43. Bohong


U

sia kandunganku sekarang sudah memasuki bulan ke lima. Mario sudah tidak lagi mengalami morning sickness lagi. Aku senang melihatnya. Nafsu makan Mario juga sudah normal , namun ia tetap menyukai jus strawberry sepertiku dulu.
Hari ini aku sudah ijin pada Mario , ingin berkunjung ke rumah Ibu.
Sudah dua Minggu ini , aku belum berkunjung lagi ke rumah ibu. Biasanya rutin seminggu sekali kami berkunjung.
Kemarin kami sudah berkunjung ke rumah Mami Mario.

"Mario kenapa enggak ikut kesini?" Tanya Ibu.
Sekarang ini aku sudah dirumah Ibu.

"Masih sibuk Bu. Proyeknya belum selesai , tapi sebentar lagi juga beres kok. Semoga aja enggak ada masalah." Aku.

Aku kerumah Ibu dijemput Pak Yanto , supir Ibuku. Sekarang aku diwajibkan memakai supir atau Mario yang mengantarku jika memang ia senggang. Berhubung perutku sudah mulai terlihat buncit , walau belum besar , namun Mario sangat khawatir.

Aku pergi ke kedai Ibu , membantu sedikit pekerjaan disana. Kebetulan hari ini ada pesanan nasi untuk disumbangkan. Ternyata orang yang dulu selalu memesan makanan untuk disumbangkan , masih setia pesan disini.

Selesai membantu Ibu di kedai , aku merasa bosan. Ku putuskan mampir ke Mall. Pak Yanto masih setia mengantarku. Aku pamit pada Ibu.

Setelah sampai di Mall , aku berjalan-jalan dan kuputuskan ke toko buku. Aku memilah buku yang ingin kubeli. Setelah ku jatuhkan pilihan , aku segera ke kasir untuk membayarnya.

Kuputuskan ke bioskop. Segera aku membeli tiket nonton dan popcorn caramel kesukaanku.
Saat sedang duduk di lounge seraya menikmati minuman cokelat panas ku , ku lihat siluet tubuh seseorang yang sangat kukenal. Pria tersebut membelakangi ku. Ia sedang berdiri , kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya.

Aku masih memperhatikannya , seraya meminum cokelat hangat ku. Tak lama , seorang wanita muncul dengan senyum yang sangat merekah. Ia membawa dua tiket nonton , lalu bergelayut manja di lengan kekar pria tersebut. Mereka berjalan beriringan , pria tersebut berbalik , lengannya masih di peluk oleh wanita itu.
Aku tersentak. Tiba-tiba hatiku seperti patah. Mereka tidak dapat melihatku , karena aku di terhalang oleh list jendela dari kayu. Aku segera memundurkan tubuhku agar tidak terlihat.

Kulihat lagi , mereka masih berjalan dan mendekat ke counter popcorn.
Aku masih tak percaya. Segera ku keluarkan ponselku dan mencari kontak pria tersebut.
Tersambung.

Angkat.
Angkat.
Please.

Pria tersebut kulihat mengeluarkan ponselnya yang berada disaku celananya. Ia berbicara sebentar pada wanita tersebut lalu pergi keluar dari bioskop.

"Iya sayang?" Jawabnya diseberang sana.

"Kamu dimana?" Aku. Please , jawab jujur.

"Masih di kantor. Kenapa?"

Deg!

"Emm , kamu sibuk?"

"Lumayan. Kamu masih di rumah Ibu?" Tanyanya.

"Em , iya. Baru beres bantu Ibu di kedai."

"Jangan terlalu lelah ya sayang , jangan lupa makan."

"Iya , kamu juga ya." Aku.

"Ya sudah , aku tutup dulu ya. Masih mau menyelesaikan beberapa dokumen."

"Baiklah. Love you"

"Love you more , sweety."

Sambungan terputus. Ku lihat ia masuk kembali ke bioskop dan menghampiri wanita tersebut.
Ya Tuhan , semoga tidak terjadi seperti yang aku pikirkan.

Mario ada apa?

Aku segera menelpon ke kantor. Debby yang mengangkatnya.

"Deb , Mario di kantor?"

"Eh , itu si bos lagi ketemu temannya." Debby gugup.

"Yakin?"

"I _ iya."

"Enggak ada yang Lo sembunyikan?"

"Emm , Duh! Mika , please , jangan ngamuk dulu ya. Gue enggak bisa ngomong ditelpon. Besok aja ya kita ketemuan?"

"Okay , gue harap Lo enggak berpihak. Gue tunggu besok." Aku langsung menutup telpon.

Aku hanya menatap gelas minumanku. Keinginan untuk menonton pupus sudah. Aku sudah tidak tertarik untuk menikmati hari ini. Aku segera keluar dari bioskop ini dan menuju ke lobby Mall. Aku sudah menelpon Pak Yanto untuk menjemput ku segera.

Didalam mobil aku diam saja , ku pejamkan mata sambil menyenderkan tubuh ku ke jok.

Sesampainya di rumah , aku segera ke kamar dan membersihkan diri. Kurebahkan diriku di ranjang setelah ku pakai baju. Ku tatap langit-langit kamar dengan pikiran yang berkecamuk tidak keruan.

Seharusnya tadi di bioskop ku hampiri mereka saja ya?
Tapi , aku tidak mau mempermalukan diriku ditempat umum. Takutnya emosiku naik dan ku cakar-cakar wajahnya.
Aku kenal wanita itu. Dia adalah Melda , anak ayahku dari wanita perebut itu. Bisa dibilang ia adalah adik tiriku.

Bagaimana Mario dan Melda bisa kenal?
Apa mereka menjalin  hubungan saat mereka berkenalan di pesta pernikahan ku?
Ya Tuhan , aku sudah tidak bisa berpikir jernih.
Tuhan tolong aku.
Kuatkan aku.

Pukul 19.06 pm , Mario pulang ke rumah. Aku masih setia berselonjor di ranjang seraya membaca buku perihal kehamilan dan perawatan bayi baru lahir.

Pintu kamar terbuka , ia masuk.

"Halo love" sapanya seraya mencium keningku dengan lembut.

Aku hanya menoleh sekilas , hatiku masih sakit menerima kenyataan bahwa ia membohongiku.

"Kok diam saja? Ada apa?" Tanyanya seraya membuka pakaian kerjanya dan ia bergegas mengambil handuk.

"Capek" jawabanku.

"Okay , nanti aku pijat ya. Aku mandi dulu." Ia memasuki kamar mandi.

Begitu mudahnya ia berbohong padaku. Tanpa ada beban. Di rumah , seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Dengan entengnya mencium keningku , seakan ia tidak melakukan kesalahan.

Hatiku tiba-tiba bergemuruh.
Kesal.
Benci.
Sedih.
Ingin menangis.

Mario sudah selesai mandi , ia berpakaian. Lalu menaiki ranjang dan mendekat padaku.

"Sini aku pijat. Yang mana yang sakit?" Tanyanya.

Hatiku.

Ya , semenjak usia kandunganku lima bulan , aku lebih cepat berasa lelah dan pegal-pegal. Terutama di bagian pinggang dan perut.
Mario rajin memijat punggungku dan saat malam ia juga selalu mengusap-usap lembut perutku yaqng membuncit ini. Gerakan dari calon anakku ini sudah mulai aktif. Alhasil , aku juga jadi cepat berasa lelah. Bahkan terkadang keram di perutku.
Gerakan calon anakku sangat aktif. Senang sih , merasakan ada makhluk imut yang hidup didalam perutku.
Anugerah terindah dari Tuhan.

"Hei , kok diam sih?" Mario.

"Emm , ini kakiku pegal. Tapi enggak usah dipijat , nanti juga hilang rasa pegalnya." Aku melanjutkan membaca tanpa melihatnya.

"Ada apa , hmm?" Tanyanya sambil memijat kakiku.

Aku yakin , Mario merasa ada yang salah denganku. Entahlah , dia sangat paham dengan diriku.

Aku menoleh dan menatapnya agak lama. Diam.

"Enggak apa-apa. Lagi enggak mood aja tiba-tiba." Kembali ku baca buku.

Tak lama kemudian , pintu kamar diketuk oleh Bu Jum. Ia mengatakan , bahwa makan malam sudah siap.

"Ayo , makan malam dulu." Ajak Mario.

Aku menggeleng.

"Ayo makan dulu , kamu belum makan dari siang"

"Tahu dari mana?" Tanyaku.

"Bu Jum tadi memberitahu ku."

"Aku enggak lapar dan enggak nafsu makan."

"Ayo. Jangan keras kepala gitu. Makanannya kan bukan buat kamu saja. Tapi anak kita juga ikut makan." Mario berusaha membujukku.

"Aku bilang enggak mau , ya artinya enggak mau!" Aku setengah berteriak.

Mario diam sebentar , mungkin ia kaget dengan perilaku ku malam ini. Selama bersamanya , aku tidak pernah menaikkan nada suaraku bahkan membentak.

"Okay. Aku enggak akan maksa. Tapi kalau nanti lapar , segera makan ya?"

Aku diam saja. Tidak berniat untuk menjawabnya.

Mario pergi meninggalkan ku di kamar , ia makan malam sendirian. Biarkan saja , toh ada Bu Jum yang mengurusnya.

Malamnya , kami tidur seperti biasa. Mario memelukku dari belakang sembari mengusap-usap lembut perutku.
Sebenarnya aku merasa nyaman dengan usapannya. Hanya saja rasa kesal di hatiku masih belum reda. Ini membuatku gusar. Aku tidak bisa tidur.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top