Chapter 5
Chapter 5
Negara U.
"Jika tidak merepotkan kau bisa langsung membawanya kemari."
"Tentu tentu. Kami yang seharusnya minta maaf karena sudah merepotkanmu, Fugaku. Jika ada pilihan lain, kami tidak akan seputus asa ini."
Saat ini ada empat orang yang tengah berkumpul di sebuah restoran mahal untuk makan malam. Tiga tampak nyaman, sedangkan satu diam seperti bosan.
Namikaze Jiraiya, 60 tahun, berambut putih, meski sudah berumur, namun dia masih sangat energetik. Ia memandang putra angkat dan sahabat yang sebentar lagi menjadi 'menantu'.
Kurama merupakan cucu kesayangan, sejak dulu ia selalu memanjakannya. Apalagi dengan tubuh lemah, ia jadi makin sayang dengan cucunya.
Karena itu ia akan melakukan apapun demi Kurama.
Satu orang lainnya bernama Namikaze Minato, 39 tahun, berambut pirang dengan gaya yang kasual. Orang tak akan percaya bahwa dia sudah memiliki anak jika melihat betapa mudanya wajah yang ia punya. Kini ia menawarkan senyum lebar pada sahabatnya.
Merasa amat beruntung memiliki sahabat yang meski sudah terpisah 10 tahun dan jarang saling menghubungi, namun tetap saling peduli.
Dan di hadapannya duduk Uchiha Fugaku serta sang putra sulung, Uchiha Itachi.
Kedua Namikaze ini sebenarnya sangat canggung, terutama Minato. Karena Itachi berumur 22 tahun, 3 tahun lebih tua dari Kurama.
Meski Fugaku berkata ia tak keberatan, namun baik Minato maupun Jiraiya diam-diam memperhatikan reaksi Itachi.
"Meski Kurama masih sangat muda, tapi dia penurut," Minato mencoba memancing reaksi Itachi lagi.
Namun, putra sulung Fugaku itu tetap diam.
"Aku tahu, tenanglah. Kami hanya menikah dengan ritual, orang lain tak perlu tahu. Setelah tiga tahun, Kurama bisa kembali ke keluarga kalian," ucapan Fugaku memberi kelegaan bagi kedua Namikaze.
Ya, benar.
Mereka hanya membutuhkan Fugaku untuk mengelabui 'tunangan' Kurama.
Fugaku sendiri sebelumnya berkata bahwa ia akan menganggap Kurama sebagai salah satu putranya. Ia pun tidak akan menyentuh tak senonoh pada putra Minato itu.
Energi 'Yang' dalam tubuh Fugaku serta aura keduanya jika sering bersentuhan, maka bisa menutupi tanda kematian yang menempel pada Kurama.
Itu saja yang menjadi target mereka.
"Apa perlu menamai ini sebagai pernikahan?" Untuk pertama kali sejak sejam yang lalu mereka bertemu, akhirnya Itachi bicara.
Kerutan di antara alis Fugaku tampak jelas. "Itachi."
"Sembilan belas tahun dengan empat puluh tiga, jika orang lain tahu, mereka akan mengatakan kau memiliki sugar baby, ayah," Itachi berucap sangat tenang. Perkataan tersebut dikeluarkan dengan perlahan. Ia bahkan mengangkat ujung bibir, terkesan dengan bayangan yang muncul akibat perbincangan ini.
Sugar baby yang bahkan lebih muda 3 tahun darinya.
Wajah Minato memerah mendengar panggilan sugar baby untuk putranya. Kini ia tengah dipermalukan oleh putra Fugaku. Namun, jika bukan demi Kurama, mana mungkin ia diam saja diperlakukan seperti ini.
Jiraiya masih diam mengamati. Kemudian dia tertawa, "Apa mungkin kau cemburu ayahmu akan menikah kembali?"
Kini Itachi yang mendelik pada senior Namikaze. Ia mendengkus, berucap pelan, "Aku hanya khawatir dengan status ayahku."
"Itachi, aku sudah memberitahumu, kami hanya menggunakan nama pernikahan sebagai cover. Kau bisa menganggap Kurama sebagai adik nanti." Fugaku tampak tegas. Rasanya ingin sekali mengusap dahi jika saja tidak ada kedua Namikaze ini.
Dia tak mengira putra sulung yang semula sangat tenang bisa mempermalukannya.
Jika tahu begitu, ia tak akan membawa Itachi kemari.
Setelah itu Itachi tak bicara lagi. Ia memilih diam dan makan.
Jiraiya tersenyum lebar. Sepertinya ia harus mulai menggembleng cucunya lagi.
Minato tampak kikuk, namun Fugaku berdeham dan mengalihkan pembicaraan.
Kedua keluarga tetap memutuskan bahwa pernikahan dilaksanakan 2 bulan dari sekarang. Mereka tak perlu merayakan besar-besaran. Hanya sekadar memenuhi kriteria ritual yang dibutuhkan saja.
Kemudian mereka berpisah.
Dalam perjalanan menuju kediaman Namikaze di ibukota H, Jiraiya segera memerintahkan Kushina untuk menyiapkan keberangkatan Kurama menuju negara U.
Ia juga tidak lupa menelepon istrinya. Memberikan instruksi khusus.
Sebagai seorang kakek, tentu saja ia ingin cucunya hidup dengan tenang di rumah baru. Karena itu ia harus memastikan semua dipersiapkan dengan baik.
"Apa lagi yang ingin ayah lakukan?" Minato menatap curiga terhadap Jiraiya. Ia tahu betul betapa licik ayah angkatnya itu.
"Bukan apa-apa. Apa kau sudah menyelidiki kedua putra Fugaku?" Jiraiya mengetukkan jari telunjuk pada pahanya. Melirik sekilas pada Minato.
"Mana mungkin aku melakukannya. Fugaku sudah berbaik hati mau menolong kita, apa kita harus melakukan ini sampai membuntuti keluarga mereka," Minato menjawab tak senang.
Jiraiya berdecak. Sudah ia duga. Putranya ini tidak bisa diandalkan, terlalu lembut dan tidak enakan pada orang lain.
Ia pun tak bicara kembali. Alasan ia bertanya hanya ingin melihat sejauh mana Minato berkembang. Bahkan sampai sekarang putranya tetap sama. Hal tersebut membuatnya bangga dan kecewa secara bersamaan.
Jiraiya menengok ke arah luar jendela mobil. Sudut bibirnya terangkat. Ia berharap Kurama tidak mengecewakan.
'Untuk menaklukan ayah mereka, kau harus lebih dulu menjinakkan kedua anak Fugaku. Dengan begitu kau bisa hidup dengan tenang di rumah mereka, kurama,' pikir Jiraiya.
#
Naruto baru tertidur nyenyak setelah semalaman berkutik untuk mencari cara menolak pernikahannya. Namun, tetap saja tak ada satupun rencana yang memuaskan.
"Bangun Kurama."
Tubuh yang masih asik memeluk guling bergambar karakter vampir terkenal dari sebuah Anime, kini tengah diguncang.
Naruto bergumam. Tak mau meladeni. Bahkan wajahnya makin tenggelam di bantal empuk itu. Tepat di bagian dada telanjang sang karakter vampir.
Dengan sangat kuat guling yang dipeluk pun ditarik.
"Bangun atau aku sita semua bantal anehmu ini!"
Dengan gelagapan Naruto bangun, entah kenapa tubuhnya terlonjak begitu saja. Seakan bergerak sendiri menarik guling dari tangan sang ibu dan memeluknya erat.
Tawa pelan terdengar, barulah Naruto sadar bahwa ibunya memandang lucu.
Naruto masih belum terbiasa dengan tubuh ini. Refleks yang ada merupakan sisa kenangan Kurama yang tertanam pada tubuhnya.
Ia tak bisa begitu saja mengendalikannya.
"Aku bangun, aku bangun," jawab Naruto emosi. Membawa guling semeter setengah itu ke dalam salah satu lemari yang ada.
Ia mengambil pakaian yang disodorkan sang ibu, lalu pergi ke kamar mandi.
Saat sedang melepas piyama, Naruto mendengar ibunya berkata, "Setelah sarapan kau harus langsung ke bandara. Kakashi sudah menunggu."
Ia langsung membeku. "Ke bandara? Untuk apa?"
Kushina menjawab, "Menyusul ayahmu dan bertemu Fugaku. Cepat atau kau akan terlambat!"
Naruto : !!!!!!
What?
Tidak!
Bertemu calon suaminya? Sekarang? Kenapa mendadak sekali.
Ia bahkan belum mempersiapkan hati.
Kemudian terdengar suara berdentum dari kamar mandi.
Mendengar itu Kushina langsung berlari dan mengetuk pintu kamar mandi dengan panik.
"Kurama! Kurama!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top