2.
Harun mendekat ke arah uminya yang tengah berdialog dengan orang di seberang telepon. Lelaki itu menatap uminya yang tengah tersenyum-senyum dengan lekat. Dia menautkan kedua alisnya sampai membentuk kerutan di dahi.
“Siapa, Mi?” tanya Harun saat uminya tak menghiraukan kode darinya.
Uminya masih asyik dengan orang di seberang telepon sampai tak menghiraukan pertanyaan Harun.
Melihat ibunya yang tersenyum-senyum Harun semakin penasaran.
“Mi, lagi teleponan sama siapa, sih? Jangan buat aku penasaran dong!” gerutu lelaki jangkung itu.
Umi Harun memutus sambungan teleponnya lalu menatap anak bungsunya. “Kakak kamu mau ke sini!” seru uminya yang membuat mata Harun membulat.
“Beneran, Mi?” sahut lelaki berkulit putih itu.
Umi mengangguk. “Dia mau ke sini sambil bawa kabar bahagia katanya.”
“Kabar bahagia apa, Mi?” tanya Harun antusias.
Ibu mengangkat bahu. “I don't know. Katanya nanti Umi juga bakalan tahu,” balas Umi.
Terdengar suara bel yang membuat interaksi keduanya berhenti. Mereka saling pandang. “Biar aku aja yang buka, Mi,” ujar Harun menawarkan diri.
Umi tersenyum. “Iya, silakan. Dengan senang hati, Sayang!” Wajah oval Harun mengangguk singkat. Kemudian lelaki itu melangkah untuk membuka pintu.
Melihat siapa yang ada di depan pintu dengan sebuah koper hitam besar di sampingnya membuat Harun tak menyangka.
“Hello, brother!” seru seseorang berbadan tegap yang ada di hadapan Harun.
Tanpa aba-aba, Harun langsung memeluk lelaki di hadapannya. “Hai, Kak. Aku sangat-sangat merindukanmu,” kata Harun.
Beberapa detik kemudian Harun merenggangkan pelukannya lalu menyuruh sang kakak untuk masuk. “Bagaimana dengan bisnismu di Inggris, Kak?” tanya Harun sembari menyeret koper milik kakaknya.
“Alhamdulillah, baik.” Lelaki bernama lengkap Zabir Athalaric Amilcar itu menatap adiknya.
“Sekolah kamu di sini gimana?” tanya Zabir.
“Baik juga. Hanya saja aku masih beradaptasi,” balasnya.
***
“Ester, aunty kamu mau ke sini,” ujar Dahlia, Uminya Ester.
Ester yang tengah menyandarkan tubuhnya pada sofa langsung menegakkan badan. “Beneran, Mi? Oh my God!” seru Ester senang.
“Kapan ke sininya, Mi?”
Dahlia menatap anak semata wayangnya, lalu duduk bersebelahan di sofa bersama Ester. “Katanya besok.” Ucapan Dahlia membuat mata almond milik anaknya membulat.
“Yes!” Ester bersorak gembira.
“Aku sangat rindu aunty, Umi,” ungkap Ester.
Dahlia mengangguk. “Apalagi Umi, Sayang.” Wanita paruh baya itu mengelus rambut panjang yang sedikit bergelombang milik anaknya. Dia menatap Ester dengan penuh cinta.
Kamu akan selalu menjadi kesayangan Umi dan Abi, Nak!
***
Ester berderap sembari membawa es cendol di tangan kanannya dan membawa semangkuk soto Bandung. Ia mendekat ke bangku pojok yang diisi oleh seorang lelaki. Lelaki itu tengah fokus pada buku yang dibacanya sampai tak menghiraukan pergerakan di sekitar.
“Hai, Harun. Kenalin, aku Ester. Esterina Zendaya Romanoff,” sapa Ester sembari mendekatkan dua makanan di tangannya pada lelaki berkulit putih.
Lelaki itu menurunkan bukunya lalu menatap Ester. “Hai,” sahurnya pelan. “Apa ini?”
“Es cendol, dan soto Bandung. Aku harap kamu belum pernah mencobanya di Amerika,” tutur Ester yang membuat Harun mengangguk.
Ester sengaja menggunakan aku-kamu ketika berbicara dengan Harun. Alasannya karena dia ingin membuat Harun lulus padanya.
“Terima kasih,” ujar Harun sembari menyambar satu cup es cendol.
Ester mengangguk. “Iya, sama-sama.”
“Es cendol ini makanan Singapura, ya?” tanya Harun dengan wajah polosnya yang membuat Ester ingin tertawa. Gadis di hadapan Harun menahan tawanya saat lelaki itu mengambil soto Bandung.
Ester menggeleng. “Nggak. Itu makanan khas Bandung, loh!”
Harun memasukkan soto yang ada di sendoknya ke mulut. Dia mengangkat wajah untuk menatap Ester.
“Beneran?” seru Harun tak menyangka yang dibalas anggukan oleh Ester.
Merek melanjutkan percakapan di sela-sela makan Harun. “Eh, kenapa kamu nggak makan?” tanya Harun ketika menyadari Ester tengah memperhatikan dirinya yang tengah makan.
Kamu? Ester tak menyangka jika lelaki di hadapannya memiliki sopan santun yang tinggi, padahal dia sebangku dengan orang yang bicaranya kasar.
Ketika sadar dari lamunannya, Ester menggeleng cepat. “Enggak, kamu aja. Aku udah, kok.”
“Kamu sengaja beliin ini buat aku?”
Ester menggeleng. “Enggak. Tadinya aku mau ngasih itu ke Risa, tapi Risa nggak mau. Terus aku bawa ke kelas deh takut ada yang nggak bawa uang.” Ester menghentikan cerita rekaannya. “Tapi yang ada di kelas cuma kamu. Ya, udah aku kasih ke kamu aja,” jelasnya diiringi kekehan.
Bel pertanda waktu istirahat telah habis, berbunyi nyaring bersamaan dengan Harun yang telah menyelesaikan makannya.
Saat teman-temannya telah berdatangan Ester dengan cepat membawa mangkuk dan cup kosong bekas Harun. Gadis itu langsung beranjak dari tempat duduknya sampai suara Harun menghentikan langkahnya.
“Esterina,” panggil Harun, “makasih.” Lelaki itu menampakkan senyumnya yang membuat Ester lupa berkedip. Namun, beberapa detik kemudian dia langsung mengangguk.
“Misi satu, selesai,” ujar Ester di telinga Risa saat sahabatnya itu hendak memasuki kelas. Risa hanya mengangguk lalu kembali berjalan.
***
“Aunty!” pekik Ester gembira mendapati seorang perempuan berwajah oval seperti ibunya berada di balik pintu.
Perempuan yang Ester panggil aunty itu melepaskan cengkramannya pada pegangan koper. Perempuan di hadapan Ester menarik kedua ujung bibirnya hingga membentuk bulan sabit. Tangannya langsung merangkul Ester.
“Aku rindu banget sama Aunty,” ungkap Ester sembari membalas pelukan.
“Aunty juga kangen sama kamu, Ter!” Asha–Aunty-nya Ester langsung melepaskan pelukannya saat menyadari seorang perempuan berdiri di belakang Ester.
Ester menatap Aunty-nya lalu mengikuti arah pandang perempuan itu yang mengarah ke belakang. Tepatnya ke kakaknya yang tak lain adalah ibunya Ester.
Dahlia langsung mengajak adiknya masuk. Dia juga menyeret koper warna abu-abu milik Dahlia. Saat pintu baru saja Ester tutup, seseorang mengetuk pintu.
“Aduh siapa, sih?” gerutu Ester sembari membuka pintu.
Dia terkejut mendapati seseorang pria tegap berkulit putih dengan mata almondnya. Sudut bibir Ester langsung mengembang. Matanya langsung berbinar.
“Abi!” seru Ester yang langsung memeluk Steven–ayahnya.
Steven mengelus rambut hitam Ester dengan sayang. Dia juga mengecup puncak kepala anak gadisnya.
“Kapan Abi sampe? Kok nggak ngasih tahu? Aku jadi nggak bisa pesen oleh-oleh dong,” kata Ester sembari menggembungkan pipinya yang tembam.
Steven tak langsung menjawab. Dia menatap rambut hitam Ester. “Bareng sama aunty kamu. Lagian kita kan sama-sama dari Inggris,” balas Steven lalu menyuruh anaknya masuk.
"Oleh-oleh buat kamu udah Abi beli, kok." Ester langsung menatap Steven. Matanya membulat sempurna.
"Beneran, Bi? Aku kan nggak pernah bilang," ujar Ester.
Steven menunjuk istrinya dengan dagu lalu berkata, "Umi kamu yang bilang kalo kamu mau apa aja."
Dahlia mendekat pada Steven lalu mencium tangannya. Steven membalas perlakuan istrinya dengan mencium keningnya.
"Aunty jangan baper, ya!" teriak Ester yang membuat Asha terkekeh lalu menggeleng.
***
Angin malam menusuk kulit, tetapi tak begitu terasa bagi orang-orang yang tengah tertawa. Orang-orang itu tak mempermasalahkan siang atau malam mereka bertukar canda, yang mereka inginkan hanyalah kebahagiaan yang tidak akan terganti. Yakni, berkumpul dengan keluarga.
"Abi, kalo aku minta apa aja bakalan Abi kasih?" tanya Ester yang membuat Steven mencium puncak kepala anak gadisnya.
Steven mengangguk. "Iya, itu pasti."
"Kalo aku minta cowok gimana?" tanya Ester yang mengundang tawa Steven. Kemudian tawa Ester juga terdengar ketika Steven melontarkan beberapa ucapan.
"Kak, apa dia udah tahu yang sebenernya?" tanya Asha pada Dahlia.
Udah ya, aku update kebagian nih wkwk
Gimana part ini?
Jangan lupa tinggalkan jejak, ya 😊
Selamat beristirahat
Salam cinta dari keluarga I Am Esterina dan author-nya wkwk 💖
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top