44. Rude


Siang ini aku sudah berada di restoran tidak jauh dari kantor. Aku janjian bertemu Debby disini saat makan siang. Aku menunggu Debby yang sebentar lagi akan sampai disini.

Lalu Debby pun muncul. Ia sudah duduk didepanku , kami memesan makanan. Lalu kami segera makan sebelum jam makan siang berakhir.

"Jadi gimana?" Tanyaku di sela-sela makan kami.

"Sebenarnya Melda udah seminggu ini sering datang ke kantor. Awalnya sih , bos enggak mau terima. Tapi si Melda maksa terus. Akhirnya si bos nerima dia. Gue enggak tahu apa yang dibicarakan dan dilakukan mereka diruangan si bos. Pokoknya rutin seminggu ini , Melda datang terus." Debby menjelaskan.

"Kenapa Mario bisa dekat sama Melda?" Aku.

"Dia itu mantannya Mario. Gue juga baru tahu dari Pak Nanang , security kita."

"Hah?!" Aku kaget. Kenapa dunia ini kecil sekali?

Kenapa kehidupanku harus berkaitan dengan yang namanya Melda?
Aku membencinya , benci dia dan ibunya.
Ibunya merebut ayahku dari Ibuku dan aku.
Sekarang anaknya pun ingin merebut milikku?
Ya Tuhan, apalagi ini?

"Gue harus gimana Deb?"  Aku sudah tidak bernafsu lagi memakan makanan didepanku.

"Mika , sorry yah. Seharusnya gue enggak cerita soal ini , Lo lagi hamil. Enggak baik buat ibu hamil." Debby menggenggam tanganku.

"Enggak di ceritakan , gue juga lihat sendiri kemarin mereka ke bioskop berdua. Gandengan. Gue telpon dia , dia bilang ada di kantor lagi sibuk. Padahal sibuk selingkuh." Aku ingin menangis tapi air mataku tidak keluar.

Debby diam saja. Mungkin ia serba salah melihatku.

"Lebih baik Lo berdua omongin secara terbuka deh. Lo tanya dan biarkan si Mario menjelaskan. Jangan langsung ambil keputusan yang bakal bikin kalian menyesal nantinya." Debby.

" Okay Deb. Gue akan coba. Ya udah , thank you buat hari ini. Lo balik ke kantor deh. Bentar lagi selesai jam makan siang." Aku.

"Mika, gue harap Lo kuat ya. Yang sabar. Maafin gue ya.?"

"Santai aja Deb, Lo enggak harus minta maaf sama gue. Ini bukan salah Lo kok." Aku memaksakan tersenyum padanya.

"Bentar gue mau bayar dulu"

"Enggak usah. Kan gue bini bos Lo, gue yang traktir lah. Gue mau habisin uang  suami gue. Hukuman buat seorang pengkhianat." Aku tersenyum jahil.

"Dasar Lo! Thank you ya. Gue balik dulu."
Debby melenggang pergi dan meninggalkan aku sendiri disini yang masih berkecamuk dengan segala pemikiran yang kubuat sendiri.

Aku segera pulang ke rumah setelah ku pesan taxi online. Hari ini, Mario tidak tahu aku pergi keluar. Akupun tidak ijin padanya. Hilang sudah rasa hormat ku padanya.

Sesampainya dirumah, aku segera menuju kamar.

"Non, darimana? Bu Jum khawatir dari tadi ditelpon enggak diangkat-angkat," Bu Jum

"Maaf Bu Jum, ponsel saya tadi di silent. Jadi enggak ada suaranya," aku langsung naik ke atas setelah menjawab pertanyaan Bu Jum.

*
*
*

Pukul 22.04 pm.
Mario baru sampai dirumah. Aku sudah makan malam tadi sendirian.
Dari mana ia, sampai semalam ini? Proyek dari Regan sudah ada pengawas baru, jadi sekarang Mario tidak wajib datang ke lapangan.

Mario masuk ke kamar.

"Tadi siang kamu dari mana? Bu Jum sampai menelpon aku," tanyanya.

"Kamu kenapa baru pulang?" Aku balik bertanya.

"Jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan!" Mario sudah mulai meninggikan nada suaranya.

"Coba jelaskan dulu, kesibukan apa yang sampai menyita waktu kamu? Sampai pulang malam begini? Proyek apa yang kamu kerjakan? " Aku berdiri menghampirinya sambil bersedekap.

"Kamu kenapa? Jadi curigaan gini?"

"Jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan," Aku membalikkan ucapannya yang tadi.

"Kamu kenapa sih?!  Dari kemarin sikap kamu menyebalkan," Mario.

"Jadi aku menyebalkan? Makanya kamu pergi sampai larut begini?"

"Kamu jangan pancing emosi aku ya Mikayla!" Mario mendekat dan memegang bahuku dengan kedua tangannya, agak kencang.

Aku tepiskan tangannya dengan kasar.
Mario terlihat kesal, ia menarik dasinya yang masih terpasang dengan kasar.

"Sudah cukup!" Mario mendorongku ke ranjang dengan kasar.
Aku langsung terhempas begitu saja. Saat aku ingin bangun kembali, Mario berada diatasku. Kini ia menindih tubuhku.

Ia melepaskan seluruh pakaiannya hingga tersisa celananya saja. Lalu ia merobek paksa piyama tidurku. Aku kaget sekaligus takut dengan sikapnya.

Ia langsung melahap bibirku dengan rakus dan kasar. Bibirku sakit, terbentur dengan bibirnya yang secara kasar terus memagutku.
Aku pukul punggungnya, namun tidak ia lepaskan. Tanganku malah ditarik keatas kepalaku dan ia cengkram dengan kuat. Pahaku sudah ia lebarkan dengan kedua lututnya. Tangan satunya menurunkan celana dalamku.

Ia menggigit dadaku kencang. Aku merintih merasakan sakit.
Ia semakin menggila saja, tidak berhenti.
Lalu ia melepas cengkramannya dan ia menurunkan celananya.

Saat ia akan memasuki ku, aku mendorong tubuhnya, namun nihil. Kembali, ia mencengkram tanganku.

Lalu tanpa menunggu lagi, ia memasukiku dengan kasar. 

Ia mendesah sambil mendongakkan kepalanya.

Aku jijik melihatnya. Aku benci dia.

Ia memompaku dengan kasar. Aku merasakan sakit di bagian intiku. Aku lepaskan paksa tanganku yang ia cengkram tadi , lalu ku tampar wajahnya.
Ia berhenti sejenak dan tiba-tiba ia menyeringai.
Menakutkan.
Lalu ia memompaku kembali semakin kasar.
Aku hanya memejamkan mataku, aku tidak mau melihat wajahnya. Aku jijik melihatnya.

Lalu ia lepaskan juniornya dari intiku, tubuhku di balik sehingga sekarang posisiku tengkurap. Ia memasukiku kembali dengan sangat kasar.
Aku menangis tanpa suara.
Aku merasakan sakit yang luar biasa di intiku. Aku cengkram seprai dengan kuat.
Aku merasa seperti seorang pelacur.
Bukan lagi seperti istri yang disayangi suaminya.

Mario tidak memedulikan keadaan ku. Ia terus saja memompaku dengan kasar. Lalu ia menarik rambutku , aku mendongak menahan sakit di kepalaku. Aku merintih kesakitan. Punggungku digigit kembali olehnya.
Sakit.
Hati dan fisikku sakit semua.

Mario mencapai pelepasannya. Ia mendesah kan namaku.
Aku benci mendengarnya, menyebut namaku saat sedang mendesah. Aku masih menangis tanpa suara.

Ia belum melepaskan penyatuannya.

"Kenapa ini lebih menggairahkan?" Ia berbisik dari belakang telingaku, sepertinya ia menyeringai. Aku hanya memejamkan mataku. Ia menyibakkan rambut panjangku yang berantakan.

"Kamu suka juga kan?"  Lanjutnya seraya menjilati punggungku.

Aku hanya diam. Dan tidak bergerak sedikitpun.

Mario memompaku lagi tanpa memedulikan ku. Kali ini tidak kasar. Hanya saja, bagian intiku sudah sakit sejak diawal ia menggagahi ku dengan kasar tadi.

Aku semakin membencinya.
Perutku sakit sekali.

Setelah Mario mendapatkan pelepasannya yang kesekian, ia melepaskan penyatuannya. Dan bergegas ia ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Ia meninggalkanku tanpa menyelimutiku seperti biasanya. Seperti aku hanya wanita pemuas nafsunya saja.

Aku bangun dan mengambil piyama baru di lemari. Aku bergegas ke kamar mandi yang berada di kamar tamu, sebelah kamarku.

Setelah membersihkan diri,  aku turun ke bawah ingin mengambil minum. Namun entah kenapa , tiba-tiba kaki ku seperti tersandung, aku berusaha menahan tubuhku agar tidak jatuh. Namun naas, tanganku tidak dapat meraih pagar tangga. Aku terjatuh , terguling. Aku merasakan bumi ini berputar, penglihatan ku acak. Kepalaku sepertinya terbentur. Kurasakan di pelipis ku sakit sekali.
Aku teringat, perutku. Ya Tuhan tolong aku.
Minimal selamatkan anakku.

Doa itulah yang terakhir ku ingat sebelum akhirnya aku tak sadarkan diri.

❤️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top