EPILOG (END)

Cicitan suara burung, hembusan dingin udara pagi dan fajar yang mulai menyingsing membangunkan tubuh lelah Joanna, selelah apapun dirinya, alarm di tubuhnya sudah di set untuk bangun setiap pagi dan ia tidak dapat tertidur lagi.

Ia tersentak saat pertama kali membuka matanya ia berada di tempat yang tidak ia kenal, sambil mengerjapkan mata ngantuknya ia mengingat kembali semua peristiwa kemarin. Tiba-tiba wajah Joanna tersipu-sipu memerah saat mengingat apa yang terjadi tadi malam, ia telah resmi menjadi Joanna Henderson, karena suaminya kini telah sah memiliki dirinya jiwa dan raga.

Tangan Joanna menarik dan menggenggam erat selimutnya ketika ia sadar bahwa ia tidak mengenakan apa-apa di balik selimut itu. Ia merasakan berat di perutnya, tubuhnya menegang saat tahu siapa pemilik tangan besar itu. Tubuhnya bergidik saat merasakan sentuhan tangan suaminya di kulit mulusnya. Pelan-pelan ia mengangkat tangan Jeffrey, menyingkirkan nya dari tubuhnya. Bagaimanapun ia belum terbiasa dengan sentuhan-sentuhan suaminya yang selalu menghantarkan getaran-getaran aneh di seluruh tubuhnya.

Baru saja tangan Jeffrey di singkirkan kini tangan itu kembali memeluk dan menarik tubuh Joanna ke dalam pelukan Jeffrey, hembusan nafas hangat terasa di tengkuk Joanna.

"Good Morning Honey" ucap Jeffrey dengan suara khas bangun tidurnya yang serak-serak sexy. Joanna terkikik geli saat suaminya menciumi tengkuknya,

"Stop it Je, geli" Joanna lalu bergerak beralih menatap wajah suaminya yang masih memejamkan matanya.

"Jam berapa ini babe? Aku masih ngantuk, kamu gak capek sayang?"

"Masih jam 5 pagi, tidur lagi gih. Aku mau mandi"

"Nanti aja mandinya, dingin sayang. Kita tidur lagi aja yuk" ucap Jeffrey sambil menarik kembali tubuh Joanna yang terduduk di dekatnya, "Aku masih pengen pelukin kamu" tambah Jeffrey.

"Je, kamu kan tau aku selalu terbangun pagi hari. Aku gak bisa tidur lagi"

"Emangnya kamu gak capek ? semalem aja kita tidur udah hampir jam 3 loh" mata Jeffrey mengerling nakal kepada Joanna sambil menyurukan hidungnya ke leher Joanna, menghirup aroma tubuh istrinya itu. Tangan nya kembali menggerayangi tubuh Joanna yang tertutup selimut, berusaha menggodanya.

"Masih sakit Je" cicit Joanna, reflek Jeffrey terbangun lalu terduduk di tepi ranjang, Joanna mengalihkan pandangannya dari tubuh telanjang suaminya yang kini mengambil celana boxer di lemari. Terdengar langkah Jeffrey menjauh, Joanna menoleh melihat suaminya yang pergi ke kamar mandi, tak berapa lama ia keluar lagi dan kini berjalan menuju dirinya. Jeffrey berlutut di hadapan Joanna yang terduduk di tepi ranjang sambil menggengam erat selimut yang membelit tubuhnya. Joanna membelalakan matanya saat Jeffrey mencuri ciuman dari bibirnya, refleks ia menutup mulutnya dengan punggung tangan nya.

"Morning Kiss honey" ucap Jeffrey

"Tapi kan belum mandi dan gosok gigi Je" balas Joanna sambil mengerucutkan bibirnya.

"Biar aja, aku cinta kamu gak cuma pas cantik aja, tapi lagi bau, acak-acakan kayak gini juga bikin gemes pengen aku cium."

"Gombal, aku mau mandi" Joanna menapakkan kakinya di lantai yang dingin yang kemudian menghantarkan denyut nyeri ke pangkal pahanya, ia meringis kecil.

"sakit banget ya sayang?" tanya Jeffrey khawatir, Joanna tersenyum manis kepada suaminya yang kini memasang wajah khawatir berlebihan.

"Gak apa-apa kok, ini kan wajar"

"Aku udah siapin air hangat di bathtub plus minyak essensial untuk mengurangi sakitnya, kamu akan merasakan lebih baik jika sudah berendam air hangat. Kamu mandi dulu aja, nanti aku ambilkan obat pereda nyeri buat kamu"

Joanna mengangguk, terharu dengan perhatian suaminya, "Terima kasih sayang"

"Oh my.... Aku sangat bahagia saat mendengar kata-kata itu meluncur dari bibir manismu. Terdengar manis seperti rasa bibirnya" goda Jeffrey sambil mencuri kecupan lagi dari bibir istrinya.

"Jeee, stop it." Joanna memasang wajah kesal, karena ia tahu ia tidak akan tahan dengan semua godaan suaminya, ia pasti luluh. Sedangkan pagi ini ia ingin bersenang-senang dan berenang dengan adik-adik pantinya sebelum dirinya dan Jeffrey pergi berbulan madu nanti malam. Jeffrey menyerah melihat wajah kesal istrinya, ia lalu membungkukkan badan nya dan bergerak mengangkat tubuh istrinya ke dalam gendongan nya membuat Joanna berteriak kaget.

"Apa yang kamu lakukan Je?" tangan Joanna merangkul leher suaminya, menahan agar tidak jatuh.

"Katanya sakit, di bawa jalan nanti tambah sakit sayang. Kalau kamu mau biar sekalian aku aja yang mandiin" goda Jeffrey sambil mengangkat kedua alisnya menggoda Joanna lagi.

"TIDAK" tolak Joanna, yang di balas dengan helaan nafas Jeffrey yang menandakan dirinya mengalah kepada istrinya itu, ia lalu menurunkan tubuh Joanna saat berada di dalam kamar mandi.

"Beneran gak mau dimandiin? Atau mandi bareng ?" tanya Jeffrey dengan wajah polosnya, Joanna menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah suaminya, "ENGGAK" seru Joanna sambil mendorong tubuh kekar suaminya keluar dari kamar mandi.

"Babe..."

"Keluar Je"

Suara Joanna kali ini pelan dan penuh penekanan membuat Jeffrey berhenti menggoda istrinya namun tiba-tiba ia kembali mendekati istrinya lalu mencium bibir Joanna lama, memagut dan menghisapnya. Hampir saja Joanna terlena dan membalas ciuman itu tapi suaminya langsung berlari keluar kamar meninggalkan dirinya yang melongo karena merasa kurang. Belum hilang keterkejutan Joanna ia kini kembali shock saat melihat kaca besar di hadapan nya yang kini menampilkan tanda-tanda tak senonoh di sekujur tubuhnya.

"JEEE... kenapa kamu bikin kayak giniaannn. Aku gak bisa pake baju berenang kalo gini bentuknya !!"

Sementara itu Jeffrey melemparkan tubuhnya kembali ke ranjang lalu menulikan telinganya dari omelan pertama Joanna sebagai istrinya

Istrinya...

Jeffrey masih tersenyum saat menyebut sebutan kepemilkan itu, rasanya hidupnya sangat sempurna saat ini. tak lama ia pun kembali terlelap ke alam mimpi.

***

Pagi itu keluarga besar Henderson dan Alexandria sarapan bersama di restoran hotel milik Mona, bersama-sama dengan anak-anak panti asuhan dan para pengurus panti yang sengaja diundang oleh Melanie dan Joanna. Senyum bahagia tampak di wajah-wajah polos itu karena merasakan pengalaman pertama menginap di hotel bintang lima dengan pelayanan serba wah yang mereka terima.

"Jo, kamu gak ikut berenang sama temen-temen kamu?" tanya Mona kepada Joanna yang duduk di tepi kolam renang memandangi adik-adik pantinya berenang dan bermain bersama Melanie, Jhon dan Jeffrey. Joanna mencebikan bibirnya kesal.

"Ini gara-gara Jeffrey Bun" jawab Joanna

"Loh kenapa? kenapa dia ngelarang kamu?"

"gak ngelarang Bun, tapi akunya yang malu"

"Malu kenapa?"

Joanna menarik Bundanya mendekat lalu tanpa malu-malu ia memggeser sedikit kaos turtle necknya, memperlihatkan satu tanda merah di lehernya dari sekian banyak tanda kepemilikan Jeffrey pada tubuh Joanna.

Mona terperangah lalu tertawa terbahak-bahak, ia bahkan harus memegangi perutnya yang terasa kaku karena terus tertawa. Joanna lagi-lagi mengerucutkan bibirnya karena kini Bundanya ikut menertawakan dirinya, padahal saat ini suasana hatinya jelek karena tidak bisa ikut berenang dan bermain di kolam bersama yang lain.

"Banyak ya?" tanya Mona yang kemudian dijawab anggukan pelan Joanna, Bunda kembali tertawa, "Ganas juga menantu Bunda, kayaknya gak akan lama lagi Bunda bisa gendong cucu nih" tambah Mona, wajah Joanna berubah cerah saat ia membayangkan aka nada seorang anak buah cintanya bersama Jeffrey.

"Ada apa sih? Seru banget kayaknya." Tanya Melanie yang kini tengah mengenakan Bathrobenya, di belakangnya Jeffrey mengikuti lalu duduk di sebelah istrinya. Joanna mengambil handuk untuk mengeringkan rambut Jeffrey dan memberikan bathrobe pada Jeffrey.

"Gak apa-apa sayang, Bunda Cuma gak sabar bentar lagi akan menimang cucu" ucap Mona

"Nikah aja baru sehari udah ngomongin cucu aja. Bunda doain aja biar Jo cepet di kasih sama TUhan" kata Joanna

""Pasti dong, kalau ngeliat agresifnya suami kamu kayaknyasih gak akan lama lagi kabarnya" ledek Mona

Uhukk... uhukk...

Jeffrey tersedak minuman nya sendiri, Mona dan Joanna tertawa geli menyadari kegugupan Jefrrey, sementara Melanie yang tidak tahu apa-apa hanya bisa bengong tidak mengerti apa yang terjadi.

"Ehem.. Bunda, ada yang mau aku omongin tentang saham Melanie" ucap Jeffrey mengalihkan pembicaraan yang membuat Mona dan Melanie sekarang menatap Jeffrey serius.

"Saham yang dimiliki Joanna saat ini di Alexandria Grup akan di pecah dan Joanna bagikan kepada Melanie dan kepada yayasan Alexandria yang menangani CSR kegiatan social perusahaan. Dan Joanna sudah merekomendasikan panti asuhan nya sebagai salah satu penerima bantuan berkala di bawah Yayasan tersebut. Joanna melakukan hal ini karena ia ingin apa yang menjadi hak Melanie dikembalikan kepadanya. Sedangkan Joanna sudah saya berikan hak sahamnya di perusahaan Henderson, begitupun dengan Melanie,ia akan mendapatkan ganti sejumlah saham sama jumlahnya dengan apa yang dimiliki atas nama Joanna di Alexandria corp, yang seharusnya dimiliki Melanie."

"Kamu tidak perlu melakukan hal itu Jo" ucap Melanie

"Please Mel, aku Cuma ingin mengembalikan semua yang sudah menjadi hak mu. Toh aku juga sudah mendapatkan hak ku dari suamiku" balas Joanna

"Tapi kan..." Melanie tak tau harus berkata apa, saat ini harta bukanlah yang ia butuhkan. Ia sudah muak dengan permainan bisnis ini sejak lama. "Aku akan pikirkan lagi nanti" tambahnya.

"Nanti pengacaraku akan mengurus masalah peralihan saham itu" tambah Jeffrey. Mona hanya diam tidak mau ikut campur mengenai urusan ini, bagaimanapun keadaan ini memang cukup pelik. Tapi ia tidak keberatan jika kedua gadis yang ia anggap putrinya itu memiliki hak saham yang sama di perusahaan mereka

Melanie kemudian teringat sesuatu,

"Jo, sebelum aku ke Jakarta ada beberapa orang yang datang ke panti asuhan kita. Mereka sedang mencari keberadaan seorang anak yang hilang 20 tahun lalu. Katanya sih hilang saat kapal yang di tumpangi terbakar dan tenggelam saat mereka sedang berlibur, orang tua anak itu meninggal saat kejadian tapi anak nya tidak di ketemukan. Bukan hanya anak itu sih, ada beberapa penumpang yang meninggal juga. Mereka warga Negara Singapore, kakek dan neneknya yang mencari anak itu, mereka mencari ke daerah dekat lokasi kejadian termasuk negeri Jiran. Katanya sih kemungkinan kalau anak itu hidup akan ditemukan nelayan. Dan kali ini mereka mencoba mencari ke panti-panti asuhan. Aku diminta untuk ikut TES DNA juga karena seorang Melanie Putria adalah anak yang di serahkan seorang nelayan tua 20 tahun lalu. Kamu gak keberatan kan aku mengikuti tes itu? Mana tau dirimu lah maksudnya, aku yang mereka cari." Jelas Melanie

"Benarkah ?... aku tidak terlalu ingat masa kecilku Mel. Dulu aku memang selalu menolak jika ada orang yang ingin mengadopsiku, karena aku berharap suatu hari nanti orang yang mengantarkan ku ke panti asuhan itu akan menjemputku kembali. Tapi saat ini, dirimulah yang harus aku tanya dengan pertanyaan itu, karena kamu sekarang menjalani kehidupanku sebagai Melanie " ucap Joanna

"Jujur saja, aku sedang menikmati hidup sebagai seorang Melanie. Dulu aku berharap bisa terbebas dari berbagai belenggu, aturan dan tekanan keluarga besarku. Ingin sekali terbebas dari gunjingan dan hinaan orang yang memandang rendah diriku karena statusku yang hanya anak angkat. Kini aku mendapatkan nya Jo... aku senang bisa melakukan apapun yang ingin aku lakukan, aku bisa membuka diri dengan siapa saja tanpa takut orang itu hanya memanfaatkan kekayaanku seperti dulu. Kini aku menemukan dan merasakan bagaimana rasanya berteman, bersosialisasi secara normal tanpa embel-embel di belakangnya" ucap Melanie, ia kemudian menghela nafasnya pelan. Mona menggengam erat tangan Melanie, baru kali ini ia mendengar putrinya mencurahkan isi hatinya yang dipendamnya selama ini, matanya tampak berkaca-kaca menyadari bahwa perubahan sifat putrinya dahulu disebabkan oleh lingkungan yang terus menekan dan menuntutnya. Dan ia tidak menyadari itu.

"Aku tidak berharap bahwa Melanie Putria adalah sang putri yang hilang itu, karena di keluarga baru yang kutemukan sekarang semuanya terasa lebih berarti dan aku merasa cukup bahagia. Aku seperti menemukan kembali hidupku di sana. Dan jika itu memang aku, setidaknya aku akan mendapatkan identitas jelas kan, bukan sebagai anak panti lagi" ucap Melanie sambil tersenyum

Joanna mengangguk lalu tersenyum, Melanie benar jika ia adalah anak yang hilang itu, hidupnya akan lebih jelas karena identitasnya sudah kembali dan tidak akan adalagi yang mengejeknya anak buangan. Joanna tak pernah putus berdoa untuk sahabatnya yang sudah seperi saudara perempuan nya itu agar dapat menemukan kebahagiannya.

END


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top