Bab 14 Pria-pria Kasmaran
"Hai Jo, sudah tidur?" suara beratnya terdengar di telinga Joana, apalagi dengan menggunakan headset menambah kejernihan suaranya, membuat detak jantungnya berdetak lebih cepat. Betapa suara ini sangat dikenali dan di rindukan nya.
"Aku belum tidur Jeff" jawab Joana sambil tersenyum lebar dan berguling-guling di atas kasurnya.
***
"Lagi ngapain, aku tidak mengganggu mu kan?" Tanya Jeffrey dengan suara cemas
Joanna buru-buru bangun lalu duduk di tengah ranjangnya, " Tidak.. tidak apa-apa, aku cuma sedang membereskan pakaian yang tadi aku beli"
"Kamu pergi belanja sama siapa?" kali ini suara Jeffrey terdengar lebih berbeda, tampak seperti pria cemburu yang sedang menginterogasi kekasihnya. Tentu saja Joanna tidak menyadari itu, ia tidak pernah punya hubungan special dengan lawan jenis seumur hidupnya. Ia hanya sibuk belajar dan bekerja untuk dirinya sendiri dan adik-adiknya di panti asuhan.
"Pergi sama Joni kok, tadi pulang kantor mampir sebentar" jelas Joanna
Sementara Jeffrey di seberang sana menghela nafasnya lega dan tersenyum penuh arti mendengar jawaban Joanna. Seandainya Joanna melihat ekspresi Jeffrey saat ini pasti dia akan dapat menebak bagaimana perasaan Jeffrey terhadapnya.
"Nanti kalau aku sudah kembali ke Jakarta, aku akan temani kamu belanja boleh?"
Joanna mengangguk sambil tersipu-sipu mendengar pertanyaan Jeffrey
"Boleh, memangnya kamu sekarang dimana?"
"Aku masih ada urusan di London beberapa hari ke depan. Aku usahakan selesai lebih cepat supaya bisa pulang dan hang out lagi sama kamu dan Jhon"
Joanna terdiam, sebenernya ia sedikit kecewa mendengar perkataan Jeffrey. Ia ingin Jeffrey pulang dan khusus untuk menemuinya sendiri.
"Joanna, kok diam? Ngantuk ya?"
"hmmm.." tiba-tiba moodnya jadi hilang untuk bicara dengan Jeffrey
"Ya udah, aku akan kembali bekerja. Kamu istirahat ya. Selamat malam"
"Selamat Malam Jeff"
Panggilan Jeffrey berakhir, sementara Joana menghempaskan tubuhnya ke ranjang sambil mengacak-acak rambutnya.
"Kenapa aku berharap dia akan pulang dan langsung menemuiku. Ngapain si Joni di sebut segala.. aarghhh.. " gumam Joanna sambil membenamkan kepalanya ke bantal.
Ding...
Sebuah pesan WA muncul di hp Joanna, nomer yang tidak dikenal. Tapi saat melihat foto profilnya dia langsung tertawa gembira. Apalagi saat membaca isi pesan tersebut
From +811*******
Have a nice dream Jo, hope you're dreaming of me
Jeffrey
Joanna tak berhenti tersenyum membaca pesan Jeffrey, ia menyimpan kontak Jeffrey dan cepat membalasnya tanpa berpikir panjang
I will
Send.
Joanna melepaskan Hpnya lalu menutup wajahnya, tampak wajahnya memerah sampai ke telinga nya mirip seperti kepiting rebus.
"Oh tidakkk, kok malah balas gitu yaa. Aduuhhh... agresif banget sih jadi cewek. Maluuuu"
Dinding-dinding dingin kamar Joanna menjadi saksi Joanna meluapkan perasaan nya, rindu dan malu menjadi satu, bolak balik diatas ranjangnya dan berguling kesana kemari. Berharap ia bisa menarik kembali pesan yang ia sudah ia kirim barusan, terlambat untuk menghapusnya pasti Jeffrey sudah membacanya. Dan betul saja, jauh di belahan benua yang lain, Jeffrey tersenyum lebar membaca balasan dari Joanna. Pesan itu akan jadi bensin nya, pembakar semangat nya supaya ia segera menyelesaikan semua urusan di sini, mengerahkan semua karyawan nya untuk lembur dan cepat kembali ke Jakarta.
***
Joanna duduk di lobby hotel, menunggu Evan menjemput dirinya dan mengantarnya pulang, sementara di luar sana hari sudah mulai beranjak gelap. Bunda Mona dan Jonathan pergi untuk meeting menemui klien di luar kantor dari tadi sore dan tampaknya akan selesai sampai malam. Bunda Mona melarang Joanna untuk bekerja lembur sampai beberapa waktu ke depan, ia tidak ingin putrinya kelelahan, terjadi sesuatu lagi dengan kesehatan nya, sehingga ia memutuskan menelpon Evan dan menyuruhnya untuk pulang bersama Joanna. Tak lama kemudian ia melihat BMW silver Evan berhenti di depan hotel, ia melangkah menuju mobil itu, seorang security tersenyum kepadanya dan membukakan pintu mobil untuk Joanna. Tak lupa Joanna mengucapkan terima kasih untuknya.
"Kamu sudah menunggu lama? Maaf, tadi ada hal yang harus kubereskan dan sedikit terlambat menjemputmu"
"Tidak apa-apa, aku yang minta maaf karena sudah bikin repot kamu. Padahal tadi sudah kubilang ke Bunda supaya pulang naik taksi aja"
"Tak mungkin tante Mona mengijinkan putri kesayangan keluarga Alexandria pulang sendiri naik taksi. Kamu gak tau kah kalo kamu itu punya kedudukan penting sebagai penerus Alexandria group? "
"Maksudnya gimana Van?"
Evan berdehem pelan dan menjelaskan kepada Joana maksud ucapan nya tadi
"Maksud ku, semua orang di bisnis ini tau siapa keluarga mu Jo. Pastinya gak sedikit pria yang berusaha mendekati kamu yang cantik, pintar dan kaya. Bisa juga ada orang yang berniat jahat sama kamu"
"Ohhh.. tapi aku bukan penerus perusahan Ayah. Aku sudah melimpahkan itu semua kepada Jonathan. Ia akan sangat cocok untuk posisi itu dibandingkan aku, Bunda juga menyetujui permintaan ku. Makanya saat ini Bunda sibuk membimbing Jonathan dengan tangan nya sendiri."
Evan tampak terkejut, ia menepikan mobilnya dan menghentikan laju mobilnya.
"Kamu memberikan posisimu pada Jonathan? Kapan?"
"Beberapa hari yang lalu. Kenapa?"
"Kok aku gak tau ya, biasanya kalau ada perubahan, semua pemegang saham akan diberitahu. Termasuk Ayahku."
"Klo gak salah week end ini akan diadakan pesta di hotel mengundang semua relasi dan pemegang saham, mungkin berkaitan dengan itu Van"
Kening Evan tampak berkerut memikirkan sesuatu, ia lalu bertanya kembali pada Joanna
"Kenapa kamu memberikan posisi mu kepada Jonathan, bukan nya itu wasiat dari Ayah kamu? Bahkan dulu ia bersikeras tidak mengubahnya walaupun para pemegang saham yang lain ada yang tidak setuju dengan keputusan nya?"
"Aku sudah pikirkan masak-masak, untuk masa depan ku juga. Impian ku hanya sederhana Evan, menjadi seorang istri, ibu dengan keluarga kecil yang harmonis dan bahagia. Aku ragu dengan posisiku nanti sebagai pemimpin perusahaan bisa mewujudkan impian ku. Kamu tau sendiri kan bagaimana sibuknya Bunda ku. Aku tidak ingin seperti itu, mungkin aku akan membuka usahaku sendiri, yang tidak banyak menyita waktuku dengan keluarga ku."
Evan terhenyak dengan jawaban jujur Joanna, jawaban yang tidak pernah ia sangka akan keluar dari bibir tipis gadis itu. Sejenak Evan merasakan sesuatu yang hangat di dalam hatinya mendengar penuturan Joanna, ia menyentuh lengan Joanna yang ada di atas milik Joanna.
"Apakah ada aku di gambaran masa depan kamu, keluarga kecil impian kamu?" Tanya Evan dengan nada melembut, menatap ke dalam mata Joanna, mencari kejujuran dan ketulusan akan jawaban nya
"Aku tidak mau memberimu harapan Evan, kita jalani saja dulu ya" Joanna tersenyum lalu mengembalikan tangan Evan kembali pada kemudi mobilnya "Lanjut yuk, aku pengen beli martabak nih. Cariin dong" lanjut Joanna mengalihkan pembicaraan, tanpa ia sadari tangan nya meremas-remas ujung kemejanya.
"Baiklah, sekalian kita makan malam ya" kata Evan sambil melajukan kembali mobilnya, dibalas dengan anggukan Joanna.
***
Joanna duduk di bangku plastik milik abang penjual martabak, ia sedang menunggui martabak pesanan nya. sementara Evan berdiri jauh dari dirinya, ia tampak sedang serius melepon seseorang sambil sesekali mengusap-usap rambutnya. Joanna mengedarkan pandangan nya ke jalanan di sekitarnya, matanya menangkap seorang anak lelaki dan anak perempuan berpakaian kumal yang tengah di dorong oleh seorang pria berperawakan tinggi besar.
Gadis kecil itu menangis, sementara si bocah laki-laki itu memeluknya dan pria itu tampak masih memarahi mereka berdua. Joana perlahan berjalan ke dekat mereka yang agak terhalang oleh tanaman hias di sekitarnya. Ia tergerak mendekati gadis kecil itu
"Kenapa cantik, ada yang terluka?" Tanya Joanna, kedua anak-anak itu hanya diam tidak menjawab pertanyaan wanita di hadapan nya, airmata masih mengalir di pipi si gadis kecil sementara anak lelaki itu tampak memerah menahan kesal dan amarah.
"SIAPA KAMU?! Jangan ikut campur urusan kami, pergi dari sini" hardik pria kasar itu, Joanna terkejut mendengar teriakan nya dan refleks memeluk kedua anak-anak itu.
"HEII..harusnya kamu yang pergi sini, tak tahu malu memarahi kedua anak kecil yang tidak berdaya" balas Joanna berapi-api
"Ini bukan urusan mu wanita sok tahu, mereka itu anak buah ku. Kalau mereka tidak membawa uang untuk ku, mereka layak mendapatkan hukuman"
Joanna mengeluarkan dompetnya, tampak mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya. Ia memberikan nya pada pria itu, "Ini, hasil kerja mereka untuk beberapa hari. Setelah itu jangan ganggu mereka lagi" kata Joanna
Pria tinggi besar itu tersenyum senang melihat beberapa lembar uang merah yang di sodorkan kepadanya, saat ia hendak mengambil uang dari Joanna, lalu ada tangan lain yang menepisnya.
"Apa-apaan Lu? mau malakin cewek gua ya?" Tanya Evan sambil mencengkeram erat tangan pria itu. Marah karena merasa di ganggu dan dihalangi, pria itu melawan, ia menginjak kaki Evan sehingga cengkeraman tangan nya terlepas, lalu ia meninju Evan. Joanna kaget dengan penyerangan tiba-tiba itu, ia lalu berteriak
"TOLOONGG, JAMBRETT.. JAMBRETT"
Pria itu tampak kaget, beberapa motor dan orang yang berlalu lalang tampak berdatangan ke arah mereka, pria itu ketakutan, secepatnya ia melarikan diri sebelum diamuk oleh massa. Ia menghilang ke dalam kegelapan taman di tengah kota itu.
Sambil menggenggam tangan kedua anak kecil itu, ia mendekati Evan yang jatuh terduduk di dekatnya.
"Evan, kamu tidak apa-apa? Orang itu sudah kabur, kita aman" Joanna menatap Evan cemas, tangan nya mengelus rahang Evan pelan, mengangkat dagunya dan melihat sudut bibir Evan terluka dan sedikit mengeluarkan darah.
"Maafkan aku Evan" kata Joanna sambil mencoba membantu Evan berdiri.
***
Di sebuah warung pecel lele tidak jauh dari tempat kejadian, Joanna sedang membantu membersihkan luka Evan. Sedangkan kedua anak kecil itu tampak sedang menikmati makanan di depan mereka. Dahi Evan tampak mengernyit saat alkohol dingin membasuh lukanya, untungnya pemilik warung ini punya persediaan P3K, Joanna dengan cepat merawat luka Evan. Ia menggunting sedikit plester lalu menempelnya di luka yang telah ia bersihkan dan diberi sedikit Iodine. Sementara Evan tampak menikmati perlakuaan Joanna, sebenrnya lukanya tidak sesakit yang Joanna bayangkan, tapi ia merasa senang saat ia melihat betapa Joanna mengkhawatirkan nya. ia dapat melihat dari dekat wajah Joanna yang berada dekat wajahnya membuat jantung Evan berdetak kencang, desiran halus yang tadi ia rasakan semakin bertambah intens saat ia melihat bagaimana wanita di hadapan nya itu tampak menyuapi gadis kecil kumuh yang tadi menangis. ia dapat melihat ketulusan Joanna terhadap kedua anak kecil itu, anak jalanan dengan pakaian kumal tapi wanita itu tidak tampak geli dan jijik akan hal itu. Joana memperhatikan kedua anak kecil itu sambil tersenyum.
Imajinasi Evan berkelana, ia membayangkan wajah Joana yang tersenyum dengan anak-anak tampan dan cantik di kiri kanan nya dan ia juga berada di sana bersama mereka. Sebuah keluarga bahagia.
Evan tampak menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir jauh-jauh khayalan nya itu.
"Kenapa Van? Pusing ya. Makan dulu nasi gorengnya, mau aku suapin?" Tanya Joanna khawatir, Evan tersenyum hangat mendengar nada kekhawatiran Joanna.
"Baru sakit segini aja kok di suapin, aku gak separah itu Jo. Kamu juga belum makan, nasi gorengnya kita makan berdua ya. Aku gak yakin bisa makan banyak, masih agak perih bibirnya" jawab Evan
Joanna mengangguk pelan, lalu mengambil sendok lagi dan menyuapkan nasi goreng milik Evan ke dalam mulutnya. Mereka berdua tertawa pelan.
bersambung..
Maaf agak panjang part ini, sebenernya masih ada lagi lanjutan nya tapi buat next part aja ya.
Jangan lupa komen and vote ya. Terimakasih
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top