. Sekarang benar-benar berada di tenda. Tunggu, pangeran Lowel pergi lagi?! Astaga, ya sudahlah. Jika ia kembali terluka aku hanya perlu menghabiskan sihirku!
"Eh, kau sudah bangun rupanya," kata seseorang dengan telinga runcing menyibak salah satu kain penghubung.
"Uh... Lurch ya?"
"Ternyata kau mengingatku, suatu kehormatan bagiku," katanya sambil tersenyum.
"Eh? Eh? Mengapa kehormatan? Aku hanyalah seorang butler, seorang pelayan loh," jawabku kaget.
"Jika diingat oleh seseorang itu adalah sebuah kehormatan. Lalu bolehkan saya bertanya?" tanya Lurch tanpa menyingkirkan senyuman dari wajahnya.
"Uh, silahkan."
Lurch mendekatiku dan berhenti di telingaku, "Apakah kau wanita?"
"Wah sudah ketahuan ya? Kau benar sekali," kataku sambil tersenyum.
Lurch terdiam menatapku dengan wajah yang tidak sedekat tadi. "Kau mempunyai kekuatan Elianor?"
Aku mengangguk, "Iya, benar lagi."
"Seharusnya kau tau apa yang kau lakukan!!" serunya kesal yang membuatku kaget.
"Em... maaf?"
"Kau tau apa kelemahan peri Elianor?!" tanyanya kesal.
Aku menunduk lalu kembali mengangkat kepalaku untuk mengangguk pelan sambil melihatnya.
"Jika kau tau, mengapa kau melakukan ini?!"
"Jika tidak... ia akan mati. Denyutnya terlalu pelan. Ia masih ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Berbeda denganku yang tidak memiliki ingatan. Tidak akan ada yang sedih...-" ucapku pelan.
"Aku akan sedih," kata Lurch yang membuatku terdiam lalu melihatnya bingung.
"Ia akan sedih, Putri Vionna akan sedih, kami semua akan sedih. Kau tidak sendiri, jangan menganggap kau sendirian," katanya sambil tersenyum lembut.
Aku menatapnya kaget, terdiam untuk sejenak. Sepertinya aku memang melupakan jika aku tidaklah sendirian, untuk sekarang. "Terimakasih, terimakasih Lurch, maksudku pangeran Lurch."
"Kau dapat memanggilku Lurch," katanya sambil meletakkan telapak tangannya di atas kepalaku.
Aku terdiam melihatnya.
Ia akhirnya menarik tangannya dengan ekspresi kaget, "Maaf! Aku mempunyai adik perempuan yang cengeng dan kau mengingatkanku padanya," katanya dengan nada bersalah.
Aku terkekeh, "tidak apa-apa, terimakasih kak Lurch."
Ia tersenyum lebih lebar dari pada sebelumnya. "Tetaplah di sini. Perutmu belum sembuh benar. Lalu jangan terlalu banyak bergerak untuk sekarang," katanya serius sambil berlalu pergi.
"Baik," kataku sambil tersenyum.
Saat ia keluar dengan menyibak tenda, perasaan tak nyaman melintasiku. Apakah ini perasaan dari orang-orang yang ada di sini?
"Kak Lurch," panggilku sebelum ia berjalan lebih jauh.
"Ada apa?" tanyanya sambil berbalik.
"Apakah di sini banyak orang-orang yang terluka?" tanyaku.
Kak Lurch terdiam sejenak, "iya kau benar. Karena itu jangan terlalu berisik ya," kata kak Lurch sambil tersenyum kembali.
"Aku mengerti kak," kataku sambil tersenyum juga.
Kak Lurch akhirnya berbalik dan menghilang dibalik tenda penghubung itu. Aku memejamkan mataku dan merasakan kesakitan dari sekeliling tendaku. Aku kembali membuka mataku dan menatap tanah dengan sedih.
Aku harus melakukan sesuatu. Pandanganku bergeser ke arah kedua telapak tanganku yang aku gerakkan agar saling bersentuhan. Sedikit demi sedikit cahaya ungu muncul dari kedua telapak tanganku. Aku tersenyum saat melihat cahaya itu bertambah banyak dan berpencar lalu menghilang.
Setidaknya dengan ini mereka tidak akan benar-benar kesakitan secara mental. Mungkin sebagian besar dari mereka dapat tertidur pulas? Aku harap ini cepat berakhir. Oh iya, mungkin sebaiknya aku menggunakan sihir penyembuh untukku sendiri.
.
.
Beberapa jam kemudian kak Lurch datang ke arahku.
"Apakah kau keberatan jika ada yang ikut di dalam tendamu?" tanya kak Lurch.
"Tentu saja, itu bukanlah masalah," kataku sambil tersenyum.
Kemudian beberapa orang masuk, ada yang berjalan dengan penuh perban, ada juga yang mengangkat seseorang menggunakan kasur kecil. Terdengar langkah kaki mendekatiku, saat aku menoleh ternyata itu adalah kak Lurch.
Ia mendekatkan bibirnya di telingaku, "mengenai para pasien, itu perbuatanmu?" bisik kak Lurch lalu menjauhkan wajahnya.
Aku menahan senyumku yang mengembang mengingat apa yang aku lakukan tadi, "apa maksud ka Lurch?" tanyaku sepolos mungkin.
Tetapi ka Lurch tersenyum penuh arti. Walaupun begitu aku tetap berusaha dengan keras untuk tidak tersenyum.
Setelah itu kak Lurch pamit untuk kembali melakukan pekerjaannya, aku mendengarkan percakapan dari setiap mereka yang ada di sini. Kadang kala mereka saling menjaili, bercanda, menceritakan pengalamannya dan juga mengenai pertarungan ini.
Sepertinya pada pertarungan ini sedikit kekurangan anggota karena musuh lebih banyak. Bagaimana dengan yang lainnya? Walaupun penuh dengan perban dan jahitan, mereka tetap bisa tersenyum dan secara diam-diam aku kembali mengeluarkan sinar ungu di balik selimutku.
Setelah beberapa jam aku berjalan keluar dan mendapati angin malam yang sedang berhembus pelan.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya sebuah suara di belakangku.
Saat aku berbalik terlihat kak Lurch melihatku dengan tatapan kawatir.
"Oh hai kak Lurch, apakah pekerjaanmu telah selesai?" tanyaku tanpa membalas pertanyaan kak Lurch.
"Iya, kira-kira seperti itu. Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana jika lukamu bertambah buruk?" tanya kak Lurch sambil mendekatiku.
"Oh, hahaha tenang saja. Asalkan aku tidak berbuat sesuatu yang tiba-tiba tidak akan terjadi apa-apa," kataku sambil terkekeh.
"Aku harap seperti itu," kata kak Lurch sambil melihat langit-langit.
Aku hanya tersenyum lalu ikut memandang langit-langit. Tiba-tiba aku melihat sesuatu yang sepertinya terbang ke arah kami.
"Kak Lurch, apa itu?" tanyaku sambil menunjuk arah sesuatu itu.
"Eh, apa?" tanya kak Lurch sambil melihat ke arah yang aku tunjuk tadi. "Itu burung peliharaan Adrelia! Semuanya bersiaplah!" seru kak Lurch ke arah dalam tenda.
Tepat seperti yang dikatakan kak Lurch bahwa itu adalah sebuah burung dan ia membawa Ratu Adrelia yang terluka di atasnya. Kak Lurch langsung membawa Ratu Adrelia turun dan menaruhnya di kasur emergency.
Aku tak mengikuti mereka karena takut menghalangi mereka. Ini menyangkut nyawa. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain mencoba menyembuhkan mereka dari jauh. Semoga saja ini dapat membantu mereka. Tetapi kini aku tak tenang mengenai pangeran Lowel. Apakah ia akan baik-baik saja?
Author POV
Lowel berjalan mengikuti arah instingnya yang mengatakan dimana letak seseorang yang telah menusuknya itu.
"Ahli pedang, sihir dan vampir yang kuat."
Perkataan Mia kembali terngiang dikepala Lowel yang secara tak langsung menjadi kekuatan untuknya dapat berjalan. Ia menyibak salah satu ranting kecil sambil melihat ke sekelilingnya. Terlihat beberapa orang yang ia yakini sebagai ras vampir yang dibuat oleh Kurtez.
Lowel mulai menggenggam pegangan pedangnya dan menariknya pelan. Ia melangkahkan kakinya maju dan mulai mengibaskan pedangnya. Awalnya berjalan dengan mulus, sampai beberapa dari mereka mempunyai senjata yang dapat menahan Lowel.
Adu senjata terdengar nyaring, beserta suara tendangan dan beberapa orang yang terjatuh. Lowel terus memfokuskan perhatiannya di setiap arah sambil mencari seseorang. Setelah semua orang yang menjadi lawannya tak lagi bergerak, Lowel menenangkan nafasnya.
Tak lama terdengarkan tepukan tangan dan langkah kaki yang mendekatinya. Lowel menatap kesal ke arah datangnya suara.
"Hebat. Kau memanglah muridku yang hebat," kata Kurtez dengan senyum sinisnya.
Lowel mengangkat pedangnya dan mengarahkannya ke arah Kurtez, "kau bukanlah guruku," kata Lowel serius.
"Penghianatan? Menarik," kata Kurtez yang semakin tertarik.
Tanpa membalas Kurtez, Lowel berlari mendekatinya lalu mengayunkan pedangnya yang dapat dihindari oleh Kurtez. Lowel mengeluarkan sihirnya dari pedangnya yang mengarah ke arah Kurtez, tetapi dapat tertahan walaupun itu membuat Kurtez terdorong.
Serangan dan pertahan antara mereka berdua berjalan dengan cepat. Sampai akhirnya sebuah sinar mulai terlihat di langit yang gelap itu.
Mia POV
"Kak Lurch!" panggilku sambil mencari kak Lurch di dalam tenda.
"Ada apa?" tanyanya bingung.
"Pangeran Lowel belum juga kembali! Matahari mulai menampakkan sinarnya sekarang!" seruku panik.
"Tunggangi saja Olie, ia akan membantumu mencari Lowel," kata Ratu Ardelia di atas kasurnya.
"Olie?" tanyaku bingung.
"Itu adalah nama burung yang membawa Ardelia semalam," kata kak Lurch sambil tertawa kecil.
"Baiklah, aku pinjam Olie sejenak!" seruku sambil berlari keluar.
"Jangan paksakan dirimu!" seru kak Lurch dari dalam.
"Baik!"
Aku berlari menuju Olie yang sepertinya mendengar langkah kakiku dan melihat ke arahku.
"Aku mohon, bantu aku mencari pangeran Lowel!" pintaku.
Olie memiringkan badannya seakan-akan membiarkanku untuk naik di atasnya. Dengan perasaan gembira, aku menaiki Olie dan berpegangan pada bulunya erat.
Olie merentangkan sayapnya lalu mulai melayang di atas tanah. Selama di langit sambil mencari-cari pangeran Lowel aku terus memohon agar ia baik-baik saja. Pandanganku tertuju pada jubah biru tua yang sedikit berkibar di lapangan. Itu dia!
"Pangeran Lowel!" seruku senang.
Olie memiringkan badannya untuk mendarat di tempat yang tak jauh dari pangeran Lowel berada. Setelah melandas, aku langsung melompat turun tetapi pijakanku salah membuatku terjatuh dan sepertinya lukaku kembali terbuka. Ini buruk!
Aku tak boleh menyerah! Aku sudah sampai di sini! Setidaknya aku dapat yakin bahwa ia baik-baik saja!
Tanpa peduli apakah dengan menekan perutku dapat memperburuk ataupun menghambat pendaratan ini, aku tetap berjalan menuju titik yang aku lihat saat di atas.
Sebelah tanganku aku pakai untuk menyibak ranting maupun semak-semak yang mengahalangi pengelihatanku. Semakin lama, terlihat seseorang dan sesuatu seperti debu yang di terbangkan angin.
"Pangeran...?"
Seseorang tersebut berbalik dengan cepat, "Mia? Mengapa kau?"
Aku berjalan sekuat tenaga mendekatinya, "katakan! Katakan padaku!" seruku sambil menahan rasa sakit yang kembali menjalar.
"Katakan apa?" tanya pangeran Lowel dengan nada bingung lalu menangkap kedua lenganku.
"Katakan bahwa kau baik-baik saja!" seruku sambil mengangkat wajahku dan melihat ke dalam matanya.
"Mia?"
"Katakan! Katakan padaku!" seruku yang entah mengapa air mataku mulai mencair dan memenuhi pandanganku.
"Tenang saja, aku baik-baik saja," katanya pelan.
Air mataku tumpah dari wadahnya dan kelegaan dapat aku rasakan yang membuat senyum tercipta, "syukurlah," kataku lalu kegelapan melahapku.
Dapat terdengar pangeran Lowel memanggil namaku berulang kali, tetapi sesuatu yang mengganjal membuatku merasa tenang. Maaf, tolong biarkan aku beristirahat sejenak.
.
.
.
Di tengah kegelapan ini, sayup-sayup terdengar beberapa suara.
"Apa yang terjadi padanya? Kumohon, jelaskan padaku!"
Vio? Ia terdengar panik. Kau tak perlu panik untuk seorang pelayan sepertiku.
"Pertama kakak, lalu sekarang Mia. Mengapa ini terjadi?"
Maaf telah merepotkanmu.
.
.
"Kakak, apa kau hanya akan berdiam menunggunya?"
Menunggu siapa?
"Ini salahku. Seharusnya aku mengetahui mengenai kelemahannya."
Pangeran? Mengapa kau sedih? Jangan pernah sedih! Kau lebih dibutuhkan daripada aku.
.
.
"Ini sudah seminggu."
Wow lama juga.
"Tidak ada pergerakan sama sekali."
Pangeran...
"Tenang saja, Mia adalah wanita yang kuat. Ia pasti akan bangun nantinya."
"Aku harap begitu."
Kenapa... Kenapa ia memperhatikan seorang pelayan sepertiku?
.
.
"Aku mohon, kau dapat datang."
Kak Lurch? Apa yang ia lakukan?
"Aku tidak...-"
"Kumohon! Hanya kau! Kau hanya perlu datang menjenguknya."
Siapa? Apa yang terjadi sebenarnya?
"Kakak?"
"Baiklah, kami akan kesana."
Berhati-hatilah.
.
.
Suara pintu tertutup pelan tetapi terdengar menyakitkan. Tetapi siapa? Ada apa?
Tak lama terdengar langkah kaki yang mendekatiku, seseorang yang duduk di kursi yang posisinya ada di sebelah kasurku.
"Aku mohon, bukalah matamu."
Mengapa anda membuat permohonan seperti itu padaku pangeran?
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang dingin di telapak tanganku. Rasa dingin yang membuatku nostalgia dan menenangkanku. Tetapi ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuhku. Tidak. Ini tidaklah benar!
Author POV
Tangan Mia yang berada di genggaman Lowel bergerak yang membuat Lowel kaget sekaligus senang. Tetapi kesenangan itu lenyap saat tangan Mia menepis tangan Lowel.
Dengan sekuat tenaga Mia berusaha duduk di kasurnya, "jangan. Jangan lakukan itu sekali lagi," katanya pelan sambil terus berusaha untuk duduk.
Lowel yang sedang berada di emosi yang tidak stabil merasa kesal, "apakah itu yang dapat kau ungkapkan setelah tak sadarkan diri selama ini?"
"Jangan lakukan hal itu sekali lagi," kata Mia sambil menunduk.
"Baik, terserahmu," kata Lowel sambil berbalik dengan perasaan kesal menuju pintu kamar Mia.
Vionna dan Adean yang menunggu di depan kamar Mia terkejut dengan pintu yang di buka dengan emosi. Mereka melihat Lowel yang selama ini setia di dalam kamar Mia kini keluar dengan sendirinya. Pandangan mereka teralih menuju apa yang ada di dalam kamar itu.
Terlihat Mia yang telah sadar, tetapi ia menunduk dan memegang sebelah tangannya erat.
"Jangan, aku tak mau menyerapnya," kata Mia dengan suara yang sangat pelan.
.
.
.
.
.
-(19/08/2017)-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top