5 : DUA INDIRA

Dedicated to : jojobanana19yolanggieernamaldiniRievaElAzkarputudamayantiimaryesi687deasmaraniririe26ellfandyFianhaslafi1412FatimahZahrosyahazzarinahishadowshadesKentwulan4MayaTiaDiyah28InayahIkaAgustiahemamaliaatikyulianelvarinaninionvonruminisuratno7manisa02sachraniAyuFebriDAPTikHanGincuMerahWanitasubekti2109yenioktaviaamelsinagabowoEmaYufinamellhasanrahmalapsirzarnila22Aryawicaksono20KharinMIpeh01Raffkyaaliyah1222yumeighafaragustisyahjjellfandyainov_irukaWahyu_SusantiRidaravarsa30faraauliamozamujeMilkyusheila1508BektiAnugrahenitrisnawatiyonopuri94nessanessaRuisyaSagitawonosoboSusilawatiDatimLuvTiAomchie90liebewinonarhayoetanti21RitaverengkieAisyahturRedhoWindyPratiwisalsabilah04nanasoemeri29AyuTiyosoSuzanCantikMissRedpelKidungeAtieAlfiNurhasanahWiensacyntiadewistephanliealisa_azisnitagemilazy_ErieRahmawatiMahmudhanitetehnajinggaseptirhannasajad_tonggoAmiannisaViOnaKeithMariaDonicaCiindyyyyfauziahnurimanRezwa90adistyaja27diahdee87ratu_kyuhaealriyati.

Dan masih banyak yangtak tersebut oleh jari saya, maka saya ucapkan selamat membaca ... Jika di sini Ibra sama brengseknya seperti Rafael, maka kita akan menemukan ending yang tak terduga, ada di kepala kita,

Selamat menikmati, semoga menghibur ...


Biar aku cicipi manis senyummu saat bangun pagi,

Sebelum sepahit-pahitnya rindu menghinggapiku sepanjang hari...


Malam ini, meski penat tetapi Ibra memastikan akan tiba di rumah Daniel sebelum jam sepuluh malam. Tekadnya kali ini sudah membulat, karena dia tak ingin mengulang kisah yang sama untuk kedua kalinya. Jika dulu Ibra kehilangan Indira karena sikapnya yang tak serius menanggapi hatinya, juga karena terdesak waktu ujian, tapi kini Ibra tak mau berkompromi.

Dia harus memiliki Indira, apapun caranya. Dan bekerjasama dengan Daniel sepertinya akan sedikit memuluskan rencananya.

"Bik ... aku akan ke rumah Daniel, dan mungkin akan pulang sedikit larut. Jadi tak usah menunggu, saya akan bawa kunci sendiri," Ibra pamit kepada Bik Uni, pembantu rumah tangga yang sudah lama bekerja padanya.

"Baik, Mas"

Dengan langkah yang meskipun terlihat lelah, tapi Ibra mengabaikannya kali ini. Tujuannya jelas, ke tempat Daniel. Karena laki-laki yang satu itu biasanya punya banyak solusi berkaitan dengan perempuan. Ibra berharap bahwa langkahnya malam ini bukan suatu kesalahan.

"Hahahahaha ..." Daniel tergelak begitu Ibra mengatakan niat kedatangannya.

Ibra hanya tersenyum aneh, bahkan dia merasa demikian aneh ketika akhirnya menemukan Indira kembali, tanpa sengaja. Yang sialnya, ternyata mereka berada dalam kota yang sama, bahkan mungkin wilayah yang sama.

"Tak biasanya kamu kelabakan urusan perempuan ?" Daniel menuangkan minuman ke dalam gelas yang ada di mini bar ruang tengah rumah Daniel.

"Entahlah. Aku merasa demikian terseret dengan perempuan yang satu ini," kata Ibra lirih, sambil mengambil minuman itu dan menyesapnya pelan.

Daniel kembali tergelak.

"Aku peringatkan saja ya, Ibra ... Livi itu sudah ngejar kamu dari jaman kuliah. Nah, saat kalian mulai dekat begini, lantas kamu akan meninggalkannya hanya demi seorang perempuan di masa lalu kamu ?"

Ibra terkejut dengan reaksi Daniel kali ini. Dia menatap tajam ke arah laki-laki itu. Sementara Daniel yang mendapat tatapan tajam dari Ibra sedikit terkejut tentu saja.

"Aku pernah kehilangan perempuan ini karena terlalu meremehkan keadaan, bahwa bukan aku yang datang pada perempuan, tapi perempuan yang datang padaku"

"Dan kamu benar dengan keyakinan itu kan, nyatanya Livi tak lelah mengejarmu sampai sekarang"

Ibra tersenyum sedikit sinis.

"Kamu tak akan mengatakan bahwa Indira adalah perempuan biasa jika kamu bertemu dengan orangnya," Ibra berkata dengan datar sambil menatap gelas yang isinya mulai berkurang.

Mendengar nama Indira, Daniel sedikit terkesiap.

"Siapa nama perempuan itu ?" Daniel bertanya penuh selidik.

"Namanya Indira," jawab Ibra dengan santai.

Daniel terdiam. Sedikit terkejut dan tentu saja meragu. Tak mungkin Indira yang dimaksud Ibra adalah Indira yang selama ini dikenalnya dengan baik. Toh ada banyak sekali nama Indira di dunia ini.

"Dia memang tak secantik Livi, tapi entah mengapa dia begitu kuat mempesonaku," kata Ibra sedikit puitis membuat Daniel tergelak mendengarnya.

"Aku jadi penasaran dengan perempuan yang ada dalam fantasimu itu."

Ibra tersenyum.

"Dia bukan sekedar perempuan fantasi, Dan"

Daniel tertawa.

"Okelah, perempuan impianmu ... mungkin ?"

Lalu Ibra tersenyum sambil manggut-manggut. Perempuan impian ? Oke, mungkin istilah ini sedikit berlebihan mengingat Indira hanya perempuan biasa. Sangat biasa bahkan. Yang latar belakangnya pun Ibra sama sekali tak tahu. Hingga saat ini, ketika ruam yang mendebarkan itu kembali hadir di jantungnya, setelah sekian tahun terlelap.

"Jadi ... apa menurutmu aku harus menggunakan cara sesuai keinginanku ?" Ibra menatap Daniel.

Daniel terdiam sejenak.

"Tergantung"

"Maksud kamu ?"

"Kalau kamu menginginkannya hanya karena sebuah obsesi, kamu bisa menggunakan cara apapun sesuai keinginan kamu"

Ibra hanya mendengarkan, menunggu kelanjutan pendapat Daniel tentang Indira.

"Tapi jika kamu menginginkannya untuk kamu jadikan teman hidup, mungkin kamu harus meninggalkan kebiasaan kamu terhadap perempuan"

Ibra menenggak minuman terakhir yang ada di gelasnya. Menelan rasa manis yang berganti menjadi pahit, meski terasa panas di tenggorkannya.

"Oke, terima kasih untuk sarannya," Ibra lantas beranjak dari duduknya.

"Mau kemana ?"

"Seperti biasa"

Ibra mengambil jaket kulit yang tersampir di sandaran kursi. Menyandangnya di bahu kemudian keluar dari rumah Daniel.

Daniel hanya tersenyum sambil geleng kepala melihat Ibra yang kali ini tidak biasa. Karena sepertinya Ibra sedikit kerepotan sampai meminta pendapat Daniel. Padahal biasanya laki-laki itu selalu punya cara sendiri dalam mendapatkan perempuan yang diinginkannya.

Sekembalinya Ibra dari rumahnya, Daniel kembali ke ruang kerja yang ada di rumahnya itu. Beberapa pekerjaan dari pak direkturnya demikian menumpuk dan meminta untuk segera dihandle. Karena meski banyak manajer di kantornya, nyatanya hanya Daniel yang dipercaya.

Ketika duduk di kursinya, Daniel sejenak termenung. Dia ingat dengan ucapan Ibunya tempo hari, saat dia berkunjung ke rumah Ibunya.

Flashback ...

"Ingat usia kamu sudah hampir tiga puluh, Dan. Ibu hanya ingin kamu segera memikirkan untuk menata hidup dengan berumah tangga"

Daniel terdiam. Ini bukan yang pertama kalinya Ibu bicara tentang pasangan hidup. Dan Daniel bukan tak berusaha untuk mendapatkan perempuan sesuai keinginan Ibu, karena dia juga laki-laki normal.

Tapi dari empat perempuan yang pernah Daniel bawa ke rumah, tak satupun yang membuat Ibu mengeluarkan kartu hijau. Ada saja alasan yang Ibu katakan, hingga Daniel sedikit kapok dan nyaris menyerah.

"Belum ada yang pas, Bu," hanya itu yang bisa dikatakan Daniel sebagai jawaban.

"Sampai kapan ?"

Nah, ini pertanyaan Ibu yang paling sulit untuk Daniel jawab. Karena seiyanya dia juga tak tahu sampai kapan dia akan menemukan perempuan sesuai kriteria ibunya. Oke, selere Ibu memang sedikit kolot, tapi yang pasti Ibu menginginkan yang terbaik untuk anaknya, untuk Daniel.

"Ibu sudah mempunyai calon kalau kamu setuju. Dia baik, sopan, dan sangat baik dengan Ibu," tiba-tiba mengatakan ide dengan santai, sambil mengupas jeruk manis yang tersaji di atas meja.

Spontan Daniel memandang Ibunya.

"Bu ? Masa iya hari gini masih musim jodoh-jodohan ?" Daniel protes.

"Dan ini bukan jodoh-jodohan, Daniel. Ini perjodohan sungguhan kalau kamu tahu"

Daniel mendesah.

"Siapa memangnya kandidat Ibu ?"

"Dia Indira"

Jleb !!!

Daniel melotot mendengar penuturan Ibu.

"Indira ?"

Ibu mengangguk. Daniel mendecak.

"Bagaimana mungkin Ibu menyodorkan Indira ? Dia sudah seperti adik buat saya, Bu ?"

Ibu tersenyum.

"Dia perempuan yang paling lama kost di rumah kost kita, Daniel. Dan Ibu sangat tahu sifatnya. Dia perempuan yang ringan tangan dan juga sopan"

"Tapi bukan berarti Indira mau dengan saya dan saya mau dengan dia kan, Bu ?" Daniel masih saja ngotot dengan alasan ibunya.

"Ibu hanya menyarankan, Dan. Ibu sudah sangat mengenal sifat dan kelakuannya. Dia sering membantu ibu jika tidak bekerja. Dia perempuan paling gigih yang pernah ibu lihat"

Daniel kembali mendesah berat.

Bagaimana mungkin Daniel akan mendekati Indira ? Oke, memang gadis itu sopan dan sangat ringan tangan jika ada pekerjaan di rumah induk, rumah Ibu Daniel. Bahkan beberapa kali Ibu juga pernah mengajak gadis itu belanja keperluan rumah. Ibu sudah menganggap Indira seperti putrinya sendiri, karena memang Daniel adalah putra satu-satunya Ibu Rahmi, ibunda Daniel.

"Bagaimana ? Mau mempertimbangkan saran Ibu kali ini ?" Bu Rahmi menepuk bahu Daniel yang masih termenung dengan pikirannya sendiri.

Daniel hanya diam tak menjawab.

Flashback off ...

Sementara Ibra, sekeluarnya dari rumah Daniel, dia memutar mobilnya menuju ke arah pusat kota. Ada kebutuhan manusiawinya yang perlu di puaskan.

Dan di sana, di sebuah klub elite selalu ada fasilitas yang mampu membuat Ibra terpuaskan. Dan ketika sampai di sana, dia segera disambut seorang permepuan cantik dengan polesannya yang serba palsu.

"Hei, Boss ... ," perempuan itu menyapa dengan genit. Ibra hanya tersenyum.

"Perlu sesuatu ?"

Ibra mengangguk.

"Ya, yang sesuai aturan mainku," jawab Ibra sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

Perempuan itu tersenyum manis kemudian berjalan ke dalam. Ibra lantas duduk di kursi bar yang kebetulan ada yang kosong. Belum lagi dia memesan minuman, seorang perempuan datang padanya.

"Kata Madam ... Boss perlu teman kencan malam ini ?" perempuan cantik itu menyapa sambil meraba lengan Ibra dengan sentuhan halus, membuat ibra spontan merinding disko karenanya.

"Ya," jawab Ibra dengan suara yang mulai tidak normal, karena menahan nafsunya yang mulai terbangkitkan.

Perempuan purel itu tersenyum genit menawarkan birahi yang panas.

"Dan yang pasti tidak di sini kan ?" purel itu berbisik lembut sambil menggigit cuping telinga Ibra, membuat laki-laki itu semakin hilang kendali.

Maka tanpa tawar menawar lagi, Ibra menyeret perempuan itu dan dengan langkah tergesa membawa perempuan itu keluar dari pub elite itu menuju ke mobilnya. Dengan sekali gerak, ibra menghempas perempuan itu ke dalam jok mobilnya, membuat perempuan itu menjerit kecil dengan sedikit dongkol.

Ibra memutari mobilnya kemudian duduk di kursi kemudi. Lantas dengan segera, ia bergegas meninggalkan pelataran parkir pub untuk menuju sebuah hotel mewah yang sudah menjadi langganannya.

"Malam ini aku ingin dipuaskan," Ibra berbisik dengan suara datar ke telinga perempuan purel yang sebenarnya cantik itu. Membuat perempuan itu tiba-tiba merasakan kengerian yang tak biasa.

"Tapi dengan cara yang kuinginkan," ibra melanjutkan dengan suara sedikit mengancam.

Dan ini sempurna membuat perempuan purel itu meleleh karena di menit berikutnya, dia melihat laki-laki itu menanggalkan pakaiannya, hingga sekarang sesosok lelaki dengan tubuh sempurna terlihat di depan matanya. Dan di menit berikutnya ...

* * * * *

z9U

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: