12.
“Ester, ini apa?” tanya Roy dengan suara tinggi, tangannya menunjukkan ponsel yang di genggam.
Ester tersentak, mulutnya sedikit terbuka. Dia meraih ponsel di genggaman Roy. “Ini dari siapa?” tanya Ester sembari menyerahkan benda itu pada pacarnya.
“Itu beneran kamu?” geram Roy yang membuat Ester melotot.
“Nggak! Itu bukan aku!” tegas Ester yang membuat Roy menarik tangannya.
Roy menghentikan langkahnya dan melepaskan tangan Ester di taman belakang yang sepi. “Ini siapa?” tanya Roy yang membuat Ester geram.
“Itu bukan gue!” bentak Ester yang membuat Roy menggelengkan kepalanya.
“Ini jelas-jelas kamu yang lagi digandeng cowok! Pake baju transparan lagi!” Roy menunjuk-nunjuk gambar seorang perempuan mengenakan baju berwarna cerah dengan seorang lelaki yang merangkul lehernya. “Di foto ini kamu kayak habis mabuk dan mau dicium!”
Mendengarnya membuat mata almond Ester melotot. “Itu bukan gue!” seru Ester, “lo dapet itu dari mana?”
“Ada yang ngirim foto ini ke gue!” teriak Roy.
“Dan lo langsung percaya gitu aja?” cibir Ester.
Roy terdiam, lelaki itu menatap mata Ester lekat. “Gue percaya karena pacar lo banyak. Dan lo tahu, kalo lo itu murahan! Lo pernah ditidurin cowok, kan?” teriaknya yang membuat Ester seperti disambar petir.
Murahan! Ditidurin cowok! Kata itu terus terngiang di kepala Ester. Tanpa sadar, tangan kanannya mendarat di pipi kiri Roy dengan keras. Ester menatap Roy dengan bahu yang naik turun. Wajahnya sudah memerah. Kilatan amarah jelas terpancar dari mata almondnya.
“Kalo dari dulu lo tahu gue murahan, kenapa lo mau jadi pacar gue?” tanya Ester dengan suara tinggi. Dirinya benar-benar tak yakin jika yang ada di hadapannya adalah Roy yang dia kenal.
“Kita putus!” tegas Roy yang membuat Ester tersenyum miring.
Roy hendak berbicara kembali, tetapi Ester langsung angkat bicara. “Lo tahu, kalo yang di foto itu bukan gue? Cowok itu juga bukan salah satu dari pacar atau mantan gue!” Ester menjeda kalimatnya. “Lo tahu, kalo gue pacaran nggak pernah mau dicium sama pacar-pacar gue! Dan sekarang, lo bilang gue murahan?” hardik Ester, kepalanya menggeleng-geleng tak percaya.
Ester menatap Roy yang memilih diam. “Dasar bajingan!” tegasnya lalu berbalik dan melangkahkan kaki.
***
Ester duduk di bangkunya. Wajah gadis itu ia benamkan pada kedua tangan yang dilipat. Menyadari keanehan Ester yang datang dengan wajah merah Risa kemudian bertanya, "Lo kenapa, Ter?”
Orang yang Risa ajak bicara tak menjawab. Dia masih terdiam tanpa mengubah posisi. Perlahan tangan Risa mengusap pundak cewek itu. Ester perlahan bangkit dan menatap Risa dengan mata yang memerah.
“Lo kenapa?” ulang Risa yang membuat Ester terdiam.
“Menurut lo gue murahan, nggak?” tanya Ester dengan suara yang terdengar gemetar.
Risa menggeleng. “Lo nggak murahan. Gue tahu lo pacaran aja nggak mau dicium,” tutur Risa.
“Gue benci Roy,” akunya yang membuat Risa mengernyit.
“Lo ceritain semuanya,” titah Risa yang langsung dibalas oleh anggukan.
Cerita mulai mengalir dari bibir Ester. Risa yang mendengarnya setengah tak percaya. Dia mengusap-usap bahu Ester yang bergetar.
“Nanti temenin gue nonton, ya!” pinta Ester yang membuat Risa mengangguk.
***
Ester melewati gedung-gedung tinggi dengan mobilnya. “Gue kok jadi males nonton, ya?” tanyanya pada Risa yang mengedikkan bahu.
“Gue sih terserah yang ngajak,” balas Risa yang membuat Ester kesal.
“Kita ke TSB aja, ya?” tanya Ester yang membuat mata Risa membulat.
“Trans Studio Bandung?” Ester langsung mengangguk cepat. “Mau!” serunya yang membuat Ester terkekeh.
“Lo jangan kayak gitu deh. Gue jadi ngerasa lagi jalan sama bocah,” tutur Ester yang membuat Risa cemberut. “Yah, baperan!”
***
“Gue mau naik Yamaha racing coaster,” ungkap Ester yang membuat Risa melotot.
“Lo yakin?” tanya Risa tak percaya. Ester mengangguk cepat. “Lo nggak bosen hidup, kan?”
Ester kembali menggeleng. “Gue masih mau hidup kok. Gue tahu, dosa gue banyak dan gue belum tobat,” balasnya. “Lo mau ikut?”
Risa mengangguk meski ragu. Masalahnya Yamaha Racing Coaster ini lumayan ekstrem. Kecepatannya sangat tinggi. 120km/jam hanya dalam waktu 3,5 detik! Dan wahana ini adalah satu-satunya racing coaster tercepat yang ada di Indonesia. Bahkan wahana ini hanya ada tiga di dunia, satu di Indonesia dan dua lagi di Amerika.
Ester sebenarnya tidak seberani yang ada di benak Risa, hanya saja gadis itu mencoba berani untung menghilangkan rasa sakit yang didapatnya tadi. Dia tahu, perempuan itu pemaaf tapi tidak pelupa jika masalah luka. Dia juga tahu, bahwa perempuan adalah gelas kaca yang mudah sekali pecah. Gelas kaca yang sekalinya pecah hampir tak ada harapan lagi untuk menyatukannya.
Ester menjerit saat wahana yang ditumpanginya melaju dengan cepat. Dia juga sesekali melihat Risa yang tak kalah kencang jeritannya. Teriakan-teriakan saling bersahutan. Tanpa sadar di tengah jeritan seperti ini air mata Ester terjun. Perkataan Roy memenuhi ruang otaknya. Sampai setelah wahana berakhir pun, Ester masih memikirkan perkataan lelaki yang kini berstatus mantan.
Beberapa wahana telah mereka mainkan. Keringat bercucuran dari kedua dahi mereka. Hidungnya pun kini dipenuhi keringat. “Pulang, yuk! Gue cape banget,” ujar Risa yang langsung diangguki Ester.
Mereka memutuskan pulang setelah benar-benar puas memainkan beberapa wahana. “Lo balik ke rumah gue lagi, ya!” pintas Ester yang diangguki oleh Risa yang tengah mengelap keringat dengan tisu.
***
"HP lo getar, tuh!" ujar Risa pada Ester yang tengah berbaring dengan pandangan menatap langit-langit kamar. "Kebiasaan banget sih lo kalo di kasur bawaannya natap langit-langit kamar terus!"
"Coba lo liat siapa yang telepon!" perintah Ester pada Risa yang mendengus sebal.
Meski sebal, Risa menuruti perintah Ester. "Roy," ujar Risa, "Roy yang telepon lo."
"Tolong matiin HP gue yang itu dong," tegas Ester yang membuat Risa mengangguk.
"Lo bukannya disuruh nyari jati diri sama Tante Asha, ya?" tanya Risa yang membuat Ester tersadar pada hal itu.
"Eh iya, gue malah baru inget lagi," akunya sembari menegakkan badan.
"Yang ngasih tantangan Tante Asha, kan?" Ester mengangguk. "Terus dia bilang kalo lo nggak bisa kuliah di Amerika kalo belum nemuin jati diri lo?" Ester kembali mengangguk. "Dan lo percaya gitu aja?"
"Hah? Gimana maksud lo?" tanya Ester yang membuat Risa berdecak.
"Gini, lo hidup dibiayain orang tua lo kan?" Ester menyimak dengan serius. "Terus kenapa lo percaya gitu aja sama tantangan Tante Asha? Dia kan nggak bakal biayain sekolah lo kalo di sana," jelas Risa yang membuat Ester terdiam.
"Iya juga, ya, lo pinter ternyata," sahut Ester. "Terus sekadang gue harus gimana?"
Alhamdulillah, bisa publish dua part meski ini baru publish tengah malem. 23 37, lebih baik dari kemarin hehe.
Jangan lupa tinggalkan jejak sebagai tanda apresiasi dengan menekan ikon yang berada di pojok kiri bawah. Jangan lupa juga tinggalkan komentarnya!
❤️Good Night ✨
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top