[10] Gentaro x Doctor! Reader

"Dokter, ada yang pingsan di luar jendela!"

Cakrawala menampak keindahan jingga, mentari melambai pada dunia guna mengundurkan diri menuju ke rumah kembali. Membiarkan rembulan malam kembali menggantikan posisi sang mentari. Waktu telah menunjukkan tanda pekerjaan sang gadis bermahkota [Hair colour] berakhir, mendengar seruan dari suster membuatnya ingin menggebrak meja. Pasti, bekerja sebagai seorang dokter tidak semudah yang dilihat, tanggung jawab sangat besar karena menyangkut nyawa atau jiwa insan.

"Apakah dia pria?" tanya [Name], gadis itu, beranjak dari kursi. Wajah tenang menghiasi wajah, tidak menunjukkan rasa peduli apapun. Kantung hitam menggantung pada panda menjadi bukti kelelahan dan kekurang tidurnya.

"Iya, rambutnya warna cokelat!" sahut suster yang berada di luar jendela. Suster pada sisi jendela bagian dalam menggeserkan tubuh membiarkan sang dokter melihat.

[Name] menaruh atensi pada sosok lelaki bermahkota cokelat dengan pakaian tradisional. Bukan menaruh simpati atau memikirkan solusi, sang gadis hendak meyiramkan air ke arah sang lelaki.

"Usso desu yo." Suara khas milik sang lelaki menyapa gendang telinga, membuat [Name] menghentikan niatnya sendiri. Mata terbuka menunjukkan iris hijau jamrud, senyuman tipis terulas. Oh, jangan salah, senyuman itu menyebalkan bagi seorang [Full Name].

"Tertipu sekali tidak akan ada kedua kali, Yumeno Gentaro."

.

HypMic (c) KINGS RECORD; Otomate; IDEA Factory

Plot (c) Swanrovstte_11

Request by Asakura_Haruka

Note: Hanya drabbles gula

.

.

.

Penipuan, paling dibenci oleh sang dokter berkepala dua. Masa lalu menjadi alasan utama baginya untuk membenci hal tersebut, sehingga dia tidak pernah ingin mengucapkan kebohongan. Mengutarakan segala sesuatu secara lurus, tak pernah membelok dari apa yang dirasakan. Aneh, tapi nyata, dia tak pernah membenci seorang novelis penipu, Yumeno Gentaro. 

Dibandingkan membenci, dia jauh lebih dekat dengan Gentaro, tak peduli seberapa banyak kebohongan yang diutarakan. Dia tahu, Gentaro melakukan kebohongan berunsur iseng atau karena hal baik. Tak sekalipun lelaki itu mengutarakan kebohongan untuk tindakan kriminalitas.

"Gentaro, kau tahu, kau terlihat tradisional sekali seperti orang ketinggalan zaman," komentar [Name], membalikkan lembaran kertas buku novel di genggaman. Jemari lentik bergerak halus sehingga tidak merusak tiap lembaran.

"Hmm?" Sang lelaki menoleh, menaruh atensi pada sang gadis, melepas senyuman khas. Pena tradisional berhenti menari di atas lembaran kertas. Gentaro mungkin terlihat tidak peduli dengan pandangan sekitar akan hal dia ketinggalan zaman, tetapi dia sangat tersinggung jika ada yang mengejeknya.

"Kau kurang jelas? Aku bilang kau terlihat seperti orang ketinggalan zaman," ulang [Name], menaruh atensi pada Gentaro melihatnya dari atas hingga bawah, kemudian memberi jeda sejenak, "tetapi berkat hal itu, menandakan tradisional tidak sepenuhnya punah dari Jepang. Bukumu juga jadi puitis, mungkin jadi seorang yang tradisional tidak buruk."

Senyuman tipis memudar, kedua bola mata melebar sedikit menerima keterkejutan dari tiap kalimat [Name]. Seumur hidup, belum ada yang berkata kalimat seperti itu padanya. Meskipun dia mempunyai banyak penggemar, dia tetap ingin diterima dari sisi tradisional hingga ke seluk beluk.

"[Name], kantung matamu semakin hilang ya," ucap Gentaro, beralih lanjut menulis menggunakan pena tradisional. Senyuman tipis tulus kembali terpasang. Samar, rona merah menghiasi kedua pipi.

"Oh? Benarkah? Aku jadi semakin jelek dengan kantung mata hitam," balas [Name], menopang dagu dengan siku bertumpu pada pegangan sofa, menaruh atensi pada Gentaro. Dapat dilihat secara jelas bahwa gadis itu memang terlalu memaksakan diri untuk menanggung beban.

"Usso desu yo."

"Keparat. Kau tahu aku benci penipuan," erang halus [Name], menghempaskan diri secara menyamping hingga buku pada pangkuan terjatuh. Tatapan kantuk tertuju pada wajah sang lelaki yang sedang berkutat dengan lembaran kertas dan pena tradisional.

"Ya, aku tahu. Tetapi rasanya sedang menipumu, tetapi ada satu hal yang aku tidak bisa menipumu," ucap Gentaro, menaruh atensi pada sang gadis kembali, "tidurlah di kamar kalau mengantuk. Jangan terlalu memaksakan diri belajar, sekarang saatnya liburan."

[Name] mengernyit, "Apa itu? Sebentar lagi aku akan tidur, setelah mendapat jawaban."

Sang lelaki melepas kekehan geli, merenungi betapa manis gadis di hadapannya itu. "Perasaanku, sekarang tidurlah. Aku mencintaimu."

Sang gadis melepas jeda sesaat, lantas membalikkan badan guna membelakangi Gentaro. Dapat didapati oleh mata telanjang, telinga milik [Name] memerah. "Bagus, aku juga mencintaimu. Selamat tidur."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top