I(A)MPERFECT | 6. PEMBUKTIAN YANG MENYEDIHKAN
Galaksi merasa ada yang aneh dengan perubahan sikap Shilla yang mendadak. Jika diingat kembali, Shilla mulai bersikap aneh sejak malam itu. Shilla yang Galaksi kenal selama dua tahun terakhir adalah sosok yang ambisius dan ceria jika bersama dua temannya tapi saat bertemu dengan Galaksi, dia akan berubah menjadi ketus dan sinis.
Sebenarnya jika diingat kembali, sejak awal Shilla tidak bersikap ketus dan sinis pada Galaksi. Galaksi bahkan masih mengingat bagaimana senyum Shilla yang begitu ramah ketika dia membantu mengembalikan kartu pelajar Galaksi yang terjatuh dan nyaris hilang pada saat awal mereka masuk SMA. Sejak saat itu, mereka sudah saling tahu nama. Maka, ketika tak sengaja berpapasan, Shilla pun selalu tersenyum ke arahnya meski tidak sampai menyapa dengan kata, tetapi Galaksi menyukai interaksi sederhana itu. Namun, semuanya seketika berubah sejak kejadian di perpustakaan.
Pada semester 2, Shilla mengalahkan Galaksi yang di semester sebelumnya menduduki peringkat paralel satu jurusan IPA untuk angkatan 22. Ini pertama kalinya Galaksi dikalahkan. Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama, Galaksi selalu menjadi nomor satu. Maka dari itu, kejadian tersebut tidak hanya membuat Galaksi penasaran dengan Shilla tetapi juga dua teman Galaksi sejak kecil, Keanu dan Aruna.
“Cuy, itu cewek peringkat satu yang ngalahin lo,” ucap Keanu saat melihat Shilla melewati mejanya. Galaksi masih mengingat sosok Shilla pada hari itu yang rambutnya dikepang dua dengan jepit rambut bunga matahari di sisi kiri rambutnya. Dia berjalan menuju rak buku biologi.
“Coba isengin kuy!” ajak Keanu.
Galaksi mendelik galak. “Jangan,” ucapnya singkat. Dia melihat Shilla yang sedang fokus mencari buku. “Jangan ganggu dia,” tegasnya sekali lagi.
“Siapa yang mau ganggu dia. Gue mau kenalan sama dia,” ujar Keanu yang langsung berdiri dari duduknya dan berbicara dengan Shilla. Aruna mengikutinya sedangkan Galaksi hanya menatap kepergian mereka kemudian lanjut mengerjakan soal fisika.
Setelah hari itu, Galaksi menyesali dirinya yang tidak mencegah Keanu dan Aruna bertingkah. Shilla yang dulunya selalu tersenyum kepadanya ketika berpapasan mendadak menjadi selalu memalingkah wajahnya, sorot matanya pun berubah menjadi lebih sinis, dan tidak ada senyum ramah yang menghiasi wajahnya. Galaksi sempat bertanya-tanya, apa yang salah dari dirinya. Ternyata perubahan sikap Shilla ada hubungannya dengan Keanu dan Aruna yang mengatakan bahwa pencapaian Shilla saat itu hanyalah keberuntungannya saja karena Galaksi adalah seorang genius dengan IQ 147 yang sebelumnya tak terkalahkan.
Namun, sosok Shilla yang sinis padanya tiba-tiba berubah. Shilla mendadak membicarakan hal tidak penting seperti username maxim-nya yang konyol atau bertindak aneh dengan memberikan Galaksi minum setelah selesai olahraga. Lalu, saat ini. Ketika pembagian kelompok untuk project klub sains, Shilla kembali bertingkah aneh.
“Galaksi, kita kekurangan orang nih dan ngerasa nggak sanggup kalau cuma berdua. Kalau lo gabung ke kelompok kita aja gimana?” tanya Laura yang duduk di bangku depan Galaksi. Laura adalah teman Galaksi yang dia kenal saat SMP. Tidak masalah bekerja sama dengannya.
Namun, entah mengapa Galaksi menoleh sekilas pada Shilla yang duduk di sampingnya. Gadis itu sejak tadi hanya diam.
“Okay, kelompok satu hanya untuk dua orang. Siapa yang kelompoknya cuma dua orang?” tanya Reynaldi, ketua klub sains.
Galaksi tak terlalu memperdulikannya karena dia sudah memutuskan untuk bergabung dengan kelompok Laura. Namun, ketika dirinya nyaris angkat suara untuk menyetujui ajakan Laura, tiba-tiba Shilla mengangkat tangannya dan menyebutkan namanya.
“Saya. Kelompok satu Shilla dan Galaksi,” ujarnya membuat Galaksi terkejut bukan main.
***
Selesai pertemuan klub sains, Shilla mengejar Galaksi. Mereka pun berjalan bersisian di koridor meskipun sebenarnya Shilla bisa dibilang berjalan setengah berlari karena harus mengejar langkah kaki Galaksi yang lebar.
“Galaksi, lo nggak apa-apa ‘kan harus jadi partner gue?” tanya Shilla dengan wajah menengadah menatap Galaksi yang lebih tinggi darinya.
“Maaf ya tadi gue nggak sempat tanya pendapat lo dulu. Tapi selama jadi partner project ini gue nggak akan banyak ngerepotin lo, kok. Gue juga bisa nerima semua saran dan masukan lo. Gue bakalan bekerja keras dan nggak akan banyak ngeluh atau leha-leha,” ujar Shilla panjang lebar. “Gimana? Gapapa, kan? Atau lo keberatan nggak?”
Galaksi mengembuskan napasnya. Cowok itu agak menunduk menatap Shilla kemudian mengangguk. “Iya,” jawabnya.
“Hah? Iya apa?” tanya Shilla. “Yang jelas, dong. Iya apa maksud lo? Lo udah setuju jadi partner gue atau lo keberatan jadi partner gue? Tapi tadi udah dicatet Rey harusnya nggak bisa diubah, sih. Jadi, gimana dong? Iya apa maksud lo?”
Astaga. Galaksi tidak pernah berpikir kalau Shilla ternyata se-bawel ini.
“Iya, setuju.”
“Serius? Asiiik!” serunya dengan riang sambil melompat kecil karena kegirangan. “Kalau gitu, kita sekarang partner ya!”
Shilla merasa inilah kesempatannya. Ini momen yang pas, tidak memaksa, dan sama sekali tidak aneh untuk menyentuh kembali tangan Galaksi.
Shilla pun mengulurkan tangannya pada Galaksi. “Semoga kita bisa kerja sama buat ke depannya!”
Dia yakin kali ini uluran tangannya akan disambut oleh Galaksi. Shilla juga melihat Galaksi yang berniat menyambut uluran tangan Shilla untuk saling berjabat sebagai tanda kerja sama mereka. Namun, seseorang yang memanggil Galaksi membuat gerakan tangan cowok itu terhenti.
“Galaksi,” panggil Laura. Gadis itu berjalan menghampiri Galaksi dan mengajaknya pergi dari sana karena katanya ada hal yang harus mereka bicarakan.
Tangan Shilla kembali harus berjabat tangan hanya dengan angin. Shilla ingin menyelesaikan ‘adegan’ itu dengan mencegah Galaksi pergi dulu tetapi telepon di ponselnya membuat perhatiannya teralihkan.
“Mama,” lirih Shilla. Dia menatap Galaksi yang sudah berjalan meninggalkannya dan tatapannya kembali jatuh pada layar ponselnya. Dengan tangan bergetar, dia mengangkat telepon itu.
Shilla tahu, ini bukan kabar baik.
“Halo, Shilla. Mama sudah berkonsultasi dengan guru les kamu. Belum terlambat untuk lintas jurusan, kamu masih punya waktu enam bulan untuk belajar semuanya dari awal. Mama tahu yang terbaik buat kamu dan udah nyiapin karir kamu ke depannya.”
Shilla mendengarkan rentetan kalimat itu seraya berjalan lesu dengan kepala tertunduk. “Bahkan Mama nggak tanya kabar aku. Aku lagi di mana, udah makan atau belum,” lirih Shilla.
“Shilla? Kenapa kamu nggak jawab?” tanya ibunya Shilla di seberang telepon. “Kalau kamu nggak setuju, Mama kasih tahu kamu. Diterima di jurusan kedokteran itu sulit, Nak. Terus kalaupun kamu diterima, biaya yang dikeluarkan kita itu nggak sedikit. Pendidikannnya juga memakan banyak waktu. Lihat kakak kamu yang ambil jurusan sesuai pilihan Mama, bahkan sejak di bangku kuliah saja dia sudah bisa kuliah sambil kerja dan sekarang…”
Shilla sudah tidak bisa mendengarkan apa yang disampaikan oleh ibunya. Kepalanya mendadak pusing. Mungkin ini karena akhir-akhir ini dia tidur terlalu malam karena harus belajar dengan keras hingga tidak makan dengan teratur ditambah lagi pikirannya terganggu dengan masalah Galaksi. Dan sekarang, tekanan dari ibunya yang memaksanya untuk lintas jurusan karena sejak awal tidak menyetujuinya mengambil jurusan IPA.
Rasa pusing itu semakin menyerang Shilla. Dia berjalan menuju ke halte depan sekolah. Namun, dia benar-benar tidak memperhatikan arah langkahnya ke mana dan baru menyadari ketika suara klakson mengejutkannya.
Shilla yang syok merasa tidak punya tenaga lagi untuk menghindar. Ponsel yang berada dalam genggamannya terjatuh begitu saja. Dia mungkin akan tertabrak dan jatuh pingsan di jalan raya jika saja tidak ada yang menarik tangannya.
Shilla pun jatuh bersamaan dengan seseorang yang menarik tangannya. Seseorang yang menarik tangan Shilla itu masih menggenggam tangannya. Ketika Shilla menyadari siapa yang menggenggam tangannya itu, dia tersenyum getir.
Benar dugaannya. Shilla tidak bisa membaca masa depan Galaksi karena dia tidak memilikinya.
Ini pembuktian yang menyedihkan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top