Prolog
Dua butir peluru yang melesat secara berurutan itu menembus kaca bening tipis pembatas etalase, menimbulkan suara nyaring yang cukup membuat gaduh seisi kota dari sudut ke sudut. Orang-orang di dalam toko dibuat kalang kabut. Beberapa sudah berlarian panik ke luar meninggalkan sisa makan malam dan pecahan piring yang tercecer akibat tertabrak. Pemilik toko buru-buru mengungsikan barang berharga, seolah tidak peduli nyawa. Serangan mendadak yang tidak diduga-duga membuat suasana malam itu berkali lipat lebih mencekam dari biasa. Vyascheslav memincingkan mata, belum selesai meniup asap yang mengepul keluar dari moncong pistolnya.
Satu. Tiga. Tujuh, sepuluh— seseorang yang diharapkan muncul tidak ada di antara kesepuluh orang target yang berlarian keluar.
"Tidak ada! Tidak ada Heimisdóttir di dalam!" Vyascheslav memekik, dengan intonasi secukupnya, menginformasikan secepatnya kepada rekan melalui sambungan walky talky. Tidak ada jawaban. Vyacheslav berdesis kepanikan. Gusar memilih langkah apa yang seharusnya diambil seorang diri di saat-saat terhimpit semacam ini. Kemudian menyalahkan diri sendiri karena tidak memaksa Castellano menemaninya menjalani misi.
"Keparat!"
Kedongkolannya disusul tembakan balasan yang bertubi-tubi datang dari balik kaca gedung, mengarah tepat ke arah sang pemuda yang bersembunyi di balik dinding seberang. Vyacheslav mengeratkan topi sebelum melangkahkan kaki seribu menembus rintik hujan yang hampir mereda. Genangan air yang terinjak membuat sepatu kulitnya dikotori lumpur. Sama sekali tidak sempat memikirkannya, sampai—
"Sudah selesai dengan tugasmu?"
Castellano berdiri di hadapannya.
Pandangan mereka saling beradu sengit. Vyacheslav ingin sekali memaki 'rekan' sejawatnya ini. Penampilannya sama sekali masih rapi, tidak sama sepertinya yang persis gelandangan melarat dengan penampilan kacau di sana sini. Apanya yang kerjasama. Castellano jelas bersantai menunggu hasil jadi di dalam kafe sembari menikmati pesanan teh jadi-jadiannya!
"Bajingan! Aku memintamu membantu, bukannya menyuruhmu duduk sambil menikmati teh bodohmu itu!" Vyacheslav memaki. Ujung lengannya tersrempet peluru, darah yang mengalir cukup banyak untuk menimbulkan rasa nyeri. Castellano yang sama sekali tidak merasa bersalah, balas menghardik.
"MORON!" tunjuknya tiba-tiba, "Sudah kubilang berkali-kali tidak ada Heimisdóttir di dalam, dan kau bersikeras!" matanya memandang menghina, kedua alis tebalnya tertaut kesal seperti ulat bulu menggeliat. Lihatlah rambut jabrik yang sama sekali tidak terurus itu. Si kurang ajar ini memang santai sekali, bahkan langsung berterbang ke Dublin dari London tanpa mandi dahulu. Apa dikata penerbangannya memang hanya memakan waktu satu jam. Tapi seharusnya dia mengingat agenda keberangkatannya ke beda negara sebelum hari yang dijadwalkan tiba. (Atau bisa jadi, Vyacheslav menarik kesimpulan, dia yang terlalu tolol sehingga semudah itu lupa.)
"Don Carlo mengatakan target kita adalah seorang Islandia bernama Heimisdóttir di antara sekelompok orang berpenampilan misterius membawa koper— AHA! KOPER!" Vyacheslav membawa pembelaan, memperkuat opini. "Kau tidak lihat koper yang dibawa oleh salah satu dari mereka itu!? Jelas-jelas dia Heimisdóttir!"
Castellano memutar bola matanya. "Tapi kau melupakan satu hal penting lainnya. Bahwa Heimisdóttir adalah MARGA PEREMPUAN."
Hening. Kali ini Vyacheslav tidak berkomentar, seolah otaknya mandat mencari cacian balasan. Lalu keduanya saling terdiam bodoh begitu terus selama kurang lebih 35 detik.
( Demi Merlin, dia tidak sempat memastikan apakah seseorang yang membawa koper itu memang perempuan. )
"Ah, sudahlah! Lagipula dia memakai jubah panjang dan topi begitu, mana bisa aku tahu—" Vyacheslav dapat melihat gurat kemarahan di sudut dahi Castellano, sudah mengepal tangan siap menghajarnya. "Ka-kau juga salah karena tidak mengatakan apapun. Memangnya kau mau bertanggung jawab soal lenganku, hah!"
"Siapa yang memintamu menyerang mereka sendiri. Kau yang bertingkah sesukamu. Sembrono. Tolol." Kata-kata balasan Castellano memang tajam, satirnya keterlaluan. Vyacheslav sudah tahu soal mulut kurang ajarnya yang kadang suka berucap sembarangan. Kesal. Tapi Vyacheslav yang tidak mau mencari drama baru hanya melempar wajah masam Castellano dengan pistol kosongnya keras-keras kemudian.
"You—"
"Bergerak sekarang, freaking fart. Mereka mengejar!"
Langkah keduanya kemudian melesat bagaikan angin, walaupun diiringi gerutuan tidak jelas dari Castellano, yang mengumpati tingkah konyol bocah Slavia yang tidak terperi itu. Para babi tadi sungguhan mengejar mereka berbondong-bondong bersama polisi, rupanya salah seorang dari mereka sempat-sempatnya melaporkan tragedi penembakan ceroboh Vyacheslav barusan kepada pihak berwajib. Hujan yang awalnya terlihat mereda, mulai menunjukkan tanda-tanda akan turunnya badai susulan. Kedua tungkai jenjang mereka berlari setengah melompat.
Meninggalkan Dublin, hiruk pikuk, dan kekacauan yang sengaja dibuat-buat. Vyacheslav menanggalkan topi hitam bersama secarik kertas bertuliskan uraian nama.
.
.
.
La Cosa Nostra.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top