[5] Stalker! Doppo x Worker! Reader

Jemari lentik menari-nari di atas lembaran kertas hvs, kedua pupil mengikuti jemari yang bergeser guna untuk membaca kata-kata yang tertera di sana. Titik fokus jatuh pada berkas, tak lupa didukung dengan ruangan sunyi membuat gadis itu semakin mudah dalam mengerjakan pekerjaannya sebagai seorang kantoran.

"[Name]-san," panggil seorang pria bermahkota marun dengan beberapa helai rambutnya berupa warna toska yang sudah menjadi ciri khasnya. Kanonzaka Doppo, namanya.

Yang dipanggil tak langsung merespon, jemari beralih menari di atas papan ketik komputer, menghasilkan suara benturan. Hanya dengan pergerakan jemari, semua akan tahu bahwa betapa profesionalnya gadis itu jika sudah berkaitan dengan mengetik. Mata terpaku pada layar, dilihat dari tindakan itu cukup membuat Doppo sadar bahwa gadis itu sama sekali tidak mendengar panggilannya.

"[Name]-san?"

Kali ini, ucapan itu berhasil membuyarkan fokus [Name], sukses membuat jarinya meleset dan melakukan hal yang dinamakan dengan typo. Gadis itu menoleh ke arah Doppo, mengernyitkan kedua alis, memberi tatapan bertanya, "Ada apa, Kanonzaka-san?"

"Ma-maafkan aku, [Name]-san! Karena aku, kau jadi typo! Maafkan aku!" Refleks Doppo membungkuk beberapa kali, tangan satu diletakkan di depan dada, keringat dingin sudah mengalir was-was jika gadis di hadapannya marah.

Sang gadis berdehem pelan, mengulas senyuman tipis yang ramah. "Lupakan, typo adalah manusiawi, bukan salahmu. Jadi apa ada yang kau butuhkan?"

Kamu.

.

.

.

Hypnosis Mic © KINGS RECORD; Otomate; IDEA FACTORY

Plot © Swanrovstte_11

Request by Dark_Reason

.

Langkah kaki tergesa-gesa, napas memburu jantung memompa darah dengan kencang merauk rakus oksigen. Air keringat bercucuran, kaki membawa sang empunya menuju ke rumah di bawah langit malam dengan rembulan sebagai pusat penerang bumi. Mata bergerak ke sana kemari, mencari keberadaan posisi yang aman untuk dirinya bersembunyi. Embusan angin malam serasa menembus mantel hingga ke kulit membuat sang gadis merinding.

Sudah bukan sekali dua kali dirinya melakukan aktivitas maraton pada malam hari. Bahkan sudah berkali-kali semenjak dua bulan yang lalu. Bukan tanpa sebab dia melakukan aktivitas ini, orang bodoh mana melakukan maraton setelah pulang kerja pada malam hari? Tentu, semua karena rasa teror yang dirasakan tiap malamnya.

Ring.

Ponsel kembali berdering, menunjukkan notifikasi dari sebuah aplikasi bernuansa hijau. Kedua mata membelalak lebar ketika membuka pesan tersebut, refleks [Name] menoleh ke belakang mencari sosok yang mungkin bisa dia dapati. Tidak, tidak ada orang. Dia telah salah melangkah, melangkah ke wilayah di mana akan sepi pada malam hari.

Hati-hati, [Name]-san. Di depan dan belokannya ada perbaikan, jangan sampai kau terluka.

Jemari bergemetar, kedua pupil mata mengecil menghasilkan getaran. Seumur hidupnya, dia tak pernah takut akan film horor, thriller maupun gore. Ini pertama kalinya dia takut akan hal ini. Di luar dugaan, mempunyai stalker benar-benar menyeramkan, bukan begitu?

Siapa. Siapa yang terus mengikutiku? Pertanyaan itu tak hentinya terlintas di benak [Name]. Beribu-ribu kali pertanyaan itu melintas tak pernah satu kali itu terjawab. Kepala memikirkan posibilitas mengapa hal ini terjadi, siapa yang melakukannya. Di mulai dari mengetahui nomor ponsel dan memperingati akan hal-hal kecil. Sesekali mendapati kiriman bunga dan memo kecil.

Manis? Itu di awal. Semakin lama itu terjadi maka semakin terasa seramnya hal itu.

[Name]-san? Kenapa hanya membaca pesanku? Kenapa kau berhenti berjalan, ini sudah larut malam! Segera pulang!

Notifikasi kembali muncul, membuat [Name] kembali membelalak. Jemari yang semakin bergemetar itu tak mampu membalas pesan itu. Setiap hari pesan itu masuk secara beruntun, mengetahui segala aktivitasnya, kesukaannya, segalanya, hingga dia benar-benar takut akan hidup.

Kumohon. Tolong aku.

Kaki melemas membuatnya terjatuh dan menekuk kedua lutut. Benturan aspal dan lutut menghasilkan kesakitan yang diabaikan oleh [Name]. Bulir air mata perlahan jatuh dari sudut matanya. Dia takut. Takut jika ini semakin menjadi-jadi.

"[Name]-san?"

Suara maskulin menyapa gendang telinga, membuat [Name] refleks mendongak dan bertemu pandang dengan sepasang mata sayu milik rekannya, Doppo. Pria itu kemudian menekuk kedua lutut guna mensejajarkan tinggi dengan sang pujaan hati.

"D-Dop-Doppo!" Tangis gadis itu sukses pecah, tangan dia ulurkan dan melingkar ke leher Doppo. Tak hentinya air mata terus mengalir, membuat Doppo bertanya-tanya apa yang terjadi dengan [Name].

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Doppo pelan, tubuh refleks kaku dan menegang.

"Aku takut Doppo! Aku takut! Aku merasa diteror! Aku tak tahu harus apa, setiap malam aku merasakan pengikut yang menyeramkan. Mengirim pesan secara beruntun! Semua dilakukan! Aku takut! Jangan tinggalkan aku!" seru [Name] di sela tangisan. Tak peduli lagi jika stalkernya mendengar itu atau tidak, yang pastinya dia membutuhkan kebebasan. Dia tak bisa terus diteror seperti ini. Dia juga tahu, membicarakan ini ke Doppo adalah orang yang tepat. Karena pria itu adalah pria yang sedia membantunya setiap saat.

Kedua lengan melingkar di pinggang [Name], memberi rasa nyaman pada sang gadis. Bibir perlahan membentuk kurva, seringai tipis terulas. Kedua mata membelalak lebar, menunjukkan siratan obsesi. Suara tak ada dia keluarkan sama sekali.

Entah kenapa, aku menyukai sisi ketakutanmu, [Name]. Show me more. I love it.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top