15.

“Ke mana?”

“Labrak orang.” Ester menatap Risa lalu berkata, “Terus sambil live di instagram.”

Risa tertawa keras. “Ada-ada aja lo!” Tangan Risa mengambil ponsel miliknya. “Yang bener dong, kita mau ke mana?”

“Sukahaji. Ayo buruan berdiri! Keburu tutup nanti,” perintah Ester yang membuat Risa berdiri sembari mengerutkan kening.

“Pasar Sukahaji?” tanya Risa yang dibalas anggukan dan acungan jempol oleh Ester.

Ester langsung melangkah disusul oleh Risa yang masih keheranan. “Lo mau beli apa? Burung?”

“Mau beli penguin,” balas Ester yang membuat Risa mengentakkan kaki. Bibir gadis itu mengerucut dan mengundang tawa Ester.

***


Risa menoleh ke arah Ester yang tengah mengemudi. Matanya sahabatnya itu fokus pada jalanan yang ramai. Risa masih heran dengan Ester yang tiba-tiba mengajaknya ke pasar burung.

“Gue tahu, gue cantik. Lo jangan lesbi deh!” ujar Ester yang membuat Risa tersentak.

Naudzubillah ya, Allah. Mustahil gue lesbi.” Risa mengusap-usap dadanya dengan tatapan sengit yang mengarah pada Ester.

“Lo yakin mau ke sana? Nggak mau labrak orang?” Risa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia seperti tengah berbicara dengan orang yang baru saja dicuci otaknya.

Ester melirik ke arah Risa sekilas. “Lo mau gue beneran labrak orang?” sahutnya yang membuat Risa terdiam. Gadis itu perlahan menggeleng. “Kalo pun gue mau labrak orang, gue mau labrak siapa?”

Risa mengalah, dia hanya mengangguk-angguk pasrah. Matanya kembali fokus mengamati gedung-gedung tinggi yang mengapit jalanan.


***


Dua gadis yang sering dikira kembar karena selalu bersama itu melangkah menuju tempat di mana berbagai macam hewan peliharaan ada di sana. Mereka disambut oleh burung-burung yang berkicau.

“Mau live instagram nggak?” bisik Ester yang dibalas gelengan oleh Risa.

“Nggak ah, berisik.”

“Penggemar lo nggak bakalan tahu lo lagi di sini deh,” ujar Ester dengan pipi tembamnya yang mengembung.

“Ter, di sini ada buaya, nggak?” Pertanyaan Risa membuat Ester terkekeh.

“Ya, nggak lah. Ini bukan kebun binatang. Tapi kalo buaya berwujud manusia bisa aja ada di sini,” balas Ester sembari menahan tawanya.

Mereka berjalan-jalan sampai langkah Ester terhenti pada penjual kura-kura. “Mang di sini ada yang jual penguin?”

Ester langsung menoleh ke arah Risa. Saat itu juga terdengar suara tawa laki-laki. Astaga, jika bisa Ester ingin menghilang saat ini juga. Suara pria penjual hewan itu berhenti saat Risa berkata bahwa dirinya bercanda. Namun, tetap saja, Ester merasa malu atas pertanyaan Risa yang benar-benar konyol.

***


Satu keluarga tengah berkumpul di ruang keluarga. Mereka membicarakan banyak hal. Hingga sebuah pertanyaan dari sang Abi membuat anak bungsunya menoleh ke arahnya.

“Pengen kayak kafe halal punyanya Kak Stella,” ujar lelaki itu yang langsung melirik pada sang kakak. Dia menutup mulut saat Zabir menatap ke arahnya.

Umi memperingatkan agar anak bungsunya tidak berkata seperti itu. “Harun, nggak boleh gitu! Kasihan Kakak kamu.”

“Santai, Kak. Nggak maksud kok,” uajrnya diiringi cengiran, “lagian ini Bandung yang mayoritas muslim, bukan di Amerila yang minoritas muslim.

“Nggak apa-apa kali. Kakak bukan anak kecil yang ketika disinggung masa lalunya langsung ngamuk,” balas Zabir pada adiknya itu.

“Lagian udah ada penggantinya, ya, Kak?” timbal Umi yang membuat lelaki berkulit sawo matang itu tersenyum.

“Waktu itu bukan masalah ras kan?” tanya Harun yang membuat Zabir menggeleng.

“Bukan. Tapi masalah tradisi keluarga,” balas Zabir santai, “lagian calon Kakak yang ini lebih cantik daripada Stella.”
Harun hanya mengangguk-angguk merespons ucapan kakaknya.

“Calon kamu belum pulang, ya?” Suara berat Abi membuat kedua anaknya menoleh.

“Mana aku tahu, Bi. Umi tuh yang lebih tahu,” balas Zabir. Dirinya memang tidak diperbolehkan untuk bertukar kabar secara pribadi dengan calonnya itu. Jika ingin ada yang ditanyakan tentang kepribadian satu sama lain pun, mereka melewati perantara.

“Iya, belum. Abinya masih sakit. Dia juga ke sana sama kakak dan kakak iparnya,” jelas Umi yang membuat anak sulung dan suaminya mengangguk.

“Jadi, konsep kafe kamu mau dibuat kayak gimana?” tanya Abi yang membuat Harun menoleh padanya.

Harun mengambil bantal kecil lalu menjadikannya sebagai tumpuan untuk tangannya yang menopang dagu. Otaknya masih berpikir tentang konsep yang cocok.

“Aku pengen warnanya cokelat sama putih. Terus di dindingnya dipasang quotes penyemangat gitu pake warna hitam, bisa berupa hadis atau ayat Alquran juga, sih,” jelas Harun dengan kepala yang membayangkan tampilan kafe miliknya nanti.

“Terus?” tanya Abi.

“Aku pengen meja sama kursinya warna cokelat, terus di atasnya ada beberapa lampu yang dipasang sebagian terlalu menjuntai dan sebagian lagi enggak. Di mejanya aku mau simpan vas bunga yang diisi bunga segar. Terus aku pengennya dijadiin dua lantai dengan jalan masuk yang berbeda,” jelas Harun yang membuat anggota keluarnya mengernyit.

“Kenapa jalan masuknya beda, Run?” tanya Zabir.

“Soalnya aku pengen tempat makan perempuan sama laki-laki itu dipisah. Laki-laki di lantai bawah dan perempuan di lantai atas. Perempuan jalan masuknya pengen aku buat kayak semacam jembatan penyebrangan gitu,” imbuh Harus yang membuat Uminya bertepuk tangan kecil.

Good. Kakak setuju ide kamu yang luar biasa itu!” seru Zabir yang diangguki Abi. Harus tersenyum kecil menanggapinya respons anggota keluarganya.

“Umi mau ke rumah kakek kalian dulu, ya!” ujar Umi memberitahu.

Beliau langsung bangkit lalu menuju keluar. Tepatnya ke rumah kakek yang berada di samping rumah keluarga Amilcar.

Keluarga Amilcar sebenarnya pindah karena ayah uminya sakit. Beliau meminta Sherina–uminya Harun–sebagai anak bungsu tinggal bersama keluarganya di Indonesia. Apalagi kakek hanya tinggal di sini sendiri karena istrinya lebih dulu diambil sang pencipta. 

***

“Lo yakin mah rawat kura-kura ninja ini?” tanya Risa sembari mengamati kura-kura kecil yang berwarna hijau muda dengan garis warna kuning yang terdapat di leher dan keempat kakinya.

Ester melirik kelakuan Risa yang malah mencelupkan tangannya ke air lalu memutar-mutar jarinya di sana. “Astaga! Risa lo ngapain? Mau digigit sama kura-kura ninja gue?” pekik Ester yang langsung bangkit dari duduknya di kasur.

“Untung pembaca lo nggak tau sisi buruk pengarang yang dibangga-banggainnya.”

Risa menyengir ketika mendapati Ester berada di sampingnya. “Lo lagi latihan buat jadi emak-emak, ya? Nyampe pelihara hewan segala lagi,” cibir Risa yang tak dipedulikan sahabatnya.

Ester mengangkat kedua alisnya lalu mengernyit. “Gue pengen coba bertanggung jawab aja sih, dikit-dikit,” tuturnya yang diiringi gelak tawa.

Risa memutar bola mata malas. “Serah lo deh!”

Ester tak menanggapi ucapan Risa dia kembali menuju kasur dan membaringkan raganya di sana. Bola mata Ester melirik Risa yang mendekat.

“Lo kenapa nggak pelihara burung hantu?” tanya Risa yang ikut membaringkan tubuhnya di kasur Ester.

“Tadinya, malah gue mau pelihara beruang kutub biar lo nggak jomlo,” balas Ester dengan kelopak mata hang dipejamkan.

Risa ingin marah, tetapi dia juga ingin tertawa. Alhasil, gadis itu hanya tersenyum-senyum kecil dengan hati tak terima.

***

Udah ya, hari ini satu part aja
Aku ketiduran tadi jadi nggak bisa double up.
Terima kasih sudah membaca, Jagan lupa vote bagian ini.
Good Night ✨

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top