21.

"Ester, kamu ke mana?"

Dahlia bergerak menuju kamar mandi yang ada di kamar Ester, tetapi wanita paruh baya itu tak menemukan anak gadisnya. Ia memutuskan untuk mencari ke semua penjuru rumah. Namun, setelah beberapa menit mencari Ester tetap tak ada.

Dahlia langsung menuju kamarnya untuk mengajak Steven mencari Ester. “Coba liat CCTV dulu, Sayang,” ujar Steven yang mengajak istrinya naik ke lantai atas. Lantai yang di sana terletak ruangan CCTV.

Steven melihat layar yang ada di hadapannya. Dia melihat jam kejadian semalam. Sorot mata pria itu menangkap sesuatu yang ganjil. Steven mengkliknya untuk memperbesar.

Di saya terlihat Ester yang mendekat ke pintu kamar Steven dan Dahlia. Keduanya sibuk mengamati apa yang terjadi.

Mereka melihat Ester yang menangis. Tak lama dari itu, Ester pergi membawa koper.

“J-jadi ...?” tanya Dahlia pada suaminya. Steven yang melihat istrinya menangis lalu mendekapnya.

***

Pandangan Steven mengarah ke segala sudut jalanan. Dia mengendarai mobilnya dengan khawatir. Dahlia yang ada di sampingnya tengah mencoba menelepon teman-teman Ester yang ada di ponselnya. Hanya ada dua teman Ester yang nomornya disimpan oleh Dahlia, yaitu Risa dan Harun.

Wanita itu menelepon Risa dengan raut wajah cemas, tetapi saat Dahlia menanyakan Ester pada Risa, gadis itu tak tahu. Begitu pun jawaban Harun yang sama, tidak mengetahui keberadaan Ester.

“Kamu udah coba telepon ke HP Ester?” tanya Steven yang memberhentikan mobilnya di sebuah hotel.

Dahlia menoleh ke arah suaminya lalu mengangguk. “Semua nomor Ester udah aku hubungi, tapi nggak aktif,” katanya.

Dia menatap Steven yang memberhentikan mobil di parkiran yang cukup padat. “Kenapa kita ke sini?” tanya Dahlia.

Steven menatap Dahlia. “Kalo mereka nggak tahu, kita coba cari di setiap hotel dan apartemen yang ada di kota ini,” tegas Steven yang mengajak Dahlia keluar mengikutinya.


***


Risa berjalan menuju kelas dengan tergesa. Dia sangat terkejut saat ditanya oleh Dahlia tentang keberadaan Ester yang kabur dari rumah. Gadis itu melangkah cepat menuju bangku yang biasa dia duduki dengan Ester.

Ester tak ada di sekolah. Mengetahui itu Risa semakin khawatir. Masalahnya, Ester akan tetap masuk sekolah jika dia punya masalah, dan kali ini di tidak masuk.

Risa langsung menyimpan tasnya di kursi lalu berjalan keluar dengan tangan memegang ponsel yang tengah memanggil Ester. Namun, ponsel Ester tak aktif. Risa mencoba menghubungi nomor Ester yang lain, tetapi tetap sama. Akhirnya gadis itu memasukkan ponselnya ke saku lalu berjalan semakin cepat untuk menghampiri Tony yang kelasnya tidak terlalu jauh.

“Tony,” panggil Ester ngos-ngosan. Risa menatap lelaki itu mengernyit ke arahnya. Tony belum mengeluarkan suara sedikit pun.

“Ton, lo liat Ester?” tanya Risa yang dibalas gelengan oleh Tony.
“Memangnya Ester ke mana?” tanya Tony yang bergerak keluar kelas. Lelaki itu menyandar pada tembok ketika Risa mengikutinya.

Risa menormalkan detak jantungnya. Gadis itu kemudian menggeleng. “Dia kabur dari rumah,” tutur Risa yang membuat Tony menegakkan badan.

“Apa?” Suara Tony meninggi, membuat murid lain yang berlalu lalang menatap tak suka ke arahnya dan Risa.

Risa mengangguk. “Kata Tante Dahlia, Ester kabur dari rumah tengah malem,” tutur Risa.
Mengetahui Tony yang tak tahu Ester di mana, Ris langsung pamit pergi. Dia meninggalkan Tony dengan wajah cemasnya menuju kelas Iqbal.

Sesampainya di kelas Iqbal, Risa gak langsung menemukan cowok itu. Risa memutuskan untuk menunggu di tempat duduk yang ada di depan kelas Iqbal.

Pandangan Risa mengamati setiap orang yag masuk ke kelas, tetapi orang yang dia tunggu belum menampakkan ciri-ciri kedatangannya.

Risa menghela napas, dia ingin menghubungi Iqbal, tetapi dia ingat bahwa dirinya tidak memiliki nomor pacar-pacar Ester. Seketika Risa teringat pada Ethan yang berbeda sekolah dengannya. Gadis itu merencanakan setelah pulang sekolah akan ke sekolah Ethan.
Wajah Iqbal yang tertangkap Indra penglihat Risa, membuat cewek itu bangkit dari duduknya. Dia menghadang langkah Iqbal yang tengah memasuki kelas.

“Bentar, ada yang mau gue tanyain sama lo,” kata Risa yang menarik tangan Iqbal.

“Lo mau apa?” tanya Iqbal datar dengan wajah dingin yang membuat Risa menurunkan egonya untuk bertanya pada Iqbal"

“Lo tahu Ester di mana?” tanya Risa cepat. Dia menyadari ekspresi Iqbal yang berubah. Risa meyakini bahwa Iqbal juga khawatir. Tetapi, cowok di hadapannya tidak sekhawatir Tony. Dia malah belum mengeluarkan suaranya setelah pertanyaan itu terlontar dari bibir Risa.

Risa mendengus sebal. Dalam hati, dia merasa curiga kalau Iqbal mengetahui keberadaan Ester. Namun, ia tak berani bicara, yang dia lakukan adalah berbalik badan dan pergi meninggalkan kelas tersebut.


***


“Harun, lo tahu Ester di mana?” tanya Risa saat mendapati Harun hendak ke kelas.
Lelaki yang ditanya itu menoleh pada Risa. Dia menggeleng pelan. “Tadi juga Tante Dahlia telepon aku, dia tanyain tentang Ester, tapi aku nggak tahu,” ungkap Harun yang diirngi anggukan kecil oleh Risa.

Wajah Risa semakin panik. “Gue khawati Ester kenapa-kenapa, dia nggak biasanya kabur daring rumah, Run,” kata Risa dengan kepala yang menunduk dalam.
Harun menatap Risa sekilas. Dalam hati, Harun harus bisa menemukan Ester, dan dia berjanji akan membantu Ester apa pun itu  jika dia berhasil menemukan gadis kesayangan keluarga Romanoff.

“Kamu nggak usah khawatir, aku yakin Ester kuat. Dia nggak bakal kenapa-kenapa,” kata Harun lalu berjalan menuju bangkunya.
Menyadari sudah berada di kelas Risa mendongak, dia lalu berjalan ke bangkunya tanpa semangat hidup.


***


Di sisi lain, seorang gadis dengan mata sembap menunduk pada kedua tangan yang dilipat. Tangan itu diletakkan pada stang mobil yang dia bawa dari rumah.
Mengingat orang tua, membuat Ester merindukan mereka. Namun, detik berikutnya dia teringat percakapan yang dia dengar. Percakapan yang membuat Ester ingin mengakhiri hidupnya karena tak tahu harus bersikap bagaimana.

Wajah Ester menengadah. Dia melihat jalanan yang kini dipenuhi berbagai jenis kendaraan bermacam roda. Kali ini, Ester tak tahu harus bergerak ke mana. Dia seperti orang amnesia yang tak tahu harus berbuat apa.

Ester mendedotkan kepalanya pada stir mobil lalu berteriak. Teriakan itu bisa mengalihkan isi pikiran Ester sebentar.

Detik berikutnya, Ester mendapat ide untuk menghibur raganya. Dia bisa melepaskan penat yang mengusik kepalanya di sana tanpa larangan.

Gadis itu langsung menancap pedal gas dengan keras. Tujuannya saat ini hanya satu, bersenang-senang supaya berhenti memikirkan apa yang membuatnya sakit.

Sebelum ke sebuah tempat, Ester sengaja kebut-kebutan di jalan tol. Dia benar-benar ingin merasakan bebas untuk saat ini, meski kenyataan yang baru didapatnya sangat menyakitkan.

***

Ester beberapa kali mengisi seloki di hadapannya dengan bir yabg beralkohol tinggi. Gadis itu tak memedulikan matanya yang tengah memerah, dia mengabaikan pening yang hinggap di kepalanya.

"Satu lagi!" kata Ester pada pelayan.

Sebuah suara mencegah pelayan bar menghentikan aktivitasnya. Ester menatap lelaki yang mencegahnya.

"Jangan, Ester!" pinta lelaki itu yang membuat Ester menggelengkan kepalanya.

Ester dituntun oleh lelaki itu menuju mobilnya. "Aku bakal jagain kamu dari luar," kata lelaki itu yang tak dihiraukan Ester.

Gadis itu mendaratkan tubuhnya di mobil dengan tangan yang membanting pintu mobil. Ester terdiam di sana. Dia kembali menyimpan kepalanya di stir mobil. Kepalanya benar-benar pening. Perlahan kesadaran gadis itu menurun.

***

Ester menatap jam yang menempel di tangannya. Waktu sudah menunjukkan tengah malah. Dia tersadar dari tidurnya dengan kepala yang terasa semakin berat.

Gadis itu menyalakan mobilnya lalu melajukan kuda besinya dengan kecepatan tinggi. Ester harap, saat ini dia kecelakaan karena kepalanya yang pusing ditambah dia mengendarain mobil dengan kecepatan tinggi. Namun, sampai di tempat tujuan, Ester selamat.

Dia mendengus kesal. Lalu turun dari mobil untuk mengambil koper dan barang-barang penting lainnya.

Kaki Ester berjalan malah menuju sebuah rumah bercat merah bata. Sebelum mengetuk pintu, Ester meraih ponselnya. Dia mengotak-atik benda yang baru dinyalakannya itu untuk memanggil pemilik rumah keluar.

Ester menghentakkan-hentakkan kakinya karenabtak mendapat respons dari Risa. Ketika rasa lelah mulai menyapanya, panggilan Ester direspons Risa.

"Lo cepet ke depan. Bukain. Ada gue di sana," kata Ester pada Risa yang membalasnya dengan suara serak khas bangun tidur yang kehausan.

Beberapa menit kemudian, seorang perempuan menggunakan baju tidur berwarna merah muda keluar. Matanya yang masih mengantuk membulat saat Ester berada di hadapannya dengan sebuah koper di sampingnya.

"Ester?" pekik Risa yang langsung berhampur memeluk tubuh Ester yang bau alkohol. "Lo, minum, ya?"

Bentar lagi juga update, lagi, satu jam kemudian kayaknya hehe.

Jangan lupa tinggalkan jejak. Terkhusus vote.

Jangan lupa juga follow akun author-nya wkwk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top