●BUSTER BROSS!◇Ketika Ingin Untuk ...
Shortlisted Part Hypmic
©King Record, Otomate, Idea Factory
.
Note: Jadi chapter ini sebenarnya temanya lebih menjerumus ke dewasa (ga intim sih). Anggap aja judul penuhnya yaitu, 'Ketika Ingin Untuk Memadu Kasih'. So, saya sudah kasih peringatan ya. Btw, buat tema sebelumnya bagian Fling Posse masih on-process. Gatau kapan update.
.
.
.
.
一. Yamada Ichiro
Kau terduduk di tepi ranjang kamar. Hendak menaikkan kaki, tapi terhenti karena teringat belum menyetel alarm untuk berjaga agar tidak kesiangan. Tangan terulur hendak mengambil ponsel pintar di nakas. Begitu mendapatkannya, langsung saja kau buka kata sandinya dan mengeset fitur alarm.
Baru saja ingin mematikan layar ponsel, denting notifikasi masuk menyita perhatian untuk dilihat lebih. Kau menekannya, munculah sebuah email berisikan laporan pekerjaan yang harus dibuat setelah akhir pekan ini. Matamu memutar malas dan jengah sambil menghembus nafas. Memilih mengabaikannya sejenak dan menghela nafas kembali.
"Ada apa?" Ichiro, suamimu terduduk tepat di sisi. Melihat raut wajahmu yang kelihatannya sedang tidak baik, ia tersenyum lembut. Seolah kamu bisa mencurahkan segala keluh kesahmu padanya.
Kamu bersyukur dapat memilikinya. Senyum kecil terbit menghiasi wajahmu. "Hanya laporan yang harus dikerjakan setelah akhir pekan dari kantor." Senyum semakin mengembang ketika ia menggenggam tanganmu dengan lembut. "Sungguh tidak apa. Aku hanya berpikir, setidaknya biarkan aku menikmati akhir pekan tanpa harus mengetahui laporan yang sedang menungguku," sambungmu.
"Kau benar," balasnya. Kini, ia menghadapmu sepenuhnya, merentangkan tangannya, siap mendekap tubuhmu. Senyum itu masih belum luntur dari wajahnya.
Tanpa menunggu lagi kau langsung memeluknya. Menenggelamkan wajah di dada bidang itu. Hendak menghirup dan menghela nafas berulang kali, namun aroma maskulin suamimu tidak sengaja tercium. Dan hal itu sukses membuat relung dadamu menghangat.
"Omong-omong..." ucapmu terjeda. Ichiro hanya diam menunggu kelanjutannya. Ia mulai mengusap kepalamu. "Malam ini... kau mau?" beberapa kata terakhir terdengar cukup pelan. Apalagi, dengan kamu yang semakin menutupi wajahmu di dadanya.
"Mau?" tanyanya masih dengan perasaan yang belum paham betul atas maksudmu.
"Itu, lho." Wajahmu semakin memerah. Jantungmu berdetak lebih keras. Barangkali ia dapat mendengarnya.
Sejenak, pria itu terdiam dan―wah, ia langsung memerah ketika memahaminya.
"Oh, ayo..."
▅▅▅▅▅
二. Yamada Jiro
"Jiro, aku belum bisa tidur, nih." Kamu yang terduduk bersandar pada ranjang, menatap kaki pria di sebelahmu yang posisinya membuatmu kesal. Lihat saja kedua kakinya yang menindih kakimu tanpa rasa bersalah. Selain itu, enak sekali dia sudah terbang ke alam mimpi, sedangkan kau masih saja terjaga.
"Hmm?" Ia menanggapi dengan setengah sadar. Hal ini membuat rasa kesalmu meningkat.
"Sudah kukatakan aku belum bisa tidur. Setidaknya temani, dong!"
Tiba-tiba saja Jiro menarik tanganmu ke arahnya. Langsung saja kau tidak secara sengaja menabrak badannya yang tengah terlentang itu. Tentu saja kau kaget. Masih dalam keadaan itu, ia membuka mata, menampilkan iris dwiwarna yang redup sayu ditemaram lampu tidur.
"Kau ini." Ia mengusap puncak kepalamu yang kini mendongak, masih berada di atasnya. "Mau ditemani yang bagaimana, sih? Aku sudah ada di sampingmu, lho."
Bibirmu membentuk kurva tanda tidak senang. "H-habisnya, kau sudah tidur duluan. Rasanya jadi sepi..." Setelah berkata begitu, kamu sadar bahwa kau telah manja padanya.
Tapi ini suami sendiri. Bukan masalah, dong?
Jiro mengangkat tubuhnya, membalik posisi yang kini kamu berada dalam bawah kukungannya. Atas gerakan itu, kamu cukup kaget. Kemudian, hidungnya yang mancung bersentuhan dengan hidungmu. Mata kalian sama-sama terpaku.
"Aku... sebenarnya belum tidur," kata ia, mengalun terdengar dengan suara berat, namun tidak menghilangkan suara khasnya.
"Kalau begitu, malam ini temani, ya?" ucapmu malu-malu dengan sisi wajah yang menghangat.
"Aishh." Jiro menutup wajahnya dengan telapak tangan, seirama dengan dirinya yang langsung memalingkan sisi wajah ke kanan. Wajahnya ikut memerah padam. Ia tidak sanggup menatapmu yang masih malu-malu imut itu.
Kau mengelus helaian rambut hitam dengan model belah tengah itu. Rambutnya masih sedikit basah karena dibasuh tadi. Aroma maskulin dengan campuran wangi yang segar menyeruak memenuhi rongga dada. Yamada Jiro, dengan segala kelebihan bahkan sampai kekurangannya, berhasil membuatmu jatuh demi berjuang mendapatkannya yang kaku terhadap wanita.
"Kau mau, kan?"
▅▅▅▅▅
三. Yamada Saburo
Di kamar, kamu bersandar pada ranjang sembari fokus pada novel dalam genggaman. Kalau Saburo perkirakan, halamannya sekitar 200-300 halaman. Tidak banyak baginya. Bahkan, buku historical dengan halaman sekitar 800 bagian itu tidak dapat tertandingi oleh kisah novel singkat yang berada di tanganmu. Saburo memilih menyamankan diri di kursi kerja dan menitik beratkan fokusnya dalam kembali membaca. Targetnya, 500 halaman ingin ia jelajahi malam itu juga. Mungkin saja.
"Saburo-kun, besok kau libur?"
Derit kursi terdengar, meski tidaklah nyaring. Saburo yang fokus, kini memilih menghadap ke arahmu. Masih dengan ia yang duduk santai. Ia membalas, "Iya. Kau sudah tahu jadwalnya, kan?"
Kamu tersenyum. Mengangguk padanya. "Hanya memastikan bahwa aku tidak lupa."
"Ya, bagus kalau begitu." Saburo melirik jam sebentar. Setelah itu, ia kembali fokus pada buku yang masih terbuka. Lembaran berikut dibalik olehnya. Sekitar paragraf ke-3, ia menghela nafas. Tubuh bersandar pada kursi. Meski begitu, mata dwiwarna tetap fokus membaca ketikan Font Times New Roman itu dengan serius. Ketika Saburo terdiam sejenak, ia perlahan menoleh ke arahmu.
"[Name], aku tahu sedari tadi kau melirik kemari."
Tubuhmu tersentak kecil. Wajah menjadi memerah malu karena ketahuan, untung saja tertutupi buku novel yang sengaja dihadapkan pas di depan wajah. Hangat menjalar di sisi pipi. Novel terbuka itu sedikit demi sedikit kamu turunkan untuk melihat kehadiran Saburo yang masih menatap penasaran dari meja kerjanya.
Ah, haruskah?
"Ada sesuatu yang ingin kau katakan?" Saburo dengan segala kepekaannya melontarkan pertanyaan.
Kau tanpa sadar menimang bingung dengan jemari yang memainkan helai rambut [HairColour]. Mata bergerak tidak tentu arah. Benakmu merasa masih ragu. Meski begitu, kalau ia berpikir kembali, ini merupakan suatu masalah yang tidak hanya melibatkan dirinya. Yamada Saburo dibutuhkan untuk memecahkan perkara ini. Jadi, kamu memilih memantapkan hati saja.
"Saburo-kun, bisakah kau kemari?" Tanganmu menepuk sisi ranjang. Wajahmu yang sepertinya serius dan memang akan berbicara hal penting membuat suamimu tanpa bertanya banyak langsung beranjak dari tempat favoritnya. Ia naik dari sebelah kiri dan duduk tepat di sampingmu.
Novel yang telah terselip bookmark kamu tutup, kemudian diletakannya benda itu ke atas nakas. Kamu memilih merenggangkan badan, setelah puas melakukannya kamu menghembus nafas. Senyum kecil terbit pada parasmu. Namun, tanpa aba-aba kamu langsung memeluk erat seorang Saburo yang sempat terhuyung karena ulahmu.
"[N-Name]..." ucapnya terlonjak. Meski pikiran mengundang untuk menyuarakan pertanyaan, pria Yamada itu memilih mengusap puncak kepalamu yang mana wajahmu telah bersembunyi di dadanya.
"Saburo-kun?" panggilmu dengan suara kecil. Dijawab gumaman dengan intonasi yang rendah juga. Ketika ingin menyuarakan pikiranmu, rasa ragu itu kembali muncul. Mulut yang terbuka kembali terkatup. Akhirnya pun kamu memilih tetap bersandar pada suamimu dalam diam.
"Aku tidak tahu kau mau mengatakan apa. Tapi, kau bisa berbicara kalau kau sudah siap." Saburo masih mengelus rambutmu yang tergerai. Matanya mengarah kepada jam kayu berlonceng di kamar yang terus bergerak menunjukkan pertambahan waktu. Ia sedikit menunduk. "Ini sudah malam. Kau sebaiknya tidur―"
"Tidak, tidak." Kamu langsung menegapkan diri, melepas dekapan. Meski jantung berdebar kencang, namun kamu telah menetapkan hati untuk mengatakan sebuah perihal malam ini juga. "Itu ..." Wajahmu memerah muda hangat. "Mereka ...." Oh Tuhan, jantungmu. Perlahan kedua tanganmu memilih menutup wajah yang menahan malu. "Mereka ingin sesuatu yang lucu," katamu pada akhirnya.
"Apa?" Wajahnya jelas saja kebingungan.
Jari yang menutupi mata digeser sedikit ketika ingin melihat reaksi Saburo yang masih tidak paham.
"Orangtuaku dan ayahmu, mereka ingin cucu dari kita." Selanjutnya pun kamu menjerit malu dalam hati. Masih menutupi wajah dan belum sanggup untuk membukanya.
Saburo merasa hatinya begitu tergelitik karena ucapanmu membuatnya malu setengah mati. Ia menepuk kepala sendiri. Menghela nafas dengan panjang. Sama malunya denganmu, ia tidak kalah memerah.
"Cih, dasar orangtua," umpatnya.
Kau membuka suara dengan pelan, "K-kita bisa pikirkan itu nanti―"
"Tidak. Kita begadang saja malam ini."
▅▅▅▅▅
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top