I(A)MPERFECT | 15. SEBUAH FOTO

Hari sial memang tidak ada di kalender. Shilla sudah merasa aneh saat Satya, kakak laki-lakinya yang biasanya super sibuk itu, tiba-tiba berinisiatif mengantarkannya ke sekolah. Shilla ingin menolak dan mengatakan bahwa dia lebih baik naik ojek online seperti biasanya supaya lebih cepat sampai ke sekolah. Namun, ibunya menyuruh dia untuk pergi bersama kakaknya.

“Kapan lagi ‘kan kakakmu ini punya waktu luang nganterin adeknya.” Begitu kata ibu. Jadi, mau tidak mau Shilla menurut meskipun harus berangkat sekolah lebih siang karena menunggu kakaknya memanaskan mesin mobil.

Namun, siapa yang mengira, di tengah jalan tiba-tiba ban mobil kakaknya pecah sehingga mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan. Sementara waktu terus berjalan, sepuluh menit lagi gerbang sekolah ditutup. 

Shilla tidak rela datang terlambat ke sekolah, membuat namanya dicatat dalam buku kedisiplinan guru BK, mendapatkan hukuman, dan terlambat mengikuti ulangan harian matematika yang dimulai pada jam pelajaran pertama.

“Kak, ini masih lama nggak sih montirnya?” tanya Shilla yang berdiri di samping mobil Satya. “Belum lagi benerin ban nya ‘kan? Lama deh. Gue pesen ojol aja deh. Telat nanti gue.”

Satya menghela napas setelah menatap layar ponselnya. “Ya udah. Maaf ya.”

“Hm,” gumam Shilla. Ugh, pagi-pagi ada saja yang sudah membuat mood-nya berantakan. 

Kesialan kedua. Meskipun Shilla sudah mendapatkan driver ojek online, estimasi waktu untuk bisa menjemput Shilla sekitar 10 menit karena posisinya jauh. Shilla tentu saja tidak bersedia menunggu karena itu berarti sama saja dia akan datang terlambat ke sekolah. Akhirnya, Shilla membatalkan pesanannya dan berusaha mencari driver lain. 

Sayang sekali. Beberapa kali Shilla mencoba memesan ojek online, posisi driver-nya cukup jauh. 

“Belum dapet?” tanya Satya. 

“Udah, tapi lokasi driver-nya jauh. Sama aja gue telat,” ujar Shilla, kemudian mendelik pada Satya. “Ah lo sih. Kalau tau gini dari rumah gue naik ojol, jam segini udah sampe kali di sekolah.”

Di tengah kekhawatiran Shilla yang belum menemukan solusi atas permasalahannya, tiba-tiba sebuah motor menepi dan membunyikan klakson, membuat Shilla yang sedang menggerutu kesal pada kakaknya terhenti.

“Shil, mau bareng?” 

“Galaksi!” seru Shilla. Gadis itu tanpa berpikir panjang langsung mengangguk dan menghampiri Galaksi. “Kak, gue bareng sama temen, ya!”

Shilla buru-buru naik ke boncengan motor Galaksi setelah memakai helm. Gadis itu kemudian melambaikan tangan pada kakaknya yang ditinggalkan bersama mobil yang bannya pecah.

Beruntung, berkat Galaksi, Shilla bisa tiba ke sekolah tepat pukul 07.00 WIB. Bel masuk sudah berbunyi ketika mereka sampai di parkiran. Begitu Galaksi selesai memarkirkan motornya, Shilla langsung turun dengan terburu-buru.

“Makasih, ya. Gue nggak tau deh kalau di jalan tadi nggak ketemu lo. Nanti gue traktir ya. Gue duluan,” ujarnya, sudah siap berlari sekencang mungkin supaya tiba di kelas sebelum Pak Gugun, guru matematika.

Namun, belum juga mengambil langkah untuk berlari menuju kelasnya, tangannya ditahan oleh Galaksi. Cowok itu menghela napas melihat Shilla yang masih memakai helm-nya. Gadis itu, apakah memang punya kebiasaan lupa lepas helm, ya?

“Helm gue mau lo bawa ke kelas?” tanya Galaksi, membuat Shila seketika langsung bergegas membuka helm-nya.

“Oh iya. Bentar, bentar,” ucapnya. Dengan gerakan yang terburu-buru, Shilla berusaha membuka kaitan helm-nya. “Kok, jadi susah, ya? Biasanya sekali jadi bisa. Bentar ya, aduh.”

Melihat Shilla yang kerepotan sendiri, akhirnya Galaksi menarik kedua tangan Shilla untuk melepaskan kaitan helm-nya. Cowok itu kemudian dengan tenang membantunya membuka kaitan helm dan menarik helm-nya dari kepala Shilla tanpa berperasaan sampai membuat rambut gadis itu acak-acakan.

“Gitu doang ribet,” gumam Galaksi tetapi Shilla masih bisa mendengarnya. Shilla ingin sekali membalas perkataan Galaksi tetapi soal matematika menunggunya. Jadi, dia pun segera berlari, meninggalkan Galaksi yang berjalan dengan santai di belakangnya.

***

“Shil, cepet lihat chat gue,” ujar Rhea begitu Pak Gugun sudah keluar dari kelas, disusul dengan siswa-siswi 12 IPA 3 yang bergegas ke kantin untuk mengisi ulang energi mereka karena sudah terkuras dengan ulangan harian dan penjelasan materi baru matematika.

Shilla yang sedang memasukkan tip ex-nya ke kotak pensil pun mengambil ponselnya yang sejak pagi disimpan di dalam tas. “Kenapa, sih?” tanya Shilla, bingung.

“Ih, cepetan,” desak Rhea. Shilla pun menuruti perkataan Rhea karena penasaran. 

Rhea mengirimkan tautan dari X, Shilla meng-klik tautan itu dan muncullah sebuah foto laki-laki yang sedang membantu membuka helm gadis di hadapannya. Wajah mereka tidak terlihat jelas karena foto itu diambil dari samping mereka, tetapi rasanya Shilla kenal tempat itu, motor berwarna merah, dan tas ransel hitam dengan gantungan kepala tengkorak mengerikan milik si laki-laki.

“Hah? Ini gue sama Galaksi ‘kan tadi pagi?” tanya Shilla sambil menatap lekat foto yang dikirim di akun base sekolah. Entah siapa yang mengambil foto itu. 

“Coba deh baca cuitannya sama reply-an mereka,” ucap Rhea. Tanpa disuruh pun Shilla sudah melakukannya. Intinya cuitan itu berisi pertanyaan apakah Shilla dan Galaksi ada hubungan khusus. Namun, entah mengapa mereka tiba-tiba mengaitkannya dengan Laura.

“Hah? Gue perusak hubungan Laura sama Galaksi?” Shilla semakin bingung. “Maksudnya apaan, sih? Aneh banget.”

“Lo pasti belum lihat postingan baru Laura di instagram,” ucap June yang baru saja bergabung dengan mereka. “Nih, lihat.”

June memperlihatkan sebuah foto dua orang anak kecil, laki-laki dan perempuan yang tersenyum ceria pada kamera yang memotretnya. Shilla langsung mengenali dua wajah yang tidak asing itu.

“Gue baru tahu ternyata Laura itu temen Galaksi dari kecil,” ujar Rhea. “Soalnya ya … di sekolah mereka kayak nggak terlalu deket, nggak tahu ya kalo di luar sekolah.”

“Oh,” sahut Shilla. “Tapi, apa hubungannya sama gue?”

“Menurut analisis sotoy gue nih, si Laura ini entah dia tuh suka sama Galaksi dari kecil atau apa, tapi timing dia posting foto kecil mereka tuh pas banget nggak lama setelah menfess ini rame, seolah pengen nunjukkin kalo dia yang lebih lama deket sama Galaksi. Gitu,” ujar June panjang lebar. Shilla pun mengangguk, memahami penjelasan sok tahu June.

“Oh. Ya udah, sih, kalo gitu. Orang gue sama Galaksi juga nggak ada apa-apa, cuma temen,” ucap Shilla. June dan Rhea saling pandang kemudian menatap Shilla dengan tatapan menyebalkan.

“Oh, rivalnya udah jadi temen sekarang?” goda Rhea sambil menyikut tangan Shilla.

“Ya masa gue sebut babu, sih,” gerutu Shilla. “Kalian juga jangan lupa dong sama misi gue. Gue cuma nggak mau terjadi hal apapun yang bikin gue nyesel seumur hidup.”

“Terus gimana progres lo? Lo udah tahu penyebab kenapa masa depannya nggak bisa lo baca kayak biasanya?” tanya Rhea.

Shilla menggeleng. “Belum tahu. Gue masih cari tahu pelan-pelan, tapi sejauh ini gue rasa dia baik-baik aja.”

“Syukurlah. Nah, sekarang stop ngomongin orang, kita urusin perut kita yang keroncongan. Buruan ke kantin!” seru June. Rhea dan Shilla pun bangkit dari kursinya dan berjalan ke luar kelas. Namun, baru saja sampai ke luar kelas, seseorang tiba-tiba menghadang langkah mereka.

“Shilla, lo dicariiin. Ikut kita!”

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top