I(A)MPERFECT | 12. BUKAN YANG PERTAMA
Entah ini anugrah atau musibah, Shilla tidak tahu. Yang pasti dia berhasil menghindari situasi menyebalkan yang diciptakan oleh Keanu, tetapi sebagai gantinya dia dengan tidak nyaman mengikuti langkah Laura yang hendak membawanya ke area belakang sekolah untuk membicarakan sesuatu.
Area belakang sekolah itu sangat sepi, untuk apa mereka ke sana? Maka dari itu, Shilla pun menghentikan langkahnya karena merasa koridor yang menuju ke area belakang sekolah itu sepi dan sudah cukup bagi mereka berbicara.
“Kita ngobrol di sini aja,” ujar Shilla, menghentikan langkahnya sehingga tercipta jarak sekitar empat sampai lima langkah antara dirinya dengan Laura yang berada di depannya. “Ada apa?”
Laura pun ikut menghentikan langkahnya dan berbalik, menghampiri Shilla dan berhenti dua langkah di depan gadis berambut panjang dengan jepit bunga matahari di sebelah kiri rambutnya yang lurus.
“Apa yang udah lo perbuat sama Galaksi?”
Shilla menatap Laura dengan kening berkerut. “Apa maksud lo?”
“Sejak dulu lo selalu pengen ngalahin dia. Kenapa kemarin Galaksi sampai dibawa ke rumah sakit? Lo apain dia?” tanya Laura. Gadis itu menatapnya dengan tatapan mengintimidasi tetapi Shilla sama sekali tidak gentar.
“Lo ajak gue jauh-jauh ke sini cuma mau bicarain hal nggak jelas kayak gini?” Shilla mendengkus. “Buang-buang waktu.”
Tanpa berpamitan, Shilla pun berbalik arah dan berjalan menjauhi Laura. Di sisi lain, Laura yang melihat kepergian Shilla mengepalkan tangan.
“Asal lo tahu aja, awalnya Galaksi mau sekelompok sama gue buat project klub sains. Tapi lo tiba-tiba ambil keputusan sendiri dan nyeret Galaksi. Lo mau manfaatin dia, kan?” tanya Laura, setengah berteriak. Mungkin ini alasan dia mengajak Shilla menjauhi area ramai di sekolah, supaya dia bebas mengeluarkan emosinya. Namun, Shilla sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan Laura yang tidak berdasar. Dia terus berjalan menjauhi Laura.
Hanya saja … ucapan Laura selanjutnya membuat langkah Shilla terhenti.
“Shil, stop rebut apa yang menjadi milik gue.”
Shilla menghela napas. Meskipun sama-sama tidak ada gunanya, Shilla lebih memilih menanggapi ocehan menyebalkan Keanu daripada Laura.
***
Sejak bertemu di kantin hari itu, Shilla dan Galaksi baru bertemu lagi di kafe Sunsetz seminggu kemudian, tepat di hari sabtu sekitar pukul tiga sore.
Walaupun tidak sempat bertemu selama seminggu, Shilla dan Galaksi tetap berkomunikasi seperlunya terkait project klub sains. Mengingat mereka mendapatkan inspirasi mini riset dari dua guru PLP yang merupakan mahasiswa dari Universitas Cakrawala, maka mereka pun memutuskan untuk bertemu mereka dan bertanya lebih lanjut terkait alat dan bahan apa saja yang mereka perlukan, metode, tahapan pelaksanaan, hingga cara menganalisis datanya.
Setahu Shilla, kedua guru PLP itu merupakan mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyusun skripsi. Mereka sedang masa-masanya sibuk, mungkin jauh lebih sibuk dari Shilla dan Galaksi yang sama-sama berada di tingkat akhir masa SMA dan sedang mempersiapkan diri untuk masuk universitas. Oleh karena itu, berdasarkan hasil kesepakatan antara Shilla, Galaksi, dan kedua guru PLP itu, maka mereka baru bisa bertemu pada hari weekend. Kedua guru PLP itu juga menentukan tempat yang tidak jauh dari kampusnya.
Namun, dari begitu banyak tempat di sekitar Universitas Cakrawala, kenapa harus kafe Sunsetz? Shilla benar-benar tidak tahan dengan tatapan Rhea dan June yang mengawasinya.
Sejak tiba di kafe ini, Shilla dan Galaksi sama sekali tidak berbicara satu patah kata apapun. Galaksi sibuk membaca buku, sedangkan Shilla sibuk memelototi Rhea dan June sambil menyuruhnya menyingkir dengan isyarat-isyarat tidak jelas.
“Maaf, kalian nunggu lama?” tanya seorang wanita berkacamata dan berhijab biru yang dipadukan dengan blouse senada. Wanita bernama lengkap Siti Sulastri itu kerap kali disapa Bu Aci oleh Shilla dan teman-temannya di sekolah.
“Oh, enggak, Bu.” Shilla tersenyum dan langsung bangkit dari duduknya. Setelah bersalaman dengan dua wanita berhijab itu, Shilla dan Galaksi kembali duduk. “Apa kabar, Bu Aci, Bu Nilam?”
“Alhamdulillah, baik,” ujar wanita yang disapa Bu Aci itu.
“Alhamdulillah baik juga. Btw, jangan panggil ibu, kak aja. Berasa tua aku,” ucap Nilam, seorang wanita berhijab hitam yang dipadukan dengan kemeja abu dan celana high waist hitam.
“Agak aneh karena biasa panggil ibu di sekolah tapi aku coba ya, Kak Nilam, Kak Aci, hehe.” Shilla tertawa canggung.
“Whahaha, sip,” ujar Kak Nilam disertai gelak tawa gemas.
“Oh, ya, kalian mau tanya tentang praktikum kita waktu itu, kan?” tanya Kak Aci yang sebelumnya sudah Shilla hubungi via chat.
“Iya, Kak. Klub sains tahun ini membebaskan anggotanya buat melakukan mini riset, karena ini semester terakhir kita di klub sains, kita pengen maksimalin project ini. Kebetulan juga kita inget cerita kakak waktu PLP pas mampir di klub sains,” jelas Shilla. Kak Aci dan Kak Nilam mengangguk paham.
“Keren juga. Ok, apa aja yang mau kalian tanyain?” tanya Kak Nilam. Wanita berhijab hitam itu mengucapkan terima kasih terlebih dahulu pada June yang mengantarkan minumannya sebelum melanjutkan percakapan.
“Kalau aku mau tanya tentang analisis vegetasi tumbuhan, kalau Galaksi tuh …” Shilla menyenggol tangan Galaksi yang duduk di sampingnya karena dari tadi dia diam saja.
“Menghitung kerapatan hewan.”
“Oh, beda topik ya?” tanya Kak Aci. “Kalau gitu biar lebih efektif, gimana kalau aku jelasin tentang cara menghitung kerapatan hewan dengan capture recapture method, terus kamu, Nil, jelasin tentang analisis vegetasi tumbuhan ke Shilla?” usul Kak Aci setelah menyesap minumannya.
“Boleh,” sahut Kak Nilam. Supaya Shilla dan Galaksi lebih fokus, maka Galaksi mengusulkan agar salah satu dari mereka pindah ke meja kosong di sana. Setelah Kak Aci dan Kak Nilam menyetujui, Galaksi menjadi orang yang memilih pindah ke meja lain dan membiarkan Shilla bersama Kak Nilam berdiskusi di meja yang semula mereka tempati berempat.
“Maaf ya, Kak, harus pindah gara-gara saya,” ujar Galaksi yang duduk di kursi setelah Kak Aci. Cowok itu juga membantu mengambilkan minuman Kak Aci ke meja baru yang mereka tempati. Melihat hal itu, Kak Aci hanya tersenyum dan mengatakan tidak masalah.
Galaksi pun mulai diskusi bersama Kak Aci. Sesekali Galaksi mencatat alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan lapangannya. Galaksi juga bertanya bagaimana cara menghitung kerapatan populasi dengan capture recapture method. Rasanya diskusi itu sangat menyenangkan, terlebih lagi Kak Aci begitu ramah dan menjelaskan semuanya secara rinci. Setelah berdiskusi dan mendapatkan penjelasan, Galaksi merasa risetnya akan cukup mudah dilakukan. Terlebih lagi ternyata rumus yang digunakan untuk menganalisis datanya tidak begitu membingungkan.
Shilla juga merasakan hal yang sama. Kak Nilam sama sekali tidak keberatan dengan berbagai pertanyaan yang dia ajukan. Namun, Shilla agak sedikit syok karena ternyata kegiatan mini riset yang akan dilakukannya memerlukan ketelitian dan kesabaran seluas samudera.
“Serius, Kak? Jadi, itu tanaman dalam petak kuadrat dicabut terus dihitung dan diidentifikasi satu-satu?”
Begitu pertanyaan yang Galaksi dengar begitu dia sudah selesai diskusi dengan Kak Aci dan kembali bergabung bersama Shilla dan Kak Nilam.
“Iya betul, gitu.”
“Cara identifikasi tanamannya gimana, Kak?” tanya Shilla lagi.
“Kalau aku sama temen-temen sekelompok aku pakai aplikasi PlantNet. Itu lumayan akurat, tinggal difoto aja nanti keluar nama ilmiahnya dan persentase kemiripan tanaman yang kita scan sama yang muncul,” jelas Kak Nilam. Shilla mengangguk-angguk sambil mencatat di buku catatannya.
“Btw, ini memang project-nya boleh samaan gitu, ya?” tanya Kak Aci tiba-tiba.
“Ya?” Shilla menatap Kak Aci. Apa maksudnya?
“Ini project-nya kelompok?” tanya Kak Aci lagi, memastikan.
“Sebenarnya ini tuh tugas individu, Kak. Bisa dibilang kelompok karena kita boleh saling bantu dalam kelompok kecil yang udah ditentuin dan dalam satu kelompok kecil itu temanya boleh sama. Cuma, memang aku sama Galaksi itu punya pilihan sendiri yang berbeda. Tapi, kita tetap bakalan saling bantu. Memangnya kenapa ya, Kak?”
“Oh, gitu.” Kak Aci kemudian menatap Kak Nilam. “Nil, seingat aku, Shilla bukan yang pertama tanya hal ini ke kamu deh. Bukannya kamu pernah ditanya juga tentang analisis vegetasi tumbuhan sama anak SMA beberapa hari lalu? Tapi via chat. Kamu bilang, dia bahkan minta file laporan hasil praktikum kita buat dikaji. Kamu kasih?”
Kak Nilam mengangguk. “Eh, iya, aku kasih sih. Aku juga baru inget loh, aku banyak kerjaan jadi lupa.” Kak Nilam pun menatap Shilla dengan perasaan khawatir. “Gimana, Shil? Itu kayaknya dari kelompok yang beda, ya? Nggak apa-apa memangnya kalau tema project-nya samaan sama kelompok lain?”
Galaksi memerhatikan Shilla yang menggigit bibir bawahnya. Telapak tangannya berkeringat dingin. Shilla sendiri tidak tahu apakah diperbolehkan tema project itu sama dengan kelompok lain. Apakah ini kebetulan mereka mendapatkan inspirasi dari sumber yang sama mengingat saat itu yang menyimak cerita bukan hanya dia dan Galaksi. Namun, Shilla tetap penasaran. Perasaan tidak nyaman menyerangnya. Maka, dia pun bertanya.
“Kalau boleh tahu, Kak Nilam masih inget nggak siapa yang chat Kak Nilam buat minta file laporan praktikum itu?”
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top