16.

Ester mengabaikan ponselnya yang terus-menerus berdering. Peneleponnya masih sama, Tony Raga Mahendra. Langkah gadis itu terus terayun menaiki tangga. Dia membuka pintu lalu merasakan angin segar menampar wajahnya.

Ia melangkah menuju kursi kayu berwarna cokelat lalu duduk di sana. Dia menatap sofa yang ada di samping kursi yang didudukinya. Lalu pandangan gadis itu tertuju pada langit biru dengan awan putih yang cerah.

Punggungnya ia sandarkan pada sandaran kursi. Matanya dibuat terpejam. Mengizinkan angin menerpa wajahnya dengan leluasa. Membiarkan rambut hitam tebal yang sedikit bergelombang itu ditiup angin. Untuk beberapa saat, hatinya terasa sejuk sampai sebuah suara mengusik pendengarannya.

Ia langsung membuka mata lalu menatap ke arah yang berlawanan dari pintu. Suara pintu yang dibuka terdengar. Ester tetap pada posisinya tanpa ingin tahu siapa memiliki langkah yang semakin mendekat.

Mendengar suara sepatu yang beradu, membuat Ester bisa menerka siapa yang menghampirinya ke sini. Ester memalingkan wajah saat lelaki itu malah duduk di sofa.

“Kamu ngapain di sini?” tanya Tony yang membuat Ester menghela napasnya.

Dia menatap Tony sekilas lalu pandangannya dibiarkan fokus pada langit biru yang cerah. “Nyari ketenangan,” lirih Ester yang membuat Tony mengusap kedua tangannya.

“Ester,” panggil Tony yang membuat Ester bergumam. “Kalo pacar kamu ketahuan selingkuh, kamu mau ngapain?”

Ester menatap Tony cepat karena dia teringat pertengkaran dengan adik kelasnya gara-gara Tony.

“Putusin,” balas Ester. Mata Ester mengamati ekspresi Tony yang tak berubah. “Kamu selingkuh? Tasya selingkuhan kamu?”

Tony menggeleng cepat. “Nggak lah. Aku mustahil selingkuh kalo pacaran sama kamu. Dan Tasya itu bukan selingkuhan aku, tapi mantan,” jelas Tony yang diangguki Ester.

Keduanya saling diam. Tony ikut menatap langit berwarna biru yang ditatap Ester. “Kamu ke sini ngapain?” tanya Ester tiba-tiba.

Tony tak menjawab, dia malah meraih ponselnya yang di letakkan di saku. Tangannya menari-nari di atas layar benda pipih itu. Tangan kekar Tony terjulur ke wajah Ester, membuat gadis itu menoleh ke arahnya.

“Aku mau tanya ini apa. Soalnya aku nggak mau makan informasi mentah-mentah,” tutur Tony yang membuat Ester mengernyit.

Gadis itu mengambil ponsel milik Tony. Layar itu menunjukkan dua orang berbeda genre. Melihatnya Ester menatap ke arah lain. Tangannya langsung meletakkan benda itu di sampingnya.

“Lo sama dua pacar gue yang lain sama aja, ya!" bentak Ester yang membuat Tony menatap bingung ke arah Ester.

"Kemarin-kemarin dua cowok gue ngasih foto yang ceweknya mirip gue. Mereka ngasih foto yang berbeda-beda, tapi mereka ngasih foto gue yang pake baju hitam putih dengan garis kotak-kotak," jelas Ester, "padahal gue nggak punya baju yang motifnya kayak gitu."

Tony membulatkan mata ketika mendengarnya Ester mengatakan itu.  Dia menatap tak percaya pacarnya yang telah dikecewakan lelaki lain.

"Jadi, lo mau gimana?" tanya Ester yang membuat Tony terdiam.

Tony terdiam menatap Ester. "Aku mau kamu selalu di samping aku," balas Tony.  Ester menatap lelaki itu tak yakin. "Aku tahu, di foto itu bukan kamu. Aku mohon, kamu jangan putusin aku, ya!"

Ester menatap remeh pada lelaki di sampingnya. "Tapi gue mau kita putus!" tegas Ester yang membuat Tony menggeleng.

"Kita buat peraturan," ujar Tony memberi usul.

Ester menggeleng cepat. "Gue nggak suka diatur!" teriak Ester yang membuat Tony tersentak.

"Tapi aku pengen kita tetep pacaran," ujar Tony yang membuat Ester memutar bola matanya dengan malas.

"Serah lo!" Setelah mengatakan itu, Ester langsung berlalu. Dia meninggalkan roof top dan Tony yang tengah mematung.

Ketika selesai menuruni tangga, Ester berpapasan dengan Harun. Lelaki itu tersenyum kecil padanya, tetapi Ester tak melakukan hal yang sama justu dia malah melewati Harun.

***

Pada istirahat kedua, Ester memilih untuk di kelas. Gadis itu memakan seblak ketika Risa tengah berada di kantin.

Hela duduk di kursinya dengan tatapan tertuju pada Ester. "Gue boleh tikung mantan lo kan?" tanya Hela yang diangguki cepat oleh Ester.

"Boleh, boleh banget malah," ujar Ester yang membuat Hela tersenyum. Setelah itu, gadis itu meninggalkan kelas.

Kini hanya Ester seorang yang berada di kelas. Gadis itu kembali fokus memakan seblak yang kini di makannya, sampai sebuah suara terdengar mendekat.

"Ester!" Ester mendongak saat suaranya dipanggil. Dia menemukan sosok lelaki yang mirip Tom Holland tengah berjalan ke arahnya.

"Iya?" balas Ester yang merasa heran ketika Harun semakin mendekat ke arahnya.

"Itu kamu makan apa? Kayaknya enak," ujarnya diiringi kekehan. Mendengar itu Ester sedikit tak percaya.

"Seblak. Kamu mau?" tanya Ester.

Harun mengernyit mendengar nama makanan itu. "Boleh, kayaknya enak. Tapi, emang boleh aku minta ke kamu?"

Ester mengangguk. "Aku udah kenyang, kamu bisa makan punya aku kalo nggak jijik," ungkap Ester jujur. Karena sebentar, jika dia masih lapar, seorang Ester tak akan berbagi makanan.

Ester menyodorkan satu wadah porsi seblak yang tinggal setengah pada Harun yang antusias. Dia duduk di kursi yang ada di samping Ester.

Tak berselang lama Harun telah memakan sampai habis seblak milik Ester. Dia seperti orang kelaparan karena dengan cepat menghabiskannya.

"Gimana? Enak?" tanya Ester ketika meyakini baru pertama kalinya Harun makan seblak.

Lelaki itu mengangguk. Pipinya yang putih memerah. "Enak, tapi pedes," ujarnya jujur.

Ester terkekeh pelan. Dia sudah menduga hal itu, karena dirinya pun merasakan hal yang sama. Enak tetapi pedas.

"Kamu nggak suka pedas, ya?" tanya Ester yang dibalas gelengan oleh Harun.

"Suka kok. Kalo nggak suka mustahil seblak itu aku habisin," jelas Harun dengan tatapan tertuju pada wajah Ester.

Ditatap dengan lekat oleh Harun membuat dirinya tak nyaman. Gadis itu hanya mengangguk kecil untuk merespons ucapan Harun.

"Seblak suka ada di kafe nggak?" tanya Harun yang membuat tawa Ester keluar. Harun menatap gadis di hadapannya dengan dahi yang berlipat-lipat.

"Setahu aku, nggak. Rata-rata yang jual seblak itu pake gerobak. Emangnya kenapa?" tanya Ester disela-sela tawanya.

Harun menyugar rambutnya, lalu berkata, "Aku mau buat kafe, pengen gitu seblak jadi salah satu menu makanan di sana. Apalagi barusan aja enak banget."

Ester mendengar itu merasa takjub pada lelaki di hadapannya. "Ya, kalo mau masukin seblak ke daftar menu juga nggak apa-apa, sih. Tapi tergantu kamunya," sahut Ester denga pikiran yang memikirkan sesuatu.

***

"Umi katanya bakapan cepet pulang, Ris," tutur Ester tiba-tiba ketika melihat Risa tengah memberi makan kura-kura kecil miliknya.

Risa menoleh pada Ester. "Alhamdulillah dong. Kapan Tante Dahlia pulang? Kakek lo udah sembuh?"

Ester mengangkat bahu. "Katanya Abi ada urusan kerja di sana sebentar, baru deh kalo udah beres bisa pulang," tutur Ester, "katanya sih, udah baikan. Soalnya tadi pas video call kakek lagi tidur."

Risa mengangguk lalu berjalan ke arah Ester yang duduk di tepi kasur. "Gue kok jadi pengen buat kafe kayak Harun, ya?"

Haii
Jangan lupa tinggalkan jejaknya
Beri apresiasi lewat vote 🌟✨
Maaf buat hari ini cuma bisa publish satu bab.
Good night kalian ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top