1
Perkataan seseorang membuat Ester bangga pada dirinya sendiri. Dia tersenyum sembari menatap gadis yang ada di sampingnya.
“Iya dong gue gitu, loh,” ujarnya bangga saat Risa, sahabatnya membahas tentang dirinya yang terlahir dari keluarga kaya.
Atensi Ester teralih saat ponselnya yang berbunyi. Dia langsung meraih benda itu sembari menggeser panel hijau.
“Iya, Sayang, bye,” ujar Ester sembari menutup telepon.
Ester langsung menyimpan ponselnya di meja lalu menopang dagu dengan tangan. Pandangannya menatap Risa yang tengah menyalin tugas.
“Tumben nggak lama?” tanya Risa tanpa mengalihkan fokusnya.
“Cuma Roy, nggak penting juga,” balasnya yang membuat Risa menoleh padanya.
“Cuma?” tanya Risa tak percaya.
Ester mengangguk-angguk lalu berkata, “Pacar gue kan banyak, dan menurut gue si Roy itu biasa aja.”
“Lo udah punya pacar lima sedangkan gue belum satu pun. Menyedihkan sekali hidupku,” lontar Risa dengan dramatis.
“Mau gue kasih?” tanya Ester sembari menyisir rambut hitam tebalnya dengan tangan.
“Nggak makasih,” balas Risa cepat. “Lo mau terus jadi playgirl, Ter?”
Ester mengangkat bahunya singkat. “Nggak tau. Mungkin kalo udah nemuin cinta sejati gue baru tobat.”
“Baiklah, terserah Nona Amerika,” ujar Risa diiringi kekehan.
Ponsel Ester kembali terdengar. Gadis itu menatap ponselnya, tetapi tak berniat mengangkat telepon.
"Siapa?" tanya Risa.
"Renal," balas Ester yang membuat Risa melongo.
"Kenapa nggak diangkat? Renal itu kan pinter, Ester!" ujar Risa.
"Kalo gitu, lo aja yang pacaran sama dia," balas Ester santai.
Tiba-tiba bel masuk berbunyi. Risa menyodorkan buku Ester pada pemiliknya saat semua penghuni kelas XII IPA 3 masuk dengan tergesa.
“Kenapa sih, masuk kelasnya pada buru-buru?” tanya Ester dengan suara tinggi.
Teman-temannya menatap Ester yang tercatat sebagai wakil ketua kelas. “Pak Yanto! Pak Yanto ke sini, bawa cogan lagi!” jelas seorang gadis bermata besar yang duduk di bangku paling depan dengan menggebu.
Lipatan di dahi Ester kentara sekali. “Murid baru? Cowok?” tanyanya yang diangguki gadis tadi. “Pasti biasa aja, deh.”
Belum sempat lawan bicara Ester bersuara kembali, sebuah sepatu hitam milik Pak Yanto muncul. Perlahan wali kelas itu masuk dengan seorang lelaki yang tingginya melebihi Pak Yanto.
Tatapan mata Ester tak luput dari wajah lelaki di samping Pak Yanto. Rasanya Ester ingin menarik ucapannya yang menduga bahwa murid baru di kelasnya adalah orang biasa. “Oh my God, ganteng banget!” lirihnya ketika melihat dari samping wajah lelaki yang tingginya melebihi Pak Yanto. Hidungnya yang bangir membuat Ester ingin menjadikan lelaki itu pacarnya
“Tobat, Ester! Pacar lo udah banyak!” sahut Risa yang tak dihiraukan Ester.
Lelaki yang berada di depan kelas bersama Pak Yanto itu menghadapkan badannya ke arah bangku-bangku yang diisi murid kelas XII IPA 3. Pak Yanto langsung menyuruh lelaki di sampingnya memperkenalkan diri.
Pandangannya menyapu seluruh sudut kelas sembari tersenyum.
“Halo, selamat pagi semuanya. Perkenalkan nama saya Harun Zuhairi Athalaric Lewis Amilcar. Kalian bisa panggil saya Harun.” Lelaki itu menjeda kalimatnya dengan tarikan napas. “Salam kenal semuanya!” imbuhnya yang dibalas ucapan salam kenal kembali oleh teman-teman barunya.
Terdengar beberapa perkataan yang mengomentari nama Harun yang panjang. Namun, Harun tak menanggapi karena Pak Yanto langsung menatap murid-murid yang tadi menceletuk. Seketika mereka langsung diam.
“Harun ini pindahan dari Amerika loh, anak-anak,” ujar Pak Yanto memberi tahu. Teman-teman baru Harun menatapnya tak percaya.
Setelah mengatakan itu Pak Yanto menyuruh Harun agar duduk di bangku kosong. Tepatnya di bangku paling ujung dekat jendela yang berada di sebelah kiri.
“Ter, orang Amerika, tuh!” goda Risa.
“Bukan orang Amerika. Tapi pindahan dari Amerika, Risa!” tegas Ester yang membuat Risa terkekeh.
“Biasa aja kali ngomongnya!” Risa terkekeh. “Lo nggak mau terkalahkan, ya, sama Harun yang pindahan dari Amerika?”
Ester mengangguk cepat. “Iya, dong. Tapi kalo dia jadi jodoh gue, nggak apa-apa, sih,” sahutnya diiringi cengiran.
Risa geleng-geleng kepala lalu berkata, “Gue rasa lo nggak bakalan terkalahkan sama dia deh. Secara nih, ya, lo itu keturunan Arab, Amerika, Rusia sama Indonesia. Gila, banyak amat campuran darah lo!”
Ester hanya mengacungkan jempol kanannya sebagai balasan terhadap ucapan Risa. “Tapi kalo dia juga keturunan Amerika gimana?”
Risa mengangkat bahu. “Ya, mana gue tahu.”
Mendengar ucapan Risa, Ester kembali berpikir. Pikirannya berkelana dan menerka-nerka tentang Harun. Sesekali Ester melirik pada Harun yang tak menatapnya.
***
Jam istirahat pertama tengah berlangsung. Namun, Ester enggan menuju kantin. Dia memilih menetap di kelas dan menyuruh Risa membelikan makanan. Perempuan berkulit putih kemerah-merahan itu menyandarkan punggungnya pada kursi. Dia menyilangkan kedua tangan. Kepalanya dia hadapkan ke atas langit-langit kelas.
“Gue ini siapa? Passion gue ini sebenarnya apa, sih? Tujuan hidup gue apa, ya?” lirihnya sembari mengembuskan napas.
Esterina Zendaya Romanoff, adalah nama lengkapnya. Dia gadis yang lahir di Bali, tetapi kini dia menetap di Bandung bersama kedua orang tuanya. Dia anak satu-satunya di keluarga Romanoff yang sudah seperti anak sultan karena apa yang dia mau pasti langsung terkabul. Hal itu membuat dia tak tahu dirinya sendiri, bermain-main dan menghamburkan uang adalah kebiasaannya.
Lamunan Ester buyar saat suara sepatu yang ia yakini milik Risa mendekat. Dia mendapati sahabatnya berjalan dengan menjinjing sekantong makanan.
“Simpan aja di meja, Ris!” titahnya.
Risa menjatuhkan plastik itu dengan keras. “Sama-sama,” ujarnya menyindir Ester. Namun, Ester tak menanggapinya. Dia langsung mengeluarkan semua makanan di dalamnya.
“Lo mau apa? Ambil aja, Ris!” titah Ester sembari membuka plastik yang membungkus ciki jagung kesukaannya.
Risa dengan semangat langsung mengambil makanan di meja. “Sama-sama,” ujar Ester ketika melihat Risa langsung memakan makanannya. Risa membalasnya dengan cengiran.
“Eh, Ris, menurut lo tujuan hidup gue apa, ya?” tanya Ester setelah menegak minumannya. Dia meletakkan kembali botol yang dipegangnya ke tempat semula.
“Mana gue tahu. Yang harusnya tahu siapa lo itu, ya, lo sendiri,” balas Risa sembari memasukkan makanan ke mulutnya.
“Kalo gue nggak tahu, gue harus cari tujuan gue, ya?” tanya Ester yang langsung diangguki Risa.
“Kalo lo nggak tahu siapa lo sebenernya, bahaya tahu. Lo bisa dipengaruhi sama orang-orang jahat yang nggak suka sama lo,” balas Risa yang membuat Ester mengangguk.
Ester menyugar rambut hitam panjangnya dengan helaan napas berat. Tangannya memangku dagu. Mata almond miliknya menatap serius Risa. “Jadi gue harus cari tujuan hidup gue, ya? Cari mimpi gue? Cari jati diri gue?”
“IYA!” tegas Risa yang lelah mendengar ocehan Ester.
“Ya, udah deh, kapan-kapan gue carinya.” Ester menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi.
“Serah lo deh, Esterina anaknya Bapak Steven dan Ibu Asha,” tutur Risa yang membuat Ester menjitak kepalanya.
“Asha itu aunty gue! Nyokap gue kan namanya nggak jauh beda sama gue. Lo kan tau, namanya Dahlia, gimana, sih?”
Risa meminta maaf ketika mata almond berwarna cokelat gelap milik Ester melotot. “Lo sebenarnya mau nyari tujuan hidup nggak, sih?” geram Risa.
Ester mengangguk mantap. “Tapi kalo buat sekarang, gue pengen lepas dari pacar-pacar gue yang banyak itu. Terus baperin Harun dan jadiin dia pacar gue, deh!” ujarnya yakin.
“Semoga Harun nggak mau sama lo yang bobrok ini, deh!”
Haii semuanya!
Ini cerita baru aku, ya!
Cerita ini diikutkan challenge Writora.
Insyaallah ceritanya update setiap hari.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen.
Ditunggu krisarnya juga!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top