4. Eh!!? Hah??!
Ada di aplikasi DREAME.
Search : HUTANG BUDI BAYAR BODY (NEW)
💙
💙
💙
Apaan ini maksudnya?
Aku menoleh ke Pak Dani lalu berpindah menatap si Bos lalu ke Pak Dani lagi.
Apaan ini maksudnya?
Aku menoleh ke Pak Dani lalu berpindah menatap si Bos lalu ke Pak Dani lagi.
Si bos merhatiin aku. Lalu Pak Dani pergi dan keluar.
"Eh, Pak Dani.." panggilku tapi sudah telat. Pak Dani sudah keluar resto dan aku baru tersadar.
"Itu Pak Dani asisten pribadi saya. Kamu juga sudah kenal, kan sama dia?" Si bos ngomong.
Aku masih termangu.
"Jadi ... bos ... yang selama ini ... biayain saya?" Aku bicara dengan terbata, masih belum konek otakku.
"Jangan bengong gitu, muka kamu jadinya lucu." Si bos belum menjawab.
"Bos!" Aku sedikit meninggikan suaraku. Minta penjelasan padanya. Aku masih belum paham.
"Iya, saya yang selama ini kasih kamu beasiswa pribadi," jelasnya.
"Tadi di kantor kenapa enggak bilang Bapak mau ke sini temuin saya?" tanyaku masih belum paham.
"Tadi kan kamu saya ajak pulang bareng, tapi kamu langsung pergi."
"____"
"Hmm, gini deh. Sebenarnya maksud saya mau bertemu kamu hari ini, ada yang mau saya sampaikan," jelas si bos akhirnya.
"Sebentar Pak...." Aku menghela ucapannya, panggilanku berubah jadi formal.
"Sejak kapan Bapak... Eh bukan itu pertanyaannya. Ahh, saya bingung." Aku mengacak rambutku masih bingung mau bertanya.
"Bukannya rumah Bapak jauh dari rumah saya? Maksud saya ... kenapa bisa biayain saya sejak saya kelas 2 SMP?" tanyaku penasaran.
"Rumah orang tua saya, kan dekat dengan daerah tempat tinggalmu," jelasnya.
"Terus kenapa bisa dan mau biayain sekolah saya?"
"Saya kan pernah makan di warung ibumu. Waktu kamu masih SMP. Pasti kamu enggak ingat."
Iya, aku enggak ingat dan mungkin enggak tahu!
"Saya lihat kamu rajin membantu ibumu sebelum berangkat sekolah, berprestasi juga waktu ibumu bercerita. Ditambah kamu juga cantik dan enggak malu dengan keadaan ibumu yang kekurangan. Saya suka itu. Ya, saya putuskan untuk membiayai sekolahmu," jelasnya singkat dan padat.
"Maaf Pak, kenapa Bapak memilih diam saat saya bekerja di kantor Bapak?"
"Ya, waktunya saya rasa belum tepat."
"Jadi sekarang waktu yang tepat?" Aku.
"Iya"
"Saya merasa bodoh, selama ini mengenal Bapak sebagai bos saya. Yang ternyata Bapak sudah lama kenal saya dan bahkan membiayai pendidikan saya. Ck..ck.. Saya berasa di kadalin."
"Karena menurut Bapak sekarang adalah waktu yang tepat..." Aku menjeda kalimatku.
"Lalu apa yang mau Bapak sampaikan pada saya?" lanjut ku.
"Hmm, saya mau menikahi kamu."
What!??
Hell NO!!!
Aku melotot. Diam.
Kedua tanganku kulipat di dadaku, pasang badan, ku hidupkan tombol mode galak.
"Saya menolak!" tegasku dan kutatap manik cokelatnya tajam.
"Kamu tahu kan, saya enggak suka penolakan?" tanyanya dengan mode bos killer sambil tersenyum miring.
"Saya enggak suka pemaksaan!"
"Saya meminta dan BUKAN memaksa."
"Kalimat Bapak itu seperti sebuah perintah."
"Kalau begitu, turuti perintah saya."
"Saya enggak bisa."
"Kamu tidak sedang dalam keadaan menolak. Kamu tahu? Berapa banyak biaya yang saya keluarkan untuk pendidikan kamu selama ini?"
"Ooooh, jadi Bapak mengungkitnya?"
"Tidak. Saya mengingatkan, siapa tahu kamu lupa."
"Saya TIDAK PERNAH lupa."
"Bagus!"
"Saya tetap pada jawaban awal saya."
"Kamu harus membayar semua biaya yang sudah saya keluarkan buat kamu selama ini."
"Potong saja gaji saya tiap bulan."
"Saya tidak mau uang, uang saya masih banyak."
"Dan saya tidak memiliki barang berharga lainnya selain uang."
"Kamu bisa membayarnya dengan tubuhmu."
"APA?????!" Aku berdiri setengah berteriak sambil menggebrak meja. Di restoran, semua mata pengunjung menoleh ke arahku.
Si bos masih dengan senyum manisnya dengan tenang. Yang menurut penglihatan ku, itu senyum paling menjijikkan dari wajahnya selama aku mengenalnya.
"Duduklah," titahnya.
Aku kesal, masih melotot. Aku duduk kembali dengan kasar dan sudah tidak memikirkan etika pada si bos tukang ngungkit di depan ku ini. Ini bukan jam kerja, jadi tidak ada hubungan pekerjaan antara aku dan si bos mesum itu.
Ah, iya. Sekarang kelihatan wajah aslinya. Dia si bos mesum.
"Saya enggak sudi!" Aku melengos, kubuang wajahku tanpa menoleh ke arahnya. Aku benci dia sekarang.
"Pernikahan akan dilangsungkan dalam 3 bulan ke depan. Saya sudah mengaturnya."
"Saya bakal kabur."
"Mata-mata saya banyak di sekeliling rumahmu Mika. Kamu enggak bisa kabur dari saya."
"Akan saya cari cara saat anak buah Bapak lengah."
"Kamu kabur.... Saya bisa pastikan keadaan ibumu tidak akan baik-baik saja."
"Bapak ngancem?" Aku melotot lagi.
"Bukan. Tapi menekankan agar kamu menurut sama saya."
Aku diam.
"Saya udah enggak perawan!"
Dia diam. AHA!!! Berhasil kan.
Dia pasti enggak mau sama bekas orang.
Aku tersenyum.
"Bagus. Berarti kamu berpengalaman. Tidak perlu saya ajari lagi soal ranjang"
WHAT??!
NO!!!
"Saya 'main' enggak cuma sama pacar saya aja, teman-teman di sekolah dulu saya sering ajak 'main'. Jadi kata lainnya adalah ... saya ini pelacur Pak!" Aku menegaskan kembali.
"Saya suka. Kamu liar ternyata. Bisa merealisasikan fantasi liar saya nantinya."
"Bapak enggak takut kena penyakit kelamin dari saya?"
"Saya punya uang, akan saya periksa dulu 'barang berharga' saya sebelum saya pakai kamu."
"GILA!!"
Dia hanya tersenyum
"Hmm, kamu suka gaya apa saat di ranjang?" Dia memajukan wajahnya ke arahku dan bertanya dengan berbisik.
"Aah, jijik saya dengarnya!" jawabku seraya menjauhkan tubuh ku bersandar di kursi.
Dia tertawa senang dan lepas. Seperti habis mendapatkan sebuah kemenangan.
"Ayo pulang. Saya antar kamu." Dia bangun masih dengan segurat wajah senyum yang tertinggal bekas tadi tertawa.
"Saya mau pesan taxi online saja. Saya enggak Sudi pulang bareng pria otak mesum"
"Bukannya kamu bilang , kamu pelacur? Harusnya menikmati momen kemesuman saya dong. Supaya bisa membangkitkan gairah saya" dia tersenyum lagi
Aku berdiri , tidak menanggapi omongannya. Langsung keluar dari restoran. Berjalan sambil kaki kuhentakkan kasar. Menunjukkan aku sedang kesal.
Dia sudah berada di sampingku saja. Dia ambil tas ransel kerjaku. Aku biarkan. Biar saja dia yang bawa.
Kami menghampiri mobil Mercy putihnya. Dia membukakan pintu untukku. Ini pertama kalinya. Romantis juga dia.
Tapi pikiranku hilang seketika , saat...
"Silakan masuk wanita liarku" dia tersenyum miring
Aku melotot lagi kearahnya. Mendengus kesal. Dia tertawa. Sepertinya bahagia sekali dia mengataiku.
Tak lama dia sudah duduk dibangku pengemudi. Pak Dani tidak ada. Dia menyetir sendiri. Tumben.
"Dress dan mobil saya saja hari ini sewarna denganmu. Sama-sama putih. Berarti kita jodoh." Ucapnya sambil menyalakan mesin mobil.
Aku diam saja dan memasang seatbelt ku. Terserah dia mau ngomong apa , aku sudah eneg.
Aku hanya menatap ke depan, tidak ada kalimat percakapan. Hening.
"Kamu segera putuskan pacarmu itu. 3 bulan lagi kita akan menikah," titahnya
Aku langsung menoleh ke arahnya. Tidak terima.
"Saya tidak menerima penawaran menikah dari Bapak," tegasku
"Lalu kamu mau menikah dengan pacarmu yang pengangguran itu?"
Hah? Kok dia bisa tahu?
"Dia orang berada, makan kami enggak akan kesulitan nantinya" Ha..ha.. itu kalimat Azka kemarin yang aku benci, sekarang aku gunakan sebagai senjataku.
"Tumben kamu enggak logis."
"Saya cinta sama dia. Enggak butuh logika"
"Kamu tetap akan menikah sama saya!"
"Saya enggak cinta sama Bapak!" tegasku
Ckiiiittt!!!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top