I(A)MPERFECT | 30. I(A)MPERFECT
Siapa orang yang Galaksi sukai?
Bak kaset yang rusak, pertanyaan itu terus berulang-ulang terputar dalam kepala Shilla sejak Galaksi menjawab pertanyaan dari Rhea saat bermain truth or dare. Shilla sangat penasaran, ingin bertanya, tetapi siapa dia sampai berani bertanya hal yang sifatnya pribadi seperti itu?
Shilla enggan memikirkannya, tetapi ketika Shilla melamun, entah bagaimana pertanyaan itu kembali muncul. Untuk menyingkirkan pertanyaan itu, Shilla pun menyibukkan diri dengan belajar, meskipun setiap Shilla berinteraksi dengan Galaksi pertanyaan itu terulang lagi tanpa dia minta.
Waktu pun berlalu begitu cepat tanpa mereka sadari. Perjuangan Shilla dan teman-temannya sebagai anak kelas 12 sungguh semakin terasa berat dari hari ke hari. Namun, mereka selalu berusaha melakukan yang terbaik, terlebih lagi pada awal semester 6 akan diumumkan ranking paralel yang eligible untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi dengan jalur SNBP.
Rasanya perjuangan Shilla tidak sia-sia ketika pengumuman ranking paralel dan daftar siswa yang eligible mengikuti SNBP, namanya berada di peringkat satu. Total nilainya hanya selisih 1 angka dengan Galaksi yang berada di peringkat dua. Sedangkan di peringkat 3, nama yang tidak begitu familiar bagi Shilla muncul, menggantikan Laura yang peringkatnya menurun menjadi ranking 9. Apakah masalahnya dulu memengaruhi kegiatan akademiknya? Shilla tidak peduli dengan itu.
Setelah dinyatakan eligible mengikuti SNBP, mengurus berbagai dokumen, dan menunggu beberapa minggu, tibalah di hari pengumuman SNBP. Shilla, Rhea, June, Galaksi, Aruna, dan Keanu sudah berjanji untuk membuka pengumuman bersama, sesuai usul dari Keanu. Maka dari itu, hari ini di kelas 12 IPA 1 yang kosong, mereka duduk di hadapan ponsel masing-masing yang disusun secara melingkar.
“Tiga, dua, satu. Buka!” seru Keanu.
Secara bersamaan, mereka membuka pengumuman. Shilla menatap tidak percaya layar ponselnya yang menyatakan bahwa dia lolos pada program studi Pendidikan Dokter UI, begitu juga dengan Rhea yang lolos pada program studi Biologi dan Keanu yang histeris karena berhasil lolos Teknik Kimia.
Namun, setengah dari hasil pengumuman itu menyatakan sebaliknya. Jika Shilla, Rhea, dan Keanu mendapatkan warna biru yang mereka harapkan, Galaksi, June, dan Aruna mendapatkan warna merah yang menyatakan bahwa mereka tidak lolos ke jurusan dan kampus impian mereka.
Mungkin jika saat ini Shilla masih asing dengan Galaksi, dia akan sangat berbahagia menikmati kelulusannya. Namun, setelah banyak hal yang mereka lalui, menjadi lebih dekat dan lebih mengenal satu sama lain, saling membantu dan saling mendukung, rasanya Shilla sedih melihat Galaksi gagal masuk ke jurusan dan kampus impiannya.
Galaksi yang menyadari bahwa Shilla sedih untuknya suatu hari berkata, “Shil, lo udah berhasil masuk jurusan dan kampus impian lo. Lo berhak menikmati kebahagiaan itu. Jangan ngerasa sungkan dan bersalah buat bahagia cuma karena gue gagal. It’s okay. Gue yakin bisa nyusul lo di jalur SNBT.”
Karena itulah Shilla pun tidak sungkan lagi untuk menunjukkan kebahagiannya, bahkan dia mendukung dan membantu Galaksi untuk belajar SNBT.
Berbagai kesibukan itu membuat Shilla mulai lupa dengan pertanyaan ‘tidak penting’ tentang siapa gadis yang Galaksi sukai. Namun, ketika sekali lagi waktu berlalu dengan begitu cepat dan tiba di hari ketika mereka melakukan acara perpisahan, Shilla kembali memikirkan pertanyaan itu.
Shilla sendiri tidak mengerti, sebenarnya … mengapa dia begitu memikirkan siapa gadis yang Galaksi sukai? Itu ‘kan bukan urusannya! Namun, setelah begitu banyak waktu berlalu, setelah menyangkal berbagai kemungkinan tentang dirinya, akhirnya pada hari ketika mereka melangsungkan acara perpisahan di sekolah, Shilla pun jujur pada dirinya sendiri.
Shilla mengakui bahwa dia menyukai Galaksi. Dengan demikian, masuk akal jika selama ini Shilla merasa gelisah dengan pengakuan Galaksi ketika mereka berkemah hari itu.
Mengingat mungkin ini hari terakhir mereka bertemu di sekolah, Shilla pun bertekad. Tidak peduli jika Galaksi menyukai orang lain, Shilla akan menyatakan perasaannya hari ini, meskipun berujung ditolak. Tidak apa-apa, setidaknya Shilla sudah jujur.
Jadi, ketika acara perpisahan sudah selesai, setelah puas berfoto-foto dengan orang tua dan teman-temannya, Shilla bergegas mencari Galaksi. Setelah berputar-putar di auditorium sekolah, Shilla pun menemukan Galaksi yang sedang berfoto dengan pamannya.
“Galaksi!” panggil Shilla setelah melihat Galaksi selesai berfoto.
Galaksi menoleh, kemudian berjalan menghampiri Shilla. “Kenapa, Shil?”
“Ada yang mau gue bicarain, tapi nggak di sini,” ucap Shilla. Dia langsung meraih tangan Galaksi, menariknya keluar ruangan, menuju ke bagian sisi sekolah yang lebih sepi.
Shilla berhenti di taman samping sekolah. Ketika menyadari bahwa selama berjalan dia memegang tangan Galaksi, Shilla refleks menarik tangannya dan menggumamkan kata maaf. Namun, Galaksi bilang tidak masalah.
“Ada apa, Shil?” tanya Galaksi sekali lagi. Hari ini Galaksi tampak berbeda. Shilla akui, Galaksi itu sangat tampan. Namun, hari ini dalam balutan kemeja dan jas hitam, serta rambut ditata dengan gaya comma hair, membuat Galaksi berkali-kali lipat lebih tampan.
Hanya menatapnya saja, jantung Shilla berdetak tidak karuan. Bagaimana jika dia menyatakan perasaannya? Shilla berdoa, semoga dia tidak pingsan.
Gugup, Shilla menggigit bibirnya.
“Lo baik-baik aja?” tanya Galaksi, khawatir melihat Shilla yang berkeringat dan tampak bergerak dengan gelisah.
Shilla tidak bisa mengulur waktu lagi. Jadi, dia pun menunduk seraya memejamkan matanya kemudian berkata dengan cepat.
“Gue suka sama lo.”
“Apa?” Galaksi mengerjap, terkejut dengan pernyataan yang begitu tiba-tiba, tanpa aba-aba.
Shilla menghela napas. “Gue bilang, gue suka sama lo. Nggak tahu dari kapan. Pokoknya gue suka aja sama lo, nggak peduli kalau lo suka sama orang lain. Gue berhak atas perasaan gue dan lo berhak atas perasaan lo. Gue cuma mau jujur aja. Jadi gue nggak mengharapkan–”
“Ok, Shil. Maaf. Stop dulu,” ujar Galaksi, menghentikan Shilla yang nyeroscos sendiri.
Shilla tersentak ketika ucapannya dipotong, bahkan Galaksi menyuruhnya berhenti bicara. Apakah dia akan benar-benar ditolak?
Shilla sudah tahu ini akan terjadi. Tapi rasanya tetap saja sedih.
Galaksi menghela napas berat, kemudian menatap Shilla yang tertunduk sedih.
“Harusnya gue duluan yang bilang,” ucap Galaksi setelah jeda beberapa saat. Shilla mendongak, menatap langsung kedua netra Galaksi.
“Bilang apa?” tanya Shilla. “Iya tahu kok, lo suka sama orang lain, nggak tahu siapa. Gue juga udah bilang ‘kan gue cuma mau jujur aja, daripada jadi beban pikiran. Soal gimana respon lo, gue nggak–”
“Gue suka sama lo.” Ucapan Galaksi membuat Shilla berhenti bicara. Mulutnya seketika menganga.
“Harusnya gue duluan yang bilang itu. Tadinya gue mau bilang setelah lolos SNBP tapi ternyata gue nggak lolos, jadi nanti aja setelah lolos SNBT biar gue semangat belajar lagi,” tutur Galaksi. Kini Shilla benar-benar menangkup mulutnya yang menganga, tak percaya dengan apa yang terucap dari mulut Galaksi.
“Gue nggak salah denger, kan? Lo nggak bilang gitu biar gue nggak malu, kan?”
Galaksi tersenyum. “Nggak.”
Shilla masih tidak percaya. “Tapi waktu kemah itu…”
Galaksi meringis. “Sorry.”
“Lo bohong?”
Galaksi mengangguk.
“Curang!” seru Shilla, tidak terima. “Kalau gitu, sejak kapan lo suka sama gue?”
“Sejak malam ketika lo ngasih makan kucing di taman kompleks. Waktu itu hujan, tapi lo ninggalin payung lo buat kucing itu,” jelas Galaksi. Shilla berpikir sejenak, kapan itu terjadi. Setelah mengingatnya, Shilla lagi-lagi menangkup mulutnya yang menganga.
“Itu waktu kelas 10 awal banget!” seru Shilla. “Kok, bisa?”
Galaksi hanya tersenyum sedangkan Shilla masih terus bicara. “Jadi, waktu kita rebutan ranking paralel satu tuh lo udah suka sama gue? Waktu jadi partner project juga? Kok lo kayak nggak suka sama gue, ya? Lempeng aja gitu mukanya. Lo deg-degan nggak, sih? Gue aja deg-degan banget sekarang!”
Galaksi tertawa kecil menatap Shilla yang tidak berhenti bicara. Hari ini pun Shilla tampak berbeda. Berkali-kali lipat lebih cantik dengan make up sederhana dan balutan kebaya berwarna merah muda.
“Kayaknya nggak usah nunggu lolos SNBT,” ujar Galaksi, menghentikan Shilla yang masih bertanya-tanya bagaimana bisa Galaksi menyukainya dari lama.
“Apanya yang nggak usah nunggu lolos SNBT?”
“Bilang ini sama lo.” Galaksi maju selangkah dan meraih kedua tangan Shilla, menggenggamnya.
“Gue suka sama lo, Shilla. So, would you be my lover?”
***
“Shilla, jangan lupa bawa makanan yang udah Mama siapin kalau mau ke rumah Galaksi!”
Seruan Mama dari dalam rumah membuat Shilla yang baru selangkah keluar dari pintu lantas berbalik arah, berlari dengan terburu-buru menuju dapur, dan mengambil goody bag berisi makanan.
Sejak Shilla mengatakan kalau dia sudah pacaran dengan Galaksi, Mama selalu antusias pada segala hal tentang Galaksi. Terlebih lagi ketika Shilla menceritakan masa lalu Galaksi, Mama menjadi sangat perhatian sampai Shilla berpikir, sebenarnya yang anak kandung Mama itu Shilla atau Galaksi?
Namun, Shilla juga bersyukur. Meski terkadang iri, Shilla tidak keberatan berbagi perhatian dan kasih sayang dari Mama-nya bersama Galaksi. Seperti hari ini ketika Shilla akan ke rumah Galaksi.
Hari ini adalah hari pengumuman hasil SNBT dan sesuai permintaan Galaksi, Shilla akan menemaninya ketika membuka pengumuman itu. Jadi, satu setengah jam sebelum pengumuman, Shilla bergegas ke rumah Galaksi, berniat menemaninya lebih awal, barangkali dia butuh seseorang karena sedang gugup.
Tapi sepertinya Shilla salah besar. Apa yang terjadi?
Begitu tiba di rumah Galaksi, setelah berkali-kali menekan bel, Galaksi membuka pintu dengan wajah mengantuk dan rambut acak-acakan khas bangun tidur. Melihat itu, Shilla memukul pelan bahu Galaksi.
“Ih kamu tuh. Aku deg-degan banget nungguin pengumuman kamu, kamu malah enak tidur,” gerutu Shilla.
Galaksi menguap sekali lagi dan menggaruk kepalanya.
“Sana mandi dulu!” Shilla mendorong Galaksi kemudian pergi ke dapurnya untuk menyimpan makanan titipan Mama. “Nanti jangan lupa makan ya, Mama udah masak banyak nih.”
“Iyaaa,” jawab Galaksi dari dalam kamar mandi.
Selesai menata makanan yang dibawa Mama, sambil menunggu Galaksi selesai mandi, Shilla berkeliling rumah dan melihat foto-foto di ruang tamu.
Shilla berhenti ketika melihat foto masa kecil Galaksi. Dia mengambil foto ketika Galaksi berfoto di sebuah taman hiburan bersama kedua orang tuanya.
Galaksi kecil dan tempat itu tidak asing, terlebih lagi bianglala yang menjadi latar dalam foto itu. Seketika kepala Shilla berdenyut. Rasa pusing mendadak menyerangnya. Kemudian dirinya seolah ditarik kembali ke masa lalu, tepat sepuluh tahun yang lalu.
Sepuluh tahun yang lalu, Shilla pergi liburan bersama keluarganya. Meskipun agenda liburan itu terlambat karena orang tuanya sibuk bekerja tetapi Shilla sangat senang ketika Mama mengatakan akan mengajaknya ke taman hiburan.
Shilla begitu menikmati liburan di taman hiburan itu. Dia bertemu badut yang lucu, membeli permen kapas yang enak, naik bianglala, dan mendapatkan boneka beruang sebagai hadiah dalam permainan yang dimenangkan oleh Satya.
Boneka beruang itu adalah bagian terbaik. Satya tahu kalau adiknya sangat menginginkan boneka itu, jadi meskipun saat itu dia ingin menukar kupon hadiahnya dengan sebuah robot, tetapi dia lebih ingin membuat adiknya senang dengan menghadiahinya boneka beruang. Jadi, Shilla sangat menghargai boneka beruang itu. Dia memeluknya ke mana-mana. Meskipun ukurannya besar, dia ingin memegang sendiri boneka itu meskipun itu menyulitkannya berjalan.
Maka, di taman hiburan yang ramai itu, ketika Shilla berjalan bersama boneka beruang besarnya, dari arah berlawanan seorang anak laki-laki yang sedang fokus mengikuti mobil remote control, tidak sengaja menabraknya.
Shilla jatuh, begitu juga dengan boneka beruang itu. Namun, yang Shilla khawatirkan saat itu bukanlah rasa sakit karena dia terjatuh, tetapi boneka beruangnya.
“Huaaa, boneka aku kotor!” rengek Shilla.
“Aduh. Maaf. Aku nggak sengaja. Maaf ya,” ujar anak laki-laki itu.
Saat Shilla hendak mengambil boneka beruang miliknya, tangannya tidak sengaja menyentuh tangan anak laki-laki itu yang juga hendak membantu mengambil boneka itu. Seketika Shilla kecil merasa ada yang menariknya ke dimensi lain. Dia melihat potongan-potongan adegan, seperti yang sudah sering dia rasakan ketika menyentuh tangan orang lain.
Hanya saja kali ini berbeda.
Shilla melihat anak laki-laki itu awalnya bersenang-senang bersama keluarganya, tetapi tiba-tiba Shilla melihat tabrakan mobil. Mobil itu, mobil yang ditumpangi anak laki-laki itu bersama keluarganya. Mobil itu terpental, terguling beberapa kali. Suara dentuman keras, tangis, jeritan minta tolong, dan darah yang mengotori aspal jalanan membuat suasana itu begitu mengerikan.
Shilla kecil langsung menarik tangannya. Napasnya tersengal-sengal. Anak laki-laki itu memperhatikan Shilla sejenak sebelum mengambil bonekanya dan memberikannya pada Shilla yang wajahnya mendadak pucat pasi.
“Ini bonekanya. Maaf, ya,” ucap anak laki-laki itu. “Kamu sakit?”
Shilla kecil menggeleng. Dia menatap anak laki-laki itu dengan tatapan sedih. Namun, anak laki-laki itu hanya mengira tatapan sedih itu karena boneka gadis itu jatuh dan kotor, bukan karena hal lain.
Shilla kecil mempertimbangkan. Apakah anak laki-laki ini akan percaya jika Shilla beri tahu apa yang akan terjadi di masa depan padanya?
Namun, Shilla selalu teringat ucapan orang tuanya. Bahwa, mungkin itu hanya imajinasi Shilla yang berlebihan. Jadi, Shilla tidak mengatakan apapun sampai anak laki-laki itu pergi setelah berulang kali mengucapkan kata maaf.
Sayangnya, Shilla saat itu masih kecil. Shilla menerima bahwa itu hanya imajinasinya. Shilla belum menyadari kemampuan yang dimilikinya sampai dia menyaksikan kejadian itu sendiri saat dirinya berdiri di depan sebuah toko di sisi jalan, menunggu Mama-nya yang membeli sesuatu sepulang dari taman hiburan.
Dan kecelakaan itu terjadi begitu saja, persis seperti yang Shilla lihat sebelumnya.
“Shilla?”
Suara Galaksi yang memanggil namanya membuat Shilla kembali ditarik ke masa kini. Dengan tangan gemetar, Shilla menyimpan kembali foto itu.
Apakah dirinya yang tidak bisa membaca masa depan Galaksi ada hubungannya dengan kejadian sepuluh tahun yang lalu?
Kejadian itu yang membuatnya menyadari dan memahami untuk pertama kalinya bahwa ternyata dia mampu melihat masa depan seseorang dengan menyentuh tangannya. Tetapi, kenapa saat ini kemampuannya tidak bekerja pada Galaksi? Pertanyaan itu belum terpecahkan sama sekali, Shilla bahkan tidak memiliki petunjuk.
“Shilla.” Kali ini tidak hanya suara, Galaksi hadir di hadapan Shilla dengan tampilan yang lebih rapi dari sebelumnya. “Di sini ternyata kamu.”
Galaksi memperhatikan Shilla sejenak. Menyadari wajah Shilla yang pucat, Galaksi segera bertanya, “Kamu sakit?”
Rasanya seperti devaju.
Galaksi pernah menanyakan hal yang sama sepuluh tahun lalu. Hanya saja saat itu mereka tidak saling mengenal.
Shilla menggeleng dan berkata dia baik-baik saja.
Setelah menunggu hingga tepat pukul 15.00 WIB, Galaksi pun membuka hasil pengumuman ditemani oleh Shilla. Meskipun berlagak santai, Shilla tahu kalau Galaksi pasti tengah gugup.
“Lolos, lolos, lolos–AAAAA LOLOS!” seru Shilla antusias ketika Galaksi telah membuka portal pengumuman hasil seleksi dan layar laptopnya menunjukkan pernyataan bahwa dia telah diterima di jurusan Pendidikan Dokter UI, seperti Shilla.
Namun, ini bukanlah akhir, tetapi awal.
Selama ini mereka berjuang keras demi mewujudkan mimpi mereka. Hanya mereka sendiri yang paling tahu perjuangan mereka dan berbagai kesulitan yang dihadapi demi mencapai titik ini.
“YEAY, SELAMAT YA GALAKSI! YOU DID WELL!”
“Makasih, Shil. Makasih banyak.”
Perjalanan baru mereka akan dimulai. Meskipun Shilla memiliki kemampuan membaca masa depan ketika menyentuh tangan seseorang, tetapi Shilla tidak tahu bagaimana masa depannya sendiri. Begitupun dengan Galaksi. Namun, itu tidak masalah.
Selalu ada pembelajaran berharga di setiap kejadian.
Mungkin, ini adalah hukum karma. Dulu Shilla mengabaikan kejadian buruk yang menimpa Galaksi, tetapi akhirnya semesta kembali mempertemukannya. Dan tanpa Shilla sadari, dia telah menyelamatkan Galaksi dari kehidupannya yang kelam selama sepuluh tahun terakhir.
Shilla dan Galaksi, mereka mungkin sering dianggap sebagai sosok yang sempurna tanpa cela. Siswa berprestasi yang banyak dikagumi. Namun, orang-orang di luar sana tidak tahu bagaimana perjuangan Shilla mempertahankan mimpinya, meskipun ditentang oleh orang tuanya, dan selalu berusaha baik-baik saja meskipun harus berjuang seorang diri untuk pulih dari trauma mendalam akibat kejadian sepuluh tahun lalu.
Orang-orang juga tidak tahu, Galaksi yang banyak dipuji dan dikagumi itu, diam-diam Galaksi membenci dirinya sendiri karena rasa bersalah atas meninggalnya sang ayah. Dia juga berusaha bangkit sendiri dari keterpurukannya dan berusaha menjaga sang ibu yang kondisinya tidak baik-baik saja.
Karena sejatinya manusia tidak ada yang benar-benar sempurna. Selalu ada cela.
Hanya saja, sudah menjadi kebiasaan mereka untuk berusaha baik-baik saja.
-TAMAT-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top