Bag 15 First Kiss

Part ini khusus buat mitamoetz yang penisirin banget tentang Evan 😁😁
Di sini mulai terbuka sedikit-sedikit rahasianya.
Happy reading, jangan lupa vote and komen ya

Joanna dan Evan saat ini berada di kantor polisi, mereka sedang mengantar kedua anak kecil yang mereka temukan di jalan tadi, gadis kecil bernama Maya dan sang bocah laki-laki bernama Bayu. Mereka mengantarkan nya ke kantor polisi supaya nanti mereka di serahkan ke Dinas Sosial atau ke panti asuhan, tempat yang lebih aman bagi anak kecil seperti mereka daripada harus hidup di jalanan.

Joanna menggendong si kecil Maya yang berusia sekitar 4 tahunan, ia berpesan kepada dua kakak beradik itu

"Bayu, berjanjilah kamu tidak akan lari lagi dari panti asuhan. Bagaimanapun keadaan nya nanti, jangan pernah kembali lagi ke jalanan. Kamu mungkin bisa mengatasinya, tapi tidak dengan adik kecil kamu. Tubuh kecil kamu tidak cukup kuat melindungi adik mu dan melawan bos-bos preman itu" ucap Joanna

"iya kak, saya janji" ucap Bayu

"Nahh, adik Maya yang cantik" seru Joanna sambil mencubit pelan hidung gadis kecil itu dan membuatnya terkikik geli, "Awasi selalu kakakmu yang nakal itu ya, kalian harus bisa saling menjaga satu sama lain, saling menguatkan. Mengerti ?!"

Gadis kecil itu mengangguk dengan semangat mendengar nasehat Joanna, kedua anak kecil itu memeluk tubuh Joanna lama, airmata tampak mengalir di pipi mereka bertiga. Hati Evan trenyuh melihat pemandangan itu, sisi lain seorang Joanna yang tidak pernah ia ketahui selama ini. Evan mendekati mereka bertiga sambil menyodorkan bungkusan martabak milik Joanna yang sudah tidak diminati pemiliknya

"Martabak ini buat kamu dan adik mu. Makan lah saat perjalanan nanti, jangan lupa kasih pak polisi nya ya" kata Evan sambil mengusap perlahan kepala Bayu, sementara bocah laki-laki itu menerima bungkusan nya dengan mata berbinar-binar dan tersenyum lebar.

"Terima kasih Kak Evan" seru Bayu, Evan hanya tersenyum.

Hanya martabak saja membuat mereka sangat bahagia. Bahagianya mereka sangat sederhana. Pikir Evan

Joanna menatap lama pria di hadapan nya, Evan yang selalu terlihat angkuh dan dingin, yang pernah ia takuti itu menampakkan senyum tulusnya untuk anak-anak yatim piatu seperti dirinya. Hati Joanna menghangat dan ia tersenyum saat memandangi Evan, tatapan mata mereka bertemu sesaat tapi Joanna buru-buru mengalihkan pandangan nya kembali pada Bayu dan Maya yang berjalan menjauh bersama salah satu petugas polisi yang akan mengantarkan mereka ke Dinas Sosial terdekat.

"Joanna, tampaknya kita kemalaman. Kita harus segera pulang, kemungkinan Bunda dan Jhon sudah pulang" Evan melirik ke arah jamnya yang menunjukkan pukul 23.30, belum selesai ia bicara Joanna sudah menarik tangan Evan dan menariknya menuju mobilnya. Senyum penuh arti terlukis di wajah Evan saat menyadari wanita di hadapan nya itu mau menyentuh dirinya, padahal sebelumnya ia selalu menolak berdekatan dengan nya. Jauh dalam hati Joanna, ia ingin benar-benar memberikan kesempatan untuk Evan, apalagi saat melihat Evan yang tak segan melindungi dirinya, Bayu dan Maya.

***

Evan tampak mengekori Joanna berjalan menuju pintu masuk rumahnya, mungkin karena lelah dan mengantuk, sepanjang perjalanan mereka tidak banyak bicara. Joanna berhenti persis di depan pintu masuk rumahnya, ia berbalik melihat ke arah Evan

"Joanna"

"Evan"

Mereka berdua memanggil secara bersamaan, keduanya tersenyum lalu Evan mengambil alih pembicaraaan.

"Terima kasih Jo, malam ini sangat berarti buat ku. Aku baru pertama kali ini melihat sisi lain dari dirimu, membuatku semakin kagum setiap harinya terhadap diri kamu"

Belum sempat Joanna membalas perkataan Evan, pria itu mendekatkan wajahnya ke hadapan wajah Joanna dan

Cupp...

Bibir Evan menempel sempurna di atas bibir Joanna, gadis itu tampak kaget dan membelalakan matanya terlebih saat Evan menggerakan bibirnya dan mencium lembut bibirnya. Joanna mendorong tubuh Evan tapi pria itu memegang kedua bahunya kuat sekali, ia tidak bisa melepaskan diri. Debar jantungnya berdetak makin kencang, hatinya terasa pedih, lalu setetes air mata jatuh tanpa ia sadari dari sudut matanya mengenai pipi Evan. Evan tersadar dan melepaskan tangan nya dari bahu Joanna, ia tampak menghapus air mata gadis itu dengan punggung tangan nya.

"Maafkan aku Jo, aku terlalu terbawa suasana" ucap Evan penuh penyesalan

Ceklek .. ceklek.. suara anak kunci yang diputar dari dalam membuat mereka berdiri saling menjauh. Tampak pintu utama di buka oleh Jonathan.

"Malem banget Jo, abis dari mana? Bunda nungguin kamu sampai ketiduran di sofa" Tanya Jonathan dengan mata penuh selidik ke arah Evan saat melihat luka plester di sudut bibirnya yang tampak masih baru.

"Ceritanya panjang Jhon, nanti aku ceritain di dalem ya" jawab Joanna sambil melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan Evan dan Jonathan

"Kamu beneran serius sama kakak ku?" Tanya Jonathan

"Dari dulu aku serius Jhon, kenapa kamu berkata seperti itu?"

"Tidak apa-apa, hanya memperingatkan mu saja, jangan mempermainkan kakak ku. Dan berhenti keluar dengan gadis berambut pirang sebahu itu, aku tidak tahu kalian teman atau apa. Tapi aku yakin Joanna tidak akan suka melihat pria yang katanya mencintainya, seakrab itu dengan wanita lain"

Jonathan berjalan masuk kedalam rumah, menutup pintunya dan meninggalkan Evan yang tampak mematung mendengar peringatan dari Jonathan, jari-jarinya mengepal kuat, buku-buku jarinya terlihat memutih dan rahangnya mengeras. Sepertinya sesuatu hal telah menyulut emosinya. Ia lalu berjalan menuju mobilnya dan melajukan mobilnya kencang.

Tanpa Joanna dan Evan sadari, sebenernya ada sepasang mata yang mengikuti mereka beberapa hari ini, melaporkan detil kegiatan Joanna bersama orang-orang di sekitarnya kepada Tuan nya.

***

Joanna berjalan keluar dari kamar mandi, ia memakai baju tidurnya dengan cepat lalu naik ke atas ranjang, tubuhnya terasa sangat lelah tapi pikiran nya masih sibuk berkelana pada kejadian tadi, refleks jarinya menyentuh bibirnya, tempat dimana Evan menyentuh dirinya. memang bagi tubuhnya yang sekarang, ini bukanlah pengalaman pertama, tapi bagi jiwanya ini adalah yang pertama kali. Ini pertama kalinya ia menjalin hubungan dengan pria, dan ciuman pertamanya. Ia benar-benar tidak mengerti perasaan rumit yang berkecamuk di dalam dirinya.

Joanna merasa senang saat ia melihat sisi perhatian seorang Evan Gunawan saat kejadian tadi, dan tentang ciuman nya, ia memang tidak mengharapkan itu akan terjadi secepat ini. Dan seperti biasa, tubuhnya mengkhianatinya, air mata nya jatuh begitu saja tanpa ia sadari, terasa nyeri di dadanya seperti waktu pertama kali ia melihatnya di RS.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan Evan dan Joanna di masa lalu, kenapa tubuh ini sangat mengenali Evan, mengenalinya sebagai sosok yang membuatnya takut dan saat ini malah muncul perasaan sedih. Apakah Evan akan jujur jika aku menanyakan nya langsung, memintanya menceritakan tentang hubungan kami dulu? Aku tidak tau sampai kapan harus menunggu ingatan Melanie pulih kembali" gumam Joanna

Ia beranjak dari tempat tidurnya, berjalan menuju meja rias tempat dimana tasnya tergeletak di sana. Ia merogoh-rogoh isi tasnya, mencari benda pipih itu, ia berhasil menemukan nya, ternyata Hpnya mati kehabisan daya. Ia lalu dengan cepat mencharger hp nya, beberapa menit kemudian ia menyalakan nya. Saat signal berbaris stabil, Hp Joannna langsung di hujani berbagai notifikasi. Ia melihat daftar panggilan yang cukup banyak dari Jhon, Bunda dan Jeff. Begitupun dengan aplikasi chat nya, hanya membacanya sekilas saja ia tahu bahwa ketiga orang itu sangat mengkhawatirkan nya dan ia merutuki kesalahan nya karena lupa mengabari keluarganya. Ia bertekad akan menceritakan semuanya keesokan hari, malam ini sangat melelahkan fifik dan emosinya.

Sebelum Joanna terlelap, ia memikirkan Jeff, ia belum berani bicara dengan pria itu, apalagi sejak kejadian ciuman tadi. Hati kecilnya seolah merasa bersalah karena ciuman tadi. Joanna menggeleng-gelengkan kepalanya

"Auk ahh.. pusing"

***

Joanna berdiri di lobby menunggu Evan yang akan datang untuk menjemputnya makan siang, ia sudah putuskan untuk bertanya sendiri tentang hubungan mereka dahulu, mencari jawaban kegundahan tubuhnya, walaupun kemungkinan nya hanya dua, jujur atau dusta. Setidaknya ia berusaha. Pagi tadi saat sarapan, Joanna sudah menceritakan mengenai penyebab ia pulang terlambat kepada Bunda dan Jonathan, tentu saja tidak dengan bagian ciuman nya. Mereka lega tidak terjadi sesuatu yang serius walaupun mereka sempat kalang kabut karena tidak bisa menghubungi Joanna dan juga Evan.

Tiit..tiit..

Sebuah mobil berhenti tepat di depan nya, tampak Evan menurunkan kaca mobil penumpang, menbungkukkan badan nya agar terlihat oleh Joanna.

"Masuk" ucap Evan sambil tersenyum dan menggerakkan kepalanya berisyarat supaya ia segera masuk ke dalam mobil. Joanna lalu membuka pintu dan melangkah masuk, mendudukan bokongnya di samping Evan.

"Makan dimana kita?" Tanya Evan sambil melihat lurus jalanan di depan nya

Sementara Joanna melihat ke arah depan dan mendongak kan kepalanya, "Gelap banget langitnya, gak usah jauh-jauh deh. Biar nanti pulangnya gak terjebak macet dan banjir"

"Baiklah"

Tak lama kemudian, Evan memarkirkan mobilnya di sebuah restoran besar dua lantai. Mungkin karena cuaca yang mengkhawatirkan yang bisa membuat hujan lebat seketika, suasana restoran tidak terlalu ramai padahal ini jam nya makan siang sehingga makanan pesanan mereka pun datang dengan cepat tersaji di hadapan mereka.

"Kamu yakin bisa makan semua ini?" Tanya Evan yang mendelik heran melihat apa yang di pesan Joanna.

"Tenang saja, aku bisa menghabiskan semuanya" kata Joanna sambil menyuapkan potongan pertama beef steaknya. Evan menggeleng pelan sambil tersenyum melihat Joanna yang tidak malu-malu makan dengan lahap di depan nya, hal baru yang tidak pernah dilihatnya selama ini.

Drrrtt...drrrtt.. drrrtt.

Hp Evan di atas meja bergetar kencang, minta di angkat oleh pemiliknya. Sekilas ia melihat nama penelpon nya, lalu ia berkata

"Jo, aku tinggal sebentar ya? Ada hal mendesak di kantor ku"

"Iya silahkan, aku tidak akan kemana-mana kok, masih banyak makanan yang harus di habiskan" jawab Joanna enteng.

Evan berlalu sambil membawa hpnya dan mulai berbicara.

Sudah hampir 20 menit Evan meninggalkan Joanna sendiri, gadis itu mulai gelisah melihat sekelilingnya, mencari keberadaan Evan. Makanan nya sudah hampir habis, sedangkan piring Evan di depan nya baru sedikit saja di sentuh pemiliknya. Ia tiba-tiba khawatir sesuatu terjadi pada lelaki itu.

"Apakah ia kembali ke kantor? Tadi katanya ada urusan mendesak" gumam Joanna pelan sambil beranjak dari tempat duduknya, mengedarkan pandangan nya ke seluruh ruangan. Ia mencari ke sudut ruangan dan luar restoran tapi tidak ada, sementara mobil Evan masih terparkir di depan restoran. Ia lalu beranjak naik ke lantai dua restoran itu, disana juga tidak terlalu ramai hanya separuh meja yang terisi.

Ia melihat ke arah luar jendela, hujan rintik-rintik mulai membasahi bumi. Ia tergerak berjalan menuju balkon, menikmati pemandangan indah saat hujan, ia mengulurkan lengan nya, merasakan tetesan kecil air hujan mengenai tangan nya. Sudut matanya menangkap gerakan dari selasar ujung balkon,memang tidak akan terlihat dari dalam restoran karena tembok yang menghalangi. Ada pria dan wanita yang tampaknya sedang berbicara serius, Joanna tidak dapat melihat wajahnya karena posisi lelaki itu membelakangi Joanna dan si wanita terhalang oleh tubuh besar si pria.

Tampak si wanita memegang kedua bahu pria itu, tapi si pria menepis kedua tangan nya, tampak seperti orang bertengkar.

"Wihh, lagi ribut kayaknya. Kok jadi kepo sih liatin orang pacaran. Ehh, apa itu.. Whoaaa.. dikasih ciuman mah gak akan nolak, baikan lagi deh" kekehnya geli.

Ia melihat si wanita berambut pirang sebahu itu berjinjit dan mengalungkan lengannya ke leher si pria dan menciumnya seperti hendak memakan si pria bulat-bulat. Dan si pria sepertinya menikmatinya karena kini kedua tangan nya malah beranjak ke pinggang langsing si wanita.

"Haisshhh.. kenapa jadi ngintipin orang pacaran" Joanna menepuk keningnya pelan

PRANGGGG...

Tangan nya tidak sengaja menyenggol vas bunga yang ada di atas meja kecil dekat balkon. Joanna tentu saja kaget, terlebih orang yang tadi di intipnya. Ia menoleh ke arah pasangan tadi, benar saja, mereka langsung menoleh ke arah asal keributan itu terjadi. Mata-mata mereka pun bertemu, derai airmata jatuh kembali di pipi Joanna.

"Evan..."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top