10. Tagihan Utang Lainnya
Tok
Tok
"Ratu, bangun! Ada orang di luar!" panggil Bu Rona dari balik pintu.
Ratu yang terlelap, dengan sangat terpaksa membuka matanya. Dengan mata menyipit, ia melihat jam di dinding sudah pukul sepuluh malam. Amel juga juga sudah terlelap di sampingnya.
Tok
Tok
"Ratu!"
"Iya, Ma. Ada apa sih?" tanya Ratu ketika ia membuka pintu.
"Katanya Vanda."
"Gak kenal, Ma. Siapa?"
"Ish, katanya teman kamu, mau nagih uang parfum." Ratu menepuk keningnya, bagaiamana dia bisa melupakan cicilan parfum yang sudah jatuh tempo. Duh, mana gak punya duit.
"Iya, udah, Ma, suruh masuk aja."
"Emang sudah masuk, lagi duduk di depan. Tadiannya mau langsung ke kamar kamu, tapi Mama larang."
"Ish, baru telat dua puluh hari aja udah disamperin," gerutu Ratu sambil berjalan dengan malas ke ruang tamu.
"Hallo, Cin. Pa kabar?" sapa Ratu berpura-pura ramah.
"Gak sehat gue. Lu pindah kok ga bilang sih? Gue kan ke rumah lo," kata Vanda sambil mengeluarkan buku catatan kecil.
"Dadakan, air di rumah itu gak bagus. Udah gitu agak horor kalau malam, makanya pindah dadakan. Takut gue," terang Ratu beralasan.
"Ya, lu takut, gue lebih takut lu gak bayar, Ra. Tiga ratus lima puluh cicilan parfum ditambah cicilan tup****re tiga ratus jadi enam ratus lima puluh. Gue beneran lagi perlu , Ra. Lo adakan?" terang Vanda dengan wajah memelas.
"Gak ada, Van. Sorry ta, motor laki gue baru dibegal, untung laki gue gak papa. Cuma ya, kena ganti motor duit gue buat bayar cicilan."
"Oh, ya Allah. Kapan kejadiannya?" Vanda mendadak iba.
"Dua hari lalu, hari jumat. Luka sih, kaki dan tangannya, dompet juga diambil. Padahal duit untuk nambahin bayar cicilan ke lo," terang Ratu lagi beralasan.
"Jadi, lo kapan bisa bayarnya?"
"Gajian bulan depan deh ya,"
"Yah, Ra. Sekarang masih tanggal empat, gajian masih satu bulan lagi dong," ucap Vanda kecewa.
"Habis gimana, Van? Lu minta sekarang gue juga gak ada."
"Ya udah, bulan depan gue datang lagi. Jangan gak bayar loh, ya."
"Iya ,Vanda. Lu tenang aja, lu tahukan di mana rumah ibu gue, tinggal lu samperin."
"Ya udah kalau gitu, gue pegang omongan lu."
"Eh, tapi kalau pertengahan bulan laki gur dapat bonus, gue bayar, gak perlu nunggu awal bulan."
"Alhamdulillah, gitu dong Ra."
"Tas lu baru?"
"Iya, he he he ... Suami gue yang beliin."
"Berapa tuh?"
"Sebelas juta."
"Woow ... "
"Dah, ya. Gua pamit."
"Bu Rona, saya pamit!" teriak Vanda pada mama Ratu.
"Iya, Neng. Hati-hati," jawab Bu Rona dari dalam kamarnya.
Ratu memandang Vanda dengan rasa iri, bagaiamana bisa, Vanda yang dulunya culun, sekarang berubah jadi cantik, dapat suami kaya pula. Ke mana pun selalu naik turun mobil, bahkan tipe mobilnya berganti-ganti, karena sang suami memiliki showroom mobil. Jika dibandingkan dengannya dulu, Vanda tidak ada apa-apanya. Selama delapan semester kuliah, Vanda bahkan tidak pernah memiliki pacar, beda dengannya yang begitu banyak mahasiswa mengantre ingin jadi pacarnya. Siapa sangka, sekarang keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat.
"Tutup pintunya, jangan lupa kunci! Jangan iri sama keadaan orang yang lebih baik, jika kamu kerjaannya menumpuk utang terus," sindir Bu Rona pada anaknya.
"Lah, Vanda mah suaminya kaya, Ma. Wajar dia gak perlu ngutang, malah ngutangin. Kalau Ratu? Ya jelas sengsara, orang suami aja begitu, kerjaannya lelet, gajinya kecil."
"Males Mama bicara sama kamu, yang ada tambah puyeng. Besok, Mama yakin bakalan ada orang yang datang lagi ke rumah ini," ucap Bu Rona sambil berlalu dari hadapan Ratu.
Ratu kembali memperhatikan mobil Ya**s keluaran terbaru milik Vanda, jujur dalam hatinya sangat iri. Vanda saja bisa dapat lelaki tajir, masa dia enggak? Ratu kembali bermonolog, sembelum akhirnya memutar anak kunci, mengunci pintu rumah, lalu mematikan lampu ruang depan.
****
Amran tengah menikmati secangkir kopi di teras rumah bersama bapak dan juga ibunya. Berbicara banyak hal tentang keluarga mereka, termasuk masalah utang yang melilit Amran beserta Ratu.
"Sebaiknya, Ratu kamu ajak ke sini saja, masa kalian jadi pisah rumah gini," tegur Pak Teguh, ayah Amran.
"Ratu yang gak mau ke sini, Pak," jawab Amran.
"Kenapa?"
"Gak papa. Dia bilang, ikut saya lagi saat sudah ketemu kontrakan."
"Ya sudah, kalau gitu cari yang dekat sini, yang murah per bulan."
"Ratu mana mau, Pak," sela Bu Cici.
"Jangan dekat sini deh, nanti pasti ada tetangga yang diutangi sama Ratu. Malu ibu."
"Iya, Bu. Kadang saya ingin ngontrak di bulan aja rasanya, biar Ratu gak bisa utang sama siapa-siapa."
"Ha ha ha ...." Bu Cici dan suaminya tertawa, mendengar ucapan anaknya.
"Sabar, doakan Ratu segera berubah," ucap Pak Teguh lagi menasehati.
"Dan bapak doakan saya rezekinya nambah, biar bisa bayar utang Ratu."
"Aamiin. Emang berapa sih, totalnya?"
"Yang Amran tahu, dua puluh dua juta."
"Hah? Ya Allah."
"Trus kamu bayarnya pake apa?"
"Gak tahu, Bu. Pusing saya," kata Amran sambil menenggak habis kopinya.
"Saya masuk dulu, Bu, Pak." Amran masuk ke dalam rumah, lalu mencuci tangannya sebelum ia naik ke atas tempat tidur.
Drrt
Drrt
Ponsel bergetar, tanda pesan masuk. Amran mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja kecil di dalam kamar masa mudanya.
Istriku
Pa, minta duit. Gak punya duit.
Kening Amran berkerut, bagaiamana bisa nomor istrinya yang ponselnya hilang, bisa mengirimkan pesan padanya.
Kamu pakai HP siapa?
HP Mama aku pinjam. Besok anterin duit satu juta Pa, untuk makan seminggu, sekalian buat ngasih Mama, mau sukuran seratus hari almarhum papa.
Oke
Drrt
Bu Melika
Udah tidur, Ran?
Seringai Amran melebar, hatinya berdebar sekaligus berbunga-bunga, saat membaca pesan masuk dari Bu Melika.
Lagi gak bisa tidur, Bu.
Kenapa?
Saling berbalas pesan pun berlanjut, Amran layaknya ABG yang sedang jatuh cinta saat menatap pesan dari Bu Melika. Hampir jam dua belas malam keduanya saling berkirim pesan, saling membicarakan hal apa saja seputar kantor dan juga keluarga. Pikiran Amran yang sebenarnya sedang kalut karena harus segera melunasi hutang Bu Lubis, menjadi terhibur dengan adanya Melika yang saat ini mencoba dekat dengannya.
****
Ratu memakaikan seragam sekolah Amel, setelah rapi, Ratu lalu menyuapinya sarapan mie goreng. Hari ini Ratu akan mengantar Amel sekolah dengan jadwal masuk pagi. Ratu lupa, dia harus membayar tiga ratus ribu uang arisan kelas yang baru dua pekan ini ia ikuti, dan ia sendiri juga sudah dapat pertama, sesuai pesanannya.
"Nenek, Amel berangkat ya," pamit Amel pada neneknya sambil mencium punggung tangan sang nenek.
"Iya, hati-hati ya. Uang saku yang Nenek kasih, jangan dihabiskan ya."
"Iya, Nek."
"Ma, saya mana? Mau ke sekolah gak ada ongkos. Lima puluh ribu aja gak papa, sekalian saya beli pulsa."
"Ongkos pulang pergi sekolah Amel cuma sepuluh ribu, Ratu, korupsinya banyak amat," omel Bu Rona, tetapi tetap ia mengulurkan uang lembaran sepuluh ribu sebanyak tiga lembar.
"Ada ini, kalau gak mau, ya udah ga usah berangkat."
"Ya udah, sini deh!" Ratu mengambil uang tiga puluh ribu dari tangan mamanya, lalu membawa Amel berjalan ke depan gang, untuk naik angkutan umum.
"Mana sih, si Amran, kita minta duit gak dikasih."
"Kenapa, Bu?"
"Ah, gak papa."
Lima belas menit kemudian, mereka pun sampai di sekolah Amel. Ratu membayar ongkos dengan uang pas, lima ribu rupiah.
"Mama Amel!" panggil Bu Danis, orangtua dari teman Amel di kelas.
"Ya, Bu. Ada apa?" tanya Ratu heran.
"Bayar arisan minggu lalu kelewat loh, Ma, tiga ratus ribu, pekan ini kocokan ketiga, tiga ratus ribu lagi, jadi totalnya enam ratus ribu."
"Hah? Ya Allah, saya lupa, Ma," seketika wajah Ratu memucat.
"Masa lupa sih, kan Mama Amel udah duluan dapat kocokan pertama. Masa untuk bayar selanjutnya lupa," sindir Bu Danis.
"Trus gimana ya?" Ratu nampak berpikir keras, alasan apa yang harus ia berikan kali ini.
"Ya saya ndak tahu, pokoknya harus bayar."
"Minta nomor rekening, Bu. Biar ditransfer suami saya," kata Ratu kemudian, disambut senyuman Bu Danis.
Sore yang panas bagi Bu Danis, karena menunggu hingga sore hari, tak ada pesan masuk dari nomor Mama Amel.
Ditunggu transferannya, Bu.
Mama Danis kembali mengetik pesan ke nomor Ratu.
Sabar ya, Bu. Saya pasti bayar kok, kalau ibu gak sabar, ya bayarin arisan saya pakai uang ibu, jadi saya tinggal ganti ke ibu saja. Gampangkan?
****
~Gampang kepalamu Ratuuuu .... ~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top