17.

“Kafe? Kayak Harun?” tanya Risa heran.

Ester mengangguk semangat. “Iya, katanya dia mau buat kafe,” balas Ester. Gadis itu membantingkan tubuhnya ke kasur. Matanya ia pejamkan sebentar.

"Kenapa lo pengen buat kafe, juga? Biar kayak Harun, atau apa?" tanya Risa dengan penasaran.

Masalahnya, Ester adalah orang yang kadang lupa tanggung jawab. Dia masih ingin menghabiskan masa remajanya dengan bermain, bukan mencoba untuk serius ketika masa depan di depan mata.

Ester menggeleng pelan. "Bukan itu. Gue ngerasa kalau gue itu bakalan dewasa. Gue mustahil kan kalo gue bergantung sama orang tua gue terus," jelas Ester.

"Lo punya pikiran kayak gitu juga ternyata," sahut Risa yang membuat Ester mendengus kesal.

"Gue rasa, semua anak punya pikiran kayak gitu, termasuk gue dan elo," tutur Ester. Risa mengangguk untuk membenarkan ucapan Ester.

"Tapi, mungkin, sebagian anak udah mikirin ini jauh-jauh hari, bukan pas kelas dua belas," imbuh Ester yang diacungi jempol oleh Risa.

Gadis itu tersenyum menatap sahabatnya yang kini berpikir lebih dewasa. "Akhirnya, gue punya sahabat otaknya nggak kayak bocah," seru Risa yang malah mendapat jitakan dari Ester. "Terus sekarang rencana lo apa?"

"Jalani hidup penuh tanggung jawab," jawab Ester yang membuat Risa menatapnya dengan ragu.

Risa mengernyit lalu bertanya, "Maksud lo?"

Ester menunjuk kura-kura Brazil kecil dalam akuarium dengan telunjuknya. "Dia tanggung jawab gue. Jadi sekarang hidup gue punya tanggung jawab," kata Ester santai.

Risa tergelak. Dia mengamati kasur yang dipasang sprai berwarna hijau dengan rapi. Dia mencari benda kecil yang bisa dileparkan pada sahabatnya itu. Namun, tak ada benda kecil.

Mata Risa menatap bantal lalu menariknya. Detik kemudian, bantal itu dia jatuhkan pada wajah Ester. Ester memekik keras sampai membuat Risa terbahak.

"Sahabat laknat emang," ujar Ester sembari menegakkan punggungnya. Dia menatap sengit gadis di sampingnya, lalu melemparkan bantal yang digenggamnya pada Risa.

"Sialan lo!" gerutu Risa yang membuat Ester meraih semua bantalnya lalu melemparkannya pada Risa satu per satu.

***

 
Tangan Ester menjatuhkan bulatan kecil berwarna hijau pada air yang dihuni kura-kura miliknya. Hewan kecil itu memakan bulatan yang berjatuhan ke air. Pandangan Ester tak teralihkan dari hewan itu. Hingga otaknya tiba-tiba saja memberitahukan fakta yang harusnya sudah ia lakukan.

"Astaga!" jerit Ester yang membuat Risa menoleh padanya.

Sahabat Ester itu tengah menyisir rambutnya. Dia menatap Ester kesal lalu meletakkan sisir di meja rias milik Ester. Kemudian kakinya bergerak mendekati Ester.

"Lo kenapa, sih?" teriak Risa yang membuat wajah Ester yang tadinya biasa saja kini terlihat sendu. 

"Kura-kura gue belum pernah dijemur sekali pun," ungkapnya yang membuat Risa ingin menendang sesuatu ke wajah Ester. Tangan Risa rasanya gatal ingin menghancurkan sesuatu.

Namun, yang dilakukan Risa malah menepuk jidatnya sendiri dengan cukup keras. Gadis itu mengaduh kesakitan akibat ulahnya sendiri. "Nggak mati kali kalo nggak dijemur mah," gerutu Risa.

"Gue mau jemur dia deh," ujar Ester yang membuat Risa menggeleng.

"Jangan! Kita mau sekolah, Ester!" kata Risa yang tak didengarkan Ester.

Ester membawa akuarium yang diisi kura-kura. Dia berjalan turun ke bawah. Risa yang melihatnya hanya bisa menggerutu. "Sifat keras kepala lo masih ada, Ester! Gue kira udah musnah," teriak Risa yang malah memerhatikan tingkah Ester.

"Kalo nggak mau bantu, diem!" balas Ester dengan suara yang tak kalah kencang.

Langkah Ester terhenti saat dirinyalah sampai di pinggiran kolam renang. Dia mendongak, menatap langit yang masih terlihat gelap. Tangan lentik Ester menyimpan akuarium itu tepat di samping kolam, lalu kakinya terayun untuk mengambil pasir.

Kimi tangan Ester membawa wadah berbentuk persegi panjang menyerupai sebuah loyang yang diisi pasir. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Risa telah siap berangkat sekolah.

"Bentar lagi bisa, kan? Nggak liat gue lagi sibuk?" tanya Ester pada Risa. Padahal sahabatnya itu belum berkata sepatah kata pun.

"Heh, gue belum ngomong apa-apa," ketus Risa yang membuat Ester mengangguk pelan.

"I know. Tapi, tubuh lo yang jadi patung di sana terus pake seragam kaya ngajak gue buat berangka sekolah," balas Ester sembari meraih kura-kura kecil yang menggerak-gerakkan kakinya. Tangan gadis itu menyimpan kura-kura hijau di tumpukan pasir berwarna putih.

Setelahnya, Ester berdiri. Dia menepuk-nepuk roknya yang sedikit kotor karena pasir. Kemudian dia berdiri dan berjalan menghampiri Risa.

"Mau berangkat sekarang?" tanya Ester yang dibalas anggukan oleh Risa.

"Itu kura-kura mau dibiarin gitu aja? Kalo hilang gimana?" tanya Risa yang membuat Ester membalikkan badan untuk menatap kura-kura miliknya.

"Beli lagi," balas Ester santai dengan tangan yang dilipat lalu diletakkan di dadanya.

"Kalo gitu caranya, sama aja. Lo masih nggak bertanggung jawab," kata Risa yang membuat Ester terdiam.

"Gue tinggal yakinin diri sendiri kalo kura-kura itu nggak bakal hilang." Kemudian Ester membalikkan badannya meninggalu Risa. Dia menatap arloji di tangan kirinya lalu berlari menaiki tangga.

Ester menaiki kuda besi miliknya, disusul Risa. Sahabatnya itu menatap Ester lalu berkata, "Bukan berarti lo kaya, lo bisa abai sama tanggung jawab lo urus kura-kura itu."

Ester tak membalas ucapan Risa, dia malah menyuruh sopirnya itu supaya menjalankan mobil.

Ester mendengus lalu menatap Risa. "Gue tahu. Tapi gue yakin, si Thor nggak bakalan hilang."

"Thor?" tanya Risa yang diangguki sahabatnya.

"Thor nama kura-kura gue. Keren kan?" tanya gadis berambut hitam tebal itu yang dibalas gelengan oleh Risa.

"Terus mana Mjolnir-nya? Kenapa dia nggak lo kasih nama Turtle-Man? Atau Hulk gitu? Kan dia ijo," kata Risa panjang lebar sembari menggeleng-gelengkan kepala. "Lo kayak gini keseringan nonton film MCU."

Ester terkekeh. Dia memang sangat menyukai film-film terbitan Marvel Cinematic Universe, atau biasa disingkat MCU. Film-film Marvel menceritakan kisah superhero yang berasal dari Amerika.

"Mjolnir, itu kan palu punyanya Thor. Tapi Thor yang di MCU, nah sekarang lo pikir, emang kura-kura bisa bawa palu?" Ester tergelak membayangkan jika kura-kura miliknya mempunyai palu.

"Ya, kali aja gitu, kan lo hobi banget nonton film fantasi berbalut sci-fi yang bisa bikin otak muter." Ester hanya membalasnya dengan cengiran.

"Beneran nih, namanya Thor?" tanya Risa yang membuat Ester mengangguk.

"Beneran. Tadinya mau gue kasih nama Turtle-Man, tapi kan gue nggak mau kalo kura-kura itu berubah jadi cowok," tutur Ester yang membuat Risa meraih botol kosong di sampingnya lalu melemparkannya pada Ester.

"Serah lo yang ngaco deh!"


***


"Gue mau lebih deket sama Iqbal biar Tony bisa jaga jarak dari gue," tutur Ester yang membuat Risa menoleh padanya.

“Serah lo, deh!” ujar Risa pasrah.
Ester tersenyum lebar. “Kalo gitu, gue mau nyamperin Iqbal yang udah dadah-dadah ke gue, ya!”

Risa hanya menaikkan kedua alisnya sebagai jawaban. Ester kemudian melangkah menuju Iqbal, dia membalikkan badan sebentar ke arah Risa untuk melambaikan tangan.

“Mau anterin aku ke kelas?” tanya Ester yang diangguki Iqbal.

“Iyalah, masa nggak?” Sebuah senyuman terbit dari wajah Iqbal.

Ester tersenyum hangat membalas senyuman Iqbal. Tangan Iqbal bergerak mengacak-acak rambut Ester.

Gadis itu menepis tangan kekar Iqbal dengan keras. “Rambut aku udah rapi, tahu! Jangan-jangan diacak-acak dong!” gerutu Ester sembari memajukan bibirnya karena kesal.

Tangan Iqbal kini hanya dibiarkan diam di rambut Ester. Wajahnya menatap Ester lekat diiringi senyuman. “Kamu kalo cemberut lebih cantik deh, jadi buat aku makin sayang.”

Pipi Ester kini memerah. “Ah, bohong!” sanggahnya yang malah membuat pipi Ester semakin merona.

Wajah Iqbal semakin mendekat, membuat Ester menepis wajah lelaki itu. “Jangan aneh-aneh, ini di sekolah,” ujar Ester memperingatkan.

Iqbal tertawa. “Terus kalo bukan di sekolah gimana?” goda Iqbal yang membuat Ester menghentakkan kakinya. 

“Nggak! Nggak boleh!” tegas Ester dengan wajah galak. Mata almond Ester melotot ke arah pacarnya itu.

“Aku juga tahu kali. Kecuali kalo udah halal,” ujar Iqbal diiringi tawanya.

Ester langsung mencubit tangan Iqbal. “Nyebelin!” katanya lalu melangkah cepat meninggalkan Iqbal.

Langkah Ester tak berhenti meski ujung matanya menangkap sosok Tony. Lelaki itu tak berkata sepatah kata pun ketika Ester melewatinya dengan tergesa. Tony melirik ke samping dan mendapati Iqbal tengah mengejar Ester.

“Sepertinya kita memang nggak bisa bersatu,” gumam Tony sembari menatap punggung Ester yang semakin menjauh.


***


Ester menatap Risa yang tengah membereskan alat tulisnya. “Gue mau main sama Iqbal. Lo mau pulang sekarang atau gimana?” tanya Ester yang membuat Risa mendongak.

Risa hanya mengangguk. “Gue mau pulang sekarang. Ke rumah dulu, terus nanti ke rumah lo pas sore.”

Ester mengacungkan jempol sebagai jawaban. “Kalo gitu, gue pergi, ya!”

Setelah mendapat respons dari Risa, Ester melangkah ke luar. Dia mendapati Iqbal yang tengah bersandar pada tembok. “Ayo!” ajak Ester yang membuat Iqbal menoleh.

Tanpa aba-aba, Ester merangkul tangan Iqbal. Cowok di sampingnya dengan cepat menoleh. Senyuman terbit dari bibir tipisnya.

Ketika menyadari ada Tony yang melihat Ester merangkul tangannya, lelaki itu lantas paham. Bahwa Ester ingin menjauhi Tony dengan berperilaku romantis dengannya di hadapan Tony.

Rasa kecewa menyusup dalam hati Iqbal, tetapi ia tak bisa berulah banyak. Dia menyayangi Ester dengan tulus dan dia harap, Ester pun begitu.


***


Jika tadi tangan Ester yang menggandeng tangan Iqbal, kini sebaliknya. Iqbal berjalan dengan tangan yang menggandeng Ester. Gadis itu tak keberatan. Asalkan Iqbal tak berani menciumnya.

Alasan Ester tak mau dicium oleh pacar-pacarnya cukup sepele. Karena dirinya tak ingin membuat kecewa Abinya. Jika pacaran saja sudah dilarang Abinya, apalagi dengan berciuman. Bisa dimarahi habis-habisan dirinya, bahkan jika terlanjur Abinya marah, dia bisa dicoret dari Kartu Keluarga, meski itu terdengar mustahil.

Mereka kini berada di Cihampelas Walk, atau yang biasa dikenal CiWalk. Mereka naik ke lantai dua. Karena Ester ingin menonton film Avengers: Infinity War yang tengah tayang hari ini.

“Kenapa, sih, suka banget sama film super hero gini? Kamu kan cewek.” Iqbal menatap Ester yang malah tersenyum.

“Karena karakter cewek di film MCU itu kuat, nggak lemah. Dan aku suka cewek kayak gitu,” ungkap Ester.

“Dan aku suka kamu,” kata Iqbal yang membuat Ester merona.

***


Iqbal memperhatikan Ester yang fokus menonton. Gadis itu sangat tegang ketika film mendekati akhir. Butiran bening dari mata Ester turun. Iqbal tak berniat menghapusnya, dia justru tersenyum kecil karena menyadari bahwa pacarnya yang dikenal angkuh masih memiliki perasaan.

Iqbal ingin bersuara, tetapi urung. Dia asyik menatap Ester daripada film di depannya. Suara yang dihasilkan dari film pun tak membuat dia tertarik untuk menonton, padahal suara yang dihasilkan sangat keras.

Tangan Ester tiba-tiba memeluk lengan Iqbal. Membuat lelaki itu kaget, tetapi detik berikutnya Iqbal tersenyum.

“Sedih?” bisiknya di telinga Ester yang membuat gadis itu mengangguk.

Film yang mereka tonton berakhir. Ester bangkit lalu menarik tangan Iqbal. “Aku lapar,” ujar Ester yang membuat Iqbal melebarkan senyumnya.

Melihat Ester yang bersikap manja padanya membuat Iqbal semakin menyayangi Ester. “Aku sayang banget sama kamu,” bisik Iqbal di telinga Ester. Gadis itu menjauhkan kepalanya karena bisikan Iqbal membuat dirinya geli.

Me too,” balas Ester yang membuat Iqbal tersenyum.

Keduanya berpegangan tangan. Ester tersenyum sekilas pada Iqbal.

Dalam hati, Ester merasa bingung dengan perasaannya. Dia nyaman berada di dekat Iqbal, tetapi dia merasa ada sesuatu hal yang membuatnya harus menjauhi Iqbal. Ester tak tahu itu apa, yang ia yakini sekarang, apa yang dilihat, didengar dan dilakukannya akan dia anggap benar.

“Gimana pencarian jati diri kamu?” tanya Iqbal membuka percakapan.

Kini keduanya tengah duduk berhadapan. Menunggu pesanan yang diantar dan mencoba membunuh waktu dengan obrolan.

Kepala Ester menggeleng. “Belum,” katanya diiringi cengiran.

“Kamu ini,” balas Iqbal.

“Aku belum dapetin apa yang aku mau. Nyari jati diri berasa buat aku nggak bebas. Entahlah, mungkin karena raga aku yang masih pengen main-main jadi ketika diajak serius malah nolak.”

Iqbal menatap Ester dengan bibir yang terkatup rapat. Mendengar punyi ponsel yang diiringi getaran membuat Iqbal meriam benda itu.

Dia melihat pesan yang dimunculkan pop-up ponselnya. Seketika, wajah Iqbal berubah sendu. Pandangannya sayu dan menunduk.

“Kenapa?” tanya Ester menyadari perubahan sikap Iqbal.

Helaan napas Iqbal terdengar. Dia menatap Ester. “Kakek aku masuk rumah sakit lagi,” tuturnya.

“Kamu yang sabar, ya!” Tangan Ester mengusap-usap bahu pacarnya.

Iqbal menggenggam tangan Ester yang mengelus bahunya. Pandangan lelaki itu mengunci Ester. “Aku nggak mau kakek pergi sekarang. Aku belum bisa banggain dia. Aku sayang banget sama kakek. Kakek baik banget ke aku. Nggak akan ada orang yang bisa ngalahin sayang kakek ke aku,” jelasnya yang membuat Ester tersentuh.

Saat itu juga, Ester teringat kakeknya. Dia harap kakeknya itu benar-benar pulih. Apalagi mengingat pernikahan Asha yang sebentar lagi.

Ester tak tahu harus berkata apa. Dia hanya berusaha menguatkan Iqbal lewat sentuhan tangannya.

K

emarin nggak up dan sekarang dikasih 2k word. Hehe
Maaf, ya, kemarin nggak update.
Semoga ini bisa mengurangi rindu kalian dengan mereka.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan mengklik ikon di sudut kiri.
Jangan lupa juga follow akun yang nulis :)



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top