[4] Vampire! Jakurai x Reader

Jemari menari-nari di atas tuts piano menghasilkan alunan musik indah yang menghamilkan gendang telinga. Tiap nada yang dihasilkan mempunyai siratan makna tersembunyi, entah kenapa, hanya dia yang tahu apa itu. Ah, tidak, tidak hanya dia, tetapi seorang pria dengan helaian rambut melebihi pinggul juga mengetahuinya.

"Jakurai-san," panggilnya lembut, gadis bernama [Full Name].

Pria yang dipanggil itu mengangkat sedikit wajah, memindahkan atensi dari berkas di tangan ke gadis itu sepenuhnya. Raut wajah netral ditunjukkan seraya menunggu gadis itu kembali membuka suara.

"Apa kau mendengarnya?" tanya [Name], menghentikan jemari yang menekan tuts piano. Kini dia menoleh ke belakang, mempertemukan pandangan dengan Jakurai.

Kedua kelopak mata Jakura terpejam sesaat, tubuh dia senderkan pada sandaran kursi sebelum akhirnya bangkit berdiri. Kaki membawa sang empunya mendekati [Name], senyuman masam terulas.

"[Name]-kun, aku mendengarnya. Sangat jelas, tetapi, apa kau yakin?"

Hening melanda, membiarkan seisi ruangan sunyi. Jemari lentik milik [Name] menyentuh pipi Jakurai, kedua kelopak mata terpejam. Tak lupa, bangkit dari bangku piano dan jinjit guna mempertemukan bibirnya dengan kekasihnya.

Kedua bola mata itu membelalak lebar, kemudian perlahan memejamkan matanya. Jakurai tahu, gadis di hadapannya sedang menjawab pertanyaannya. Pertanyaan yang selalu ditanyai oleh Jakurai, selalu dijawab dengan jawaban yang sama.

.

.

.
HypMic © KINGS RECORD; Otomate; IDEA FACTORY

Plot © Swanrovstte_11

Request by MayutaEcca-chan
.

Pada sehari sebelum malam purnama, [Name] marah. Tengkar antar dua insan terdengar buruk apalagi saat mempunyai status pacaran. Tentu, itu membuat orang bertanya-tanya apa yang membuat gadis itu marah besar. Memangnya, Jakurai, kekasih gadis itu bisa membuat apa hingga gadis itu marah?

Patut dipertanyakan.

Lagi-lagi, [Name] meneguk bir kaleng dengan rakus, wajah yang sudah memerah memancing kekhawatiran Doppo, rekan dari kekasihnya. Sudah menjadi sebuah kebiasaan, Doppo menemani [Name] setiap gadis itu ingin minum bir.

"Apa terjadi sesuatu, [Name]-san?" tanya Doppo, meneguk air putih. Dia pastinya berjaga-jaga untuk tidak meminim bir, mengingat dia harus mengendari kendaraan. Apalagi saat berdua dengan gadis orang, bisa-bisa mabuk dan melakukan hal yang tidak baik untuk dilakukan.

[Name] berhenti meneguk, meletakkan kaleng bir dengan kasar di meja. Dengusan kasar lolos dari bibirnya, "Aku kesal, Doppo!"

"Aku bisa melihat itu," ucap Doppo pelan, mengusap wajahnya sendiri. Sudah pasti dia dengan mudah mendapati ekspresi [Name], terlihat jelas-jelas di wajah gadis itu bahwa gadis itu sangat kesal dan penuh amarah. Rawan mode 'senggol, bacok'.

Gadis itu menggeram tidak suka mendengar respon itu. "Aku kesal karena Jakurai-san tidak lebih memilih pil darah! Aku ini kekasihnya, aku juga sudah bilang bahwa aku tidak keberatan jika darahku habis!"

Oh. Hanya dengan keluhan itu, Doppo berhasil menebak apa yang membuat [Name] marah. Bukannya berbicara lagi, pria itu refleks meminta maaf beberapa kali ketika mendapati gadis itu menaikan nada. "Maafkan aku! Maafkan aku! Aku seharusnya memberitahu Jakurai-san untuk mengerti, maafkan aku!"

"Berhenti minta maaf! Aku tidak mau kau meminta maaf! Ini salah Jakurai-san!" gerutu [Name] lagi, mengembungkan sebelah pipinya. Ah, gadis itu telah dalam mode mabuk.

Doppo mengusap wajah kembali, panik jika gadis itu semakin marah. Jemari di bawah meja diam-diam sedang mengotak-atik ponsel guna untuk menghubungi kekasih [Name]. "[Name]-san, k-kau mabuk!"

"Berisik, aku tidak mabuk!" Gadis itu kembali mengangkat kaleng bir dan mendekatkan ke bibir. Belum sempat dia kembali meneguk, tangannya ditahan oleh satu tangan kekar yang tak asing baginya.

"Cukup sampai di situ, [Name]," ucap Jakurai, yang menahan tangan [Name]. Dapat didapati, kedua mata pria itu menyala-nyala warna merah.

"J-jakurai-san! Matamu!" Doppo kembali melepas ekspresi panik. Jakurai adalah seorang dokter psikiater yang selalu membantunya, tentu saja dia cukup khawatir dengan kondisi Jakudai. Mengingat hari ini adalah bulan purnama, di mana spesies vampir membutuh darah yang lebih banyak. Akan berbahaya jika Jakurai menghisap darah sembarangan, 'kan?

"Doppo, aku akan membawanya pulang," kata Jakurai dengan suara tegas, tanpa mengucapkan apapun lagi, dia mengangkat tubuh [Name] ala karung beras. Tidak ada lagi embel-embel -kun sebagai panggilan. Pria itu terlihat berbeda dari biasanya.

"Lepaskan aku, Jakurai-san! Hic! Aku tidak mau jika Jakurai-san masih menolak," gerutu [Name]. Tangan memukul-mukul punggung Jakurai.

"B-baik, Jakurai-san. [Name]-san, a-aku duluan ya!" kata Doppo, membungkuk sopan sebelum meninggalkan dua orang itu di halaman.

[Name] tak kunjung diam. Jakurai juga sudah mengangkatnya masuk ke dalam rumah, tak peduli dengan pukulan atau pemberontakan yang diberi oleh sang kekasih.

"Lepaskan, Jakurai-san!"

"Diam, [Name]. Sesuai dengan yang kau pinta," ucap Jakurai, mengusap bibirnya dengan ibu jari, "aku akan menghisap darahmu malam ini. Jangan menyesal."

----

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top