Bab 1 - 4
Satu – Aku Kembali
Lisena terkurung di sebuah menara tinggi. Begitu pintu terbuka, dia melihat banyak awan dari jarak dekat. Dia mendengar suara sirine yang berbunyi nyaring, lalu lonceng raksasa mulai berdering. Bibir Lisena mengukir senyuman samar, dia menghirup napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan.
Rasa sakit, kekecewaan, dendam, rasa putus asa atau amarah di dadanya lenyap. Lisena tidak memiliki emosi lagi. Lagipula, dia hanya sebuah karakter sampingan dalam buku. Dia tidak memiliki kekhawatiran atau pertanyaan karena kehidupannya yang tidak adil.
"Anak itu melarikan diri!"
"Pintunya dilelehkan. Dia mengamuk!"
"Cepat tangkap dia hidup-hidup, jangan biarkan dia melarikan diri!"
Lisena mendengar suara keributan samar-samar. Pendengarannya sangat tajam dan peka, dia naik ke atas pagar menara dengan kedua kaki telanjang. Pakaian compang-camping yang kekecilan itu berkibar.
Lalu Lisena melompat. Dia berteriak bahagia, tertawa seperti anak kecil yang melakukan permainan favoritnya.
Pasti nyaman sekali.
"Jika tubuhku mengantam tanah dari jarak setinggi ini, aku akan hancur. Setiap tulang-tulangku akan remuk, semua persendianku akan meledak. Darahku akan muncrat mewarnai tanah dengan merah yang cantik."
Sayang sekali, Lisena tidak bisa terluka saat ini. Jika dia hancur, dia tidak bisa melarikan diri. Jadi bayangan hitam di balik punggungnya terbuka lebar, melambai menjadi kepakan sayap raksasa.
"Bam-bam-bam-bam! Aku akan membunuh kalian semua!" suara gadis berumur 13 tahun sangat kekanakan. Dia mendarat di tengah kepungan. Melihat banyak pria yang memakai baju besi membentuk lingkaran besar, mulai mengintruksikan untuk menyerang.
Bayangan hitam itu memeluk Lisena erat, lalu menghempaskannya membalikkan setiap serangan musuh. Suara teriakan dan kesakitan orang-orang sama sekali tidak mempengaruhinya. Lisena hanya benci karena yang terluka bukan dirinya sendiri. Lisena melebarkan jangkauan bayangannya lebih jauh, mencekik banyak leher orang sekaligus lalu menghancurkannya.
Tinggi anak itu hanya sekitar 120 cm. Dia sangat pendek untuk ukuran gadis seusianya. Tubuhnya kurus hanya tulang berbalut kulit yang kusam. Kotor dan memiliki banyak jejak luka, bahkan beberapa potongan daging di tangannya menghilang.
Dia membunuh banyak orang tanpa berkedip. Masih tertawa seolah yang dia lakukan bukanlah apa-apa.
Lisena Karve. Dia adalah inkarnasi Dewi Kegelapan. Keberadaannya ditakuti juga dibenci.
Lisena di kehidupan pertama sangat berhati-hati dalam setiap perilakunya. Bahkan walau dia kuat, dia tidak pernah ingin menyakiti siapa-siapa. Dia ingin membuktikan pada semua orang, terlepas dari dia yang merupakan inkarnasi siapa, dia masih memiliki hati yang lembut dan penyayang.
Jangankan membunuh seseorang, Lisena bahkan tidak berani memotong seekor kelinci.
Tapi ... dia masih dibenci. Dia selalu dimusuhi. Mereka jelas sangat takut, tapi melihat Lisena tidak berani melakukan perlawanan apa pun setiap disakiti, mereka semakin bengis dan keji. Mereka tidak ragu menghakimi Lisena secara publik. Melemparinya dengan batu atau kayu.
Lisena bertanya-tanya, kesalahan apa yang sudah dia lakukan? Kenapa dia selalu dituduh menyakiti orang-orang? Dicap sebagai seorang tiran. Tapi di kehidupan ini, Lisena tidak akan menahan diri.
Hanya sebuah novel.
Dibuat oleh seseorang yang sedang bosan.
Masih novel yang tanpa akhir dan ditinggalkan penulisnya sendiri.
Lisena mengamuk, "Kalian hanya karakter buku. Mati juga tidak apa-apa. Paling, kita hanya akan mengulang lagi dan lagi."
Lisena tidak takut atau keberatan. Dia mulai menikmati rasa sakit dan kepedihan. Dia senang tubuhnya terluka, dia menantikan saat dia dihancurkan kembali oleh orang-orang. tatapan kebencian yang dulu membuatnya sedih menjadi yang paling dia nantikan. Cemoohan kasar dan hukuman bertubi-tubi menjadi sesuatu yang sangat Lisena harapkan.
Lisena tidak bisa merasakan apa-apa. Satu-satunya kenikmatan yang bisa dicapai tubuhnya masih saat diperlakukan seperti samsak tinju atau sampah.
Lisena tahu ada yang salah. Tapi dia tidak peduli.
Lisena tertawa, dia membunuh puluhan orang dalam beberapa detik.
Orang-orang mulai ketakutan. Bahkan para Ksatria yang terbiasa berada di medan perang mulai mundur dengan tubuh menggigil.
"Pa-Panggil Pendeta Agung! Iblis ini hanya bisa ditangani oleh Pendeta Agung!" pemimpin Ksatria mulai memberi perintah. Tubuhnya berkeringat dingin. Sejak tadi anak itu membunuh banyak orang semudah memetik kubis, sebaliknya serangan balasan mereka tidak bisa melukainya sama sekali.
"Ya!" Lisena setuju. Dia menyeringai, "panggil Pendeta Agung. Aku masih harus memotong lehernya."
Seseorang berhasil keluar dan meloloskan diri, namun saat puluhan Ksatria yang sudah tidak tahan ingin berbalik dan melarikan diri, bayangan hitam dengan cepat menangkap kakinya, lalu mencengkeram dan menyerap energi tubuhnya.
Pria itu berteriak kesakitan. Orang-orang dibuat membeku saat tubuh itu berubah menjadi seonggok tulang lalu hilang.
Lisena mengacungkan jempolnya, "Teriakan yang bagus." Lalu dia menjilat bibirnya, "aku ingin melakukannya lagi."
Orang-orang semakin panik. Beberapa menjadi gila dan langsung menyerang Lisena, hanya untuk ditampar oleh bayangan yang menguar dari tubuh Lisena sampai mati.
Lisena mendengar suara gemuruh. Dia tahu para Pendeta dan Pendeta Agung akhirnya datang. Jadi Lisena kali ini tidak menahan diri, dia langsung membunuh semua Ksatria yang ada dalam jangkauannya.
Para pria itu bahkan tidak menyadari apa yang terjadi sebelum akhirnya mati.
Para Pendeta akhirnya sampai, hanya untuk mendengar teriakan kesakitan dan histeris banyak orang sebelum akhirnya hilang. Mayat mereka bahkan berubah menjadi serpihan abu.
Anak ini ... lebih berbahaya dibanding yang mereka pikirkan.
Lisena akhirnya bertemu dengan seseorang yang paling dia tunggu, melihat sekelompok Pendeta yang berkumpul 20 meter di depannya dengan mata nostalgia.
Bibirnya mengukir senyuman kecil, "Kalian yang melakukannya."
Lisena teringat pada putra-putranya. Mereka sangat manis dan lucu. Walau mereka tidak pernah tahu siapa ayah kandung mereka, tidak ada satu pun yang pernah bertanya perihal figur 'Ayah' pada Lisena. Anak-anak itu belum genap 3 tahun, tapi mereka berhati-hati takut melukai perasaan dan hati ibu mereka.
Satu kali, Lisena pernah mendengar percakapan lucu anak-anak di belakangnya. Masing-masing bertanya siapa ayah mereka? apakah mereka punya ayah? Atau ibu mereka tiba-tiba hamil dan melahirkan? Dia adalah Perawan Suci.
Anak-anak itu tampak terpukau lalu setuju. Dengan lugunya, mereka berjanji akan segera tumbuh besar dan melindungi Ibu mereka. Tidak membiarkan siapa pun kembali datang untuk menyakiti Lisena.
Bahkan walau mereka punya ayah, karena ayah mereka sudah meninggalkan Lisena untuk tinggal di hutan sendirian, mereka tidak akan mengakui bajingan itu.
Lisena kira ... hatinya sudah mati. Tapi saat mengingat kematian anak-anaknya yang lucu, rasa sakit itu mencekiknya. Membuat dada Lisena sesak, air mata mengalir berjatuhan menyusuri pipi. Lisena menyukai rasa sakit fisik, itu memberi Lisena kenikmatan yang tidak terkira, euforia yang membuatnya melayang sesaat.
Tapi Lisena membenci rasa sakit yang berdenyut-denyut di dadanya sekarang. Dia bisa menerima penghinaan dan cemoohan, tapi kematian anak-anak ... dia membenci perasaan ini.
"Apa yang kau lakukan?! Benar-benar tercela!" Pendeta Agung terengah-engah. Dia menatap Lisena penuh kebencian. "beraninya kau membunuh banyak manusia! Kau adalah inkarnasi Dewi, tapi bukan hanya tidak mengembangkan hati yang welas asih, kau justru membunuh banyak orang tanpa berkedip!"
"Pendeta Agung, kita tidak bisa membiarkannya pergi. Kali ini jika kita berbelas kasih, anak itu hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah di masa depan."
Satu demi satu Pendeta mengungkapkan kebencian mereka pada Lisena. Tapi Lisena tidak merespons apa-apa, hanya menatap semua orang dengan sorot humor.
"Kalian yang melakukannya." Lisena mengingat wajah-wajah ini. Anak-anak Lisena sudah disembunyikan dengan baik. tapi orang-orang ini ... mereka memiliki darah dan rambut Lisena. Mereka bisa menemukan lokasi keberadaan anak-anak itu menggunakan benda-benda yang Lisena tinggalkan.
Lisena ingat saat para Pendeta menyerahkan 4 orang anak yang tingginya bahkan tidak mencapai lutut mereka pada orang-orang yang sedang mengamuk. putra-putranya menangis ketakutan, mengulurkan tangan mungil mereka meminta perlindungan.
Lisena menyerah. Bahkan ... walau orang-orang itu menginginkan nyawanya, dia akan memberikan sukarela.
Tapi anak-anaknya dibunuh.
Dibunuh di depan kedua matanya.
Lisena menyentuh perutnya. Dia tersenyum kosong.
Mungkin ... masih ada yang harus dia lakukan.
Entah berapa kali harus mengulang reinkarnasinya, Lisena kali ini akan menjaga anak-anaknya dengan baik. Dia tidak akan lagi berhati lembut.
Titik merah di pupil hitamnya semakin terang. Bayangan hitam yang keluar dari punggungnya semakin lebar.
"Aku akan membunuh kalian semua." Lisena bergumam pelan. "Aku akan membunuh kalian semua!"
***
Dua – Pulang
Lisena terluka parah.
Walau bagaimanapun, tubuhnya saat ini hanya seorang anak yang baru berumur 13 tahun dan mengalami kelaparan jangka panjang. Dia menjilat darah yang mengalir di lengannya dengan hati-hati, melangkah terpincang meninggalkan kuil kosong yang dilalap api biru.
Kali ini Lisena berhasil membunuh mereka semua. Dia juga menghancurkan setiap tabung di dalam kuil yang memiliki darah, daging, atau rambutnya. Dia tidak akan memberikan peluang pada sekelompok 'orang-orang suci' yang sudah membelenggunya lebih dari 10 tahun.
Dia terlihat gembira.
Melewati sebuah pedesaan, dia masuk ke dalam sebuah rumah saat mencium aroma lezat makanan. Perutnya keroncongan. Lisena menurunkan tangannya yang sejak tadi dia hisap. Dia mendorong pintu tanpa permisi, lalu masuk.
Keluarga kecil yang bermaksud makan malam tercengang melihat tamu yang tidak diundang. Masih terluka parah dan sangat kotor.
"Aku lapar. Aku mau makan." Jadi Lisena masuk tanpa malu-malu, duduk di kursi kosong, mengambil nasi hangat, sup daging, dan beberapa hidangan lainnya.
"Kau siap-" sebelum seorang anak yang berusia sekitar 14 tahun bertanya marah, ayahnya di sisinya buru-buru membekap mulut anak itu dan menariknya mundur.
Istrinya juga tampak ketakutan, dia menjauh sampai ke sudut ruangan, menatap Lisena seolah dihantui teror.
Rambut hitam.
Di benua mereka, tidak ada seorang pun yang memiliki warna rambut segelap itu. Terlebih, kedua pupilnya masih segelap jurang namun memiliki inti merah darah.
Lisena mengambil sepotong paha ayam yang berwarna kecokelatan, masih panas dan terlihat renyah. Dia menatap keluarga itu dan memiringkan kepalanya. Tersenyum misterius, "Kalian mengenalku."
Orangtua anak itu langsung berlutut, anak itu gugup melihat reaksi orangtuanya, jadi dia ikut berlutut.
"Aku Lisena." Lisena memperkenalkan diri. "Lisena Karve, aku baru saja melarikan diri dari kuil. Aku akan pergi ke rumah Duke Karve."
Mereka pernah mendengar ... ada inkarnasi Dewi Kegelapan yang dikurung di sebuah menara tinggi. menara itu dijaga ketat. Bahkan walau lebih dari 10 tahun inkarnasi Dewi tidak melakukan apa-apa, masih ada ratusan Ksatria yang berjaga di sana. Ada juga puluhan Pendeta bahkan Pendeta Agung.
Anak ini melarikan diri!
Dia benar-benar melarikan diri!
"Bantu aku mengumpulkan persediaan. Aku bosan makan darah dan daging, aku ingin sesuatu yang harum dan matang." Lisena tidak menyadari kata-katanya membuat tiga orang itu semakin menggigil. Tubuh mereka berkeringat dingin. Sang putra bahkan tidak bisa menahan urinnya.
Lisena suka memakan darah dan daging, tapi dia sebenarnya sangat pilih-pilih. Yang paling dia sukai masih darah dan dagingnya sendiri.
"Ya, ya ... kami mengerti. Kami akan segera menyiapkannya."
"Um." Lisena mengangguk, "kalian bisa ikut denganku untuk menagih uang pada Duke Karve."
"Ti-tidak perlu, Nona. Tidak perlu. Kami senang bisa membantu, kami tidak membutuhkan uang sama sekali." Selama kau segera pergi dan jangan pernah kembali.
***
Lisena membawa banyak persediaan makanan dan minuman. Beratnya hampir setara dengan dirinya sendiri. Pria paruh baya itu bertanya-tanya apa Lisena mampu mengangkatnya sendiri? Tapi dia melihat Lisena menjinjing makanannya dengan mudah. Dia masih menyempatkan mandi dan memilih pakaian bersih untuk digunakan.
Rambutnya mencapai mata kaki. Setelah makan, semua lukanya sudah pulih. Jadi Lisena menyeringai, "Aku pergi."
Punggungnya mengeluarkan sayap bayangan hitam, lalu dia melompat ke udara dan terbang.
Setelah Lisena pergi sepenuhnya, pria itu jatuh terduduk.
"Aku pikir aku akan mati."
Hari sial macam apa ini? Dia bukan hanya bertemu dengan Inkarnasi Dewi Kegelapan, wanita itu masih merampok semua persediaan makanan di rumahnya!
Ada banyak keluhan di dadanya. Tapi saat berbalik dan melihat istri dan putranya masih hidup, pria itu sedikit terobati.
Keesokan harinya, dia akan lebih bersyukur lagi karena tidak berpikir untuk melawan atau melapor. Masih memberikan semua persediaan di rumah pada Lisena untuk menenangkan amarahnya. Dunia dikejutkan saat mendengar seluruh Kuil Agung sudah hancur.
Ada banyak cipratan darah dan jejak pertarungan. Tapi kuil itu runtuh sepenuhnya.
Kaburnya Lisena membuat semua orang gugup dan panik.
Mereka bertanya-tanya kekacauan macam apa yang akan anak itu lakukan di masa depan?
***
Sementara itu ...,
"Bu, aku kembali!" Lisena tertawa riang.
Dia baru sampai keesokan harinya. Dia langsung mendarah di atas meja. Berdiri dengan kedua sayapnya yang terentang tinggi. Iris hitamnya tampak riang, dia seolah tidak merasa bersalah karena mengacaukan pesta teh yang sedang diadakan keluarganya.
Lisena menoleh pada wanita cantik dengan rambut cokelat tua. Dia memakai gaun feminin warna violet. Wanita itu masih memegang cangkir yang dia dekatkan ke mulutnya. Kedua pupil hijaunya terbuka lebar. Dia tampak terkejut dan terpana.
Siapa anak ini?
Kenapa dia bisa menerobos kediaman Duke Karve yang dijaga ketat?
Masih mendarat di atas meja mengacaukan pestanya.
Senyuman di bibir Lisena menghilang. Matanya menyipit dingin, "Bu, kau tidak mengenaliku?"
Rambut hitam panjang itu berkibar. Auranya membuat semua orang yang ada di dekatnya sesak napas.
Athaya Karve, Ibu kandungnya Lisena masih berpikir cepat. Rambut hitam, mata hitam, tidak ada satu pun yang tidak akan bisa mengenalinya. Ini ... adalah putri pertama yang dia lahirkan 13 tahun lalu. Anak ini dijemput oleh pihak kuil saat usianya 1,5 tahun. Seorang ahli nujum mengatakan Lisena adalah inkarnasi Dewi. Cepat atau lambat kekuatannya akan meledak dan tidak terkendali. Masih Dewi Kegelapan yang sangat mereka takuti.
Namun anak ini tidak boleh dibunuh. Lebih tepatnya, tidak bisa. Siapa pun yang membunuhnya akan dijatuhi hukuman setara 'Membunuh Dewa'. Dia akan dikutuk dalam ratusan reinkarnasinya. Kecuali Lisena sudah melakukan dosa tidak terampuni dan aura Dewi-nya dilucuti, baru anak ini bisa dibunuh.
"Lisena ... Lisena? Kau sudah kembali."
Lisena tersenyum lagi, "Ternyata Ibu masih mengenaliku."
"Te-tentu saja Ibu masih mengenalimu." Jika Athaya tidak melihat anak ini, dia bahkan tidak akan ingat kalau dia memiliki anak kandung. Anak yang ingin dia lupakan keberadaannya. Ini adalah noda dan aib paling buruk dalam hidupnya.
Untungnya, suaminya saat mendengar anak yang dilahirkan Lisena di masa depan akan memiliki takdir raja, amarah suaminya mereda. Setidaknya, Lisena masih berguna.
Apalagi sebelum Lisena dibawa pergi pihak kuil, raja sudah datang dan mengatakan ingin menjodohkan Lisena dengan salah satu putranya. Masih putra kesayangan raja yang dirumorkan akan naik tahta menjadi raja selanjutnya.
"Ba-bagaimana kau bisa mencapai tempat ini? Bukankah kau selama ini tinggal di kuil. Ibu ingat ... kau baru bisa kembali tahun depan."
"Aku bosan di sana." Lisena menjawab enggan. Tingkahnya seperti anak manja. "jadi aku membunuh semua orang, menghancurkan kuilnya dan pulang."
Lisena seolah tidak menyadari kata-katanya membuat semua orang ketakutan. Tidak percaya anak sekecil ini bukan hanya mengalahkan seluruh Ksatria penjaga, tapi juga para Pendeta di kuil suci.
"Baiklah, Bu. Biarkan seseorang menunjukkan di mana kamar-" Lisena menghentikan kalimatnya. Dia mendengar suara yang familier. Tawa gembira seorang gadis dan beberapa anak laki-laki lain yang mendekat.
Lisena menjatuhkan barang bawaannya, dia berbalik.
Tampaknya orang-orang itu juga menyadari keheningan yang terlalu mencekam, jadi mereka meluruskan pandangan. Melihat seorang gadis kotor yang berdiri di atas meja yang juga sedang memperhatikan mereka.
Amaia.
Rambut emasnya tampak lembut dan berkilau. Dia memiliki sepasang mata berwarna safir yang seperti berlian termahal. Kulitnya sangat putih. Di usianya yang baru 12 tahun, Amaia sudah jauh lebih tinggi dibanding Lisena. Mungkin, tinggi Lisena saat ini hanya mencapai bahunya.
Di sisi Amaia, ada 2 orang anak laki-laki yang mendampinginya.
Grey Peterson. Pria ini juga salah satu pria yang sudah tidur dengan Lisena. Dia putra dari seorang Jenderal yang dihormati. Memiliki rambut semerah darah dengan mata ungu cerah. Pria ini adalah seorang ahli pedang, dia masih bisa menggunakan kekuatan petir yang langka.
Penampilan Grey mengingatkan Lisena pada putranya yang nomor dua. Lisena memanggilnya 'Tutu' atau 'Two-two'. Lisena terlalu pemalas untuk memilih nama, jadi dia hanya memberikan anak-anaknya nama panggilan sesuai urutan kelahiran mereka.
Tutu juga memiliki rambut merah dan mata ungu. Dia sangat enerjik dan riang. Dia menjadi yang paling kuat dibanding 4 saudaranya yang lain. Saat saudara-saudaranya sedih, Tutu akan mengajak semuanya bermain. Dia juga yang paling lincah dan sering ingin membantu Lisena melakukan pekerjaan rumah.
Tutu adalah anak yang pertama bisa berjalan dan berlari.
Napas Lisena terengah-engah. Lalu matanya beralih pada anak laki-laki lain di sisi Amaia.
Rambut emas. Mata emas. Terlihat sangat tampan seolah dia adalah anak kesayangan Dewa Cahaya. Dalam beberapa tahun, tingginya akan lebih dari 190 cm. Dia yang akan memimpin semua tentaranya untuk menyerang hutan di mana Lisena tinggal.
"One." Lisena bergumam pelan.
One, putra pertamanya. Penampilannya sangat mirip dengan sosok di depannya. Kedua pupil emasnya tampak berkilauan di siang hari. Dia adalah anak yang paling 'dewasa' dan penyabar. Dia juga sangat tenang, bersikap layaknya anak pertama. Dia adalah penengah setiap kali semua saudaranya bertengkar. Dia akan menepuki punggung Lisena sebelum tidur, seolah membujuk ibunya yang insomnia agar tidur lebih awal bersamanya.
Di antara semua anaknya, saat semua saudaranya berteriak ketakutan karena ditangkap. One adalah anak yang memasang ekspresi menyesal dan terluka. Sebelum kepalanya dipenggal, bibirnya bahkan bergerak berbisik 'maaf'.
Maaf karena One gagal menepati janjinya. Maaf karena One tidak bisa melindungi adik-adiknya. Maaf karena sebagai seorang kakak ... One tidak bisa diandalkan ibunya.
Tubuh Lisena menegang, amarahnya meledak. Sebuah pisau terbang ke tangannya lalu Lisena melompat langsung menyerang anak itu.
Sean merasakan aura membunuh ke arahnya. Dia mengeluarkan pedang dan menahan tikaman yang hampir melukai wajahnya.
Sean berhasil melindungi dirinya, tapi tubuhnya terlempar puluhan meter.
"PANGERAN!" semua orang berteriak terkejut. Terutama saat Lisena kembali menyerang dengan napsu membunuh yang tidak terbendung. Mengayunkan pisau demi pisau untuk mencabik-cabik bocah sialan itu!
Lisena masih menahan diri. Sebenarnya, dia mengerti dia tidak bisa membunuh anak itu.
Kelahiran One ... Lisena masih membutuhkannya. Dia menginginkan sperma Sean agar One bisa kembali terlahir sebagai putranya.
Tapi Lisena terlalu marah.
Dia terlalu sedih.
Dia sangat patah hati.
Orang ini ... Lisena tidak peduli kalau dia selalu mengatakan berbagai hal yang kejam dan dingin padahal Lisena adalah tunangannya. Dia selalu membela nama Amaia di mana-mana, menjadikan Lisena sebagai penjahat yang tidak tahu malu dan kejam.
Dia memaksa Lisena tidur lalu meninggalkannya seperti tisu bekas. Lisena tidak membencinya, dia sakit hati ... tapi tidak bermaksud membalas dendam.
Hanya saja ... dia masih datang, membawa ratusan orang. Memiliki peran penting dalam pembunuhan putra-putranya, dia juga orang yang menikam jantung Lisena.
Tidak akan mengampuninya!
Pupil Lisena mulai mengalirkan darah. Sean kewalahan. Bahkan Pendeta Agung tidak berkutik melawan Lisena, apalagi dia seorang anak yang bahkan belum mencapai usia dewasa.
Sean sangat marah dan kesal. Dia tidak mengerti kenapa tiba-tiba diserang?
Namun saat dia mengangkat wajahnya, menatap wajah yang hanya berjarak kurang dari 1 jengkal di depannya, dia tertegun. Tangannya yang memegang pedang hampir goyah.
Ada apa?
Sean merasa tidak nyaman.
Anak ini menangis. Tangisannya masih darah segar yang menyusuri pipi. Ekspresinya begitu sakit dan patah hati. Sorot matanya benci dan menuduh.
Kau bisa membunuhku.
Kau bisa menyakitiku.
Tapi kenapa kau masih membawa orang-orang itu untuk membunuh putraku?
Kenapa ... kau begitu dingin bahkan sanggup membunuh darah dagingmu sendiri, Sean Elfgard?
***
Tiga – Amaia Karve
Dibanding kebencian ... rasa sakit dan kesedihan di wajah kecil itu terlalu jelas. Mengaburkan setiap keluhan dan amarah yang ditanggung Sean saat ini.
Rasa bersalah.
Sean merasa tidak nyaman. Seolah ada batu yang tersangkut di kerongkongan ... dia dihantui oleh hutang yang dia tidak tahu di mana awalnya? Sean merasa dia sudah melakukan hal paling hina dan tidak termaafkan pada seseorang yang baru saja dia temui sepanjang hidupnya.
Cengkeraman Sean di pedangnya melonggar.
Jika kematiannya bisa meredakan amarah di hati gadis ini ...,
Mengabaikan teriakan semua orang, Sean melepaskan perlawanan sepenuhnya. Lisena berkedip. Dia tidak menyangka Sean akan menyerah begitu saja, tapi sejak awal bocah ini tidak bisa mati. Jadi Lisena menggeser sedikit arah ujung pisau yang akan menikam lehernya, menggores sisi leher Sean, menciptakan garis darah.
Jeritan semua orang di sekitarnya membuat telinga Lisena yang peka berdengung beberapa detik. Awalnya orang-orang berpikir Sean dibunuh.
Athaya merasa pandangannya menggelap. Putri yang sudah lama dia lupakan bukan hanya tiba-tiba muncul di depannya, tapi dia masih membunuh seorang pangeran di kediaman Duke mereka.
Sean merasakan sengatan pedih di lehernya, dia perlahan membuka mata. Iris emasnya bertubrukan dengan sepasang manik gelap dengan titik merah terang. Ekspresi kesedihan dan rasa sakit Lisena menghilang. Anak itu menunjukkan wajah acuh tak acuh, dia menyeringai, "Lemah."
Sangat lemah.
Lisena bertanya-tanya kenapa di kehidupan pertamanya dia gagal membunuh pengecut ini? Saat hampir mati, bukan hanya kehilangan perlawanan, Sean juga menyerah begitu saja.
Tapi di medan perang saat itu, pria ini seperti Shura. Dia berkali-kali menyudutkan Lisena. Ya, walau dia masih harus bekerjasama dengan ratusan orang lainnya.
Lisena berdiri dari perut Sean, tanpa ragu dia menendang kepala anak itu sampai dia terlempar puluhan meter.
Kali ini Athaya benar-benar jatuh tidak sadarkan diri.
Seluruh keluarganya akan dihukum mati!
Ini adalah penghujatan terhadap pangeran negeri mereka. masih putra kesayangan raja!
Lisena kembali dengan wajahnya yang lugu. Dia memindai semua orang, lalu menyeringai. "Aku lapar. Siapkan aku makanan. Aku suka daging! Sangat suka daging!"
Dia sangat riang. Seolah orang yang memukuli Sean sampai setengah mati bukanlah dirinya sendiri.
Amaia menjadi orang yang pertama sadar. Dia berteriak marah, "Apa yang kau lakukan pada Pangeran? Dia Putra Mahkota!" suaranya sangat lembut dan enak didengar. Berbeda dengan suara Lisena yang sedikit serak karena tenggorokannya terbiasa kering.
Lisena menatapnya dan menjawab, "Aku memukulinya."
"Kenapa kau memukulinya?" Amaia buru-buru berlari ke arah Sean, membantu anak itu berdiri. Sebelah wajah Sean yang ditendang Lisena bengkak, kepalanya seperti kepala babi. Bahkan wajah tampannya kehilangan nilai lebih dari 30 poin sekaligus.
Lisena memiringkan kepala, tampak bingung, "Aku melakukannya karena aku ingin melakukannya."
"Hanya karena kau ingin melakukannya, bukan berarti kau benar-benar bisa melakukannya!"
"Kenapa?"
"Kenapa?" Amaia tampak bingung. Anak di depannya tampak tidak bisa membedakan benar dan salah. Lisena justru berjalan ke meja yang paling utuh, mengambil satu mangkuk kue berisi kue warna-warni. Lisena terpana dengan kue-kue itu. Di kehidupan pertamanya, dia tidak berani memakan banyak. Agar tidak mempermalukan keluarga Duke Karve, dia dididik keras perihal etika dan moral sebagai seorang putri.
Dia makan lebih sedikit dari orang lain.
Dia memakan hal-hal yang sesekali bahkan pelayan mendapatkan yang lebih layak.
Dia adalah anak yang tidak diinginkan, masih diperlakukan dingin oleh Duke dan Dutchess. Semua pelayan tidak menghormatinya, mereka juga sangat takut padanya. Tapi, karena Lisena selalu diam dan tanpa keluhan, sikap orang-orang semakin sewenang-wenang.
Lisena mengambil piring di meja, dia memakan satu demi satu kue.
Dia menjilat bibir bawahnya yang kering, "Kue sangat enak." Dia mengunyah seperti hamster. "ini lebih enak dari daging dan darah."
Orang-orang yang mendengarnya kaku.
Semua orang saat ini mengenalinya sebagai Inkarnasi Dewi Kegelapan. Tidak ada yang berani bersikap kurang ajar di depannya, takut menarik perhatian Lisena dan dipukuli seperti Sean.
Satu-satunya yang berani berdiri dan menentang adalah Amaia. Gadis kecil itu sangat berani. Dia seperti peri yang tidak takut pada dunia yang kejam. Dia menantang Lisena dan membela kebenaran di depan mata.
"Kau harus minta maaf pada Pangeran!"
"Maaf." Lisena menjawab acuh tak acuh.
Reaksi cepat Lisena agak tidak terduga. Amaia hampir tersedak air ludahnya sendiri. Dia menunjuknya, "Minta maaf lebih tulus!"
"Maaf, wajahmu membuatku sangat gelisah. Kau tampan, jadi kupukuli saja sedikit."
Grey hampir dibuat tertawa. Dia melihat Sean yang terdiam. Sean ... bukan sedikit dipukuli, dia hampir mati.
"Kau ... kau ... mana boleh seperti itu?" Amaia dibuat hampir menangis. Dia merasa sedang memukul kapas. Tidak peduli apa pun yang dia katakan, Lisena bahkan tidak meliriknya, dia jauh lebih tertarik pada kue-kue di piring.
Hanya dalam beberapa saat, lebih dari satu lusin kue di piring itu habis. Dia belum kenyang. Menepuki perutnya, "Aku kehabisan banyak mana. Aku baru saja membunuh orang-orang di kuil. Berikan aku lebih banyak makanan."
"Kau akan dihukum!" Amaia memarahinya lagi dengan berani. "kau sudah memukuli Pangeran, jadi kau akan dihukum!"
Semua orang mengira Lisena akan marah dan menampar wajah Amaia bolak-balik karena dia terlalu lantang dan berani. Gadis kecil itu ... seperti anak sapi yang tidak takut pada harimau. Orang-orang menahan napas, mereka melihat reaksi Lisena. Tapi di luar dugaan, Lisena bukan hanya marah ... kedua pupilnya tampak berbinar. Dia tertawa bahagia, meletakkan piring di meja lalu bertepuk tangan.
"Baiklah!" Lisena mengacungkan jempol. "hukuman apa? Aku siap sekarang!"
***
Lisena diringkus beberapa saat kemudian. Eson Karve, pemilik kediaman akhirnya datang. Melihat Pangeran yang diundang ke mansionnya terluka begitu parah, Eson hampir tidak bisa menahan amarah, dia mengirim beberapa orang untuk langsung menangkap Lisena.
Lisena tidak menolak. Dia justru melirik pria itu diam-diam, sesaat membuat Eson merasa tidak nyaman. Eson bahkan tidak menyangka Lisena akan begitu patuh.
Untuk meredakan amarah raja, Eson mengirim Lisena ke aula hukuman dan memberinya 100 cambukan.
Lagi-lagi, reaksi Lisena sangat tidak masuk akal. Dia justru menepuki pakaiannya yang compang-camping. Lalu berjalan ke aula hukuman sambil melompat-lompat. Sikapnya sangat riang seolah dia bukan datang untuk dipukuli, tapi untuk berlibur.
Dia dicambuk di depan semua orang. Bukan hanya tidak melawan, dia akan sedikit memekik, tapi ekspresinya sangat senang. Kedua manik gelap itu berair, rona pipinya semakin merah. Mulutnya sedikit terbuka, terengah-engah.
Beberapa yang melihatnya merasa penampilan Lisena terlalu tidak senonoh. Dia jelas hanyalah seorang gadis kecil. Tapi dia sudah bisa menunjukkan ekspresi yang sangat cabul. Pakaiannya semakin rusak, cambukan demi cambukan itu membuat kulitnya hancur. Bahkan beberapa orang bisa melihat tulangnya yang menonjol.
100 cambukan, anak normal akan mati.
Tapi Lisena sejak awal bukan manusia biasa. Bukan hanya cambukan itu gagal membunuhnya, ini masih tidak bisa merusak tulang-tulangnya.
Beberapa orang memiliki pemikiran di kepala mereka. Sean juga menonton, dia mengerutkan kening, sedikit tidak senang. Tapi dia lebih bingung pada dirinya sendiri .... Dia jelas yang dilukai, kenapa dia merasa hukuman Lisena terlalu berlebihan?
Dicambukan ke-100, Lisena memuntahkan darah. Darahnya menyemprot mengotori lantai. Napasnya terengah-engah, tubuhnya gemetar.
Sangat nyaman.
Lisena bergumam dalam hati.
Dipukuli orang lain dan menyakiti diri sendiri memang menghasilkan tingkat kenikmatan yang berbeda level. Lisena merasa dia masih sanggup melakukan putaran cambukan yang lain. Tapi mana di tubuhnya sudah terkuras untuk memulihkan diri. Walau bagaimanapun, dia tidak bermaksud untuk mati.
Jadi Lisena berdiri, dia menepuki pakaiannya yang sewarna darah, lalu menjilat darah di sekitar bibirnya.
"Aku sudah selesai." Suaranya sangat kekanakkan. Sikapnya yang terlihat gembira itu membuat lebih banyak orang tidak nyaman. Terutama saat mereka akhirnya mendengar kabar dari luar ... kalau kuil tempat inkarnasi Dewi Kegelapan selama ini dikurung benar-benar hangus.
Tidak ada satu pun yang tersisa. Entah itu Pendeta Agung atau ratusan kesatrianya, mereka semua terbunuh.
Mereka mati di tangan gadis yang tingginya mungkin tidak mencapai dada mereka.
"Jadi ... bisakah aku mendapatkan kueku sekarang?"
***
Empat – Clayton Chiragh
Clayton Chiragh.
Mendengar keributan di keluarga Karve, juga kabar tentang Inkarnasi Dewi Kegelapan yang menghanguskan seluruh kuil, membantai semua penghuninya tanpa ragu melarikan diri untuk pulang ke rumah keluarganya, Clay yang selama ini sangat pendiam akhirnya datang. Penasaran tentang apa yang terjadi?
Apalagi, dia mendengar kalau salah satu teman baiknya dipukuli.
Clay melihat wajah Sean yang bengkak, dia hampir tidak bisa menahan ledakan tawa. Sean tampak dalam suasana hati yang buruk. Dia sangat muram, membiarkan Amaia mengompres wajahnya yang terluka.
Amaia tidak berhenti menangis. Dia terus meminta maaf dan mengeluh. Hati Sean mau tidak mau melunak, lagipula sejak awal ini bukan kesalahan Amaia.
"Aku akan menggunakan kekuatanku. Amaia, jangan repot-repot." Sebagai seorang Pendeta, menyembuhkan luka dalam atau luar seseorang adalah kemampuannya. Clay berdiri di depan Sean yang duduk di samping tempat tidur, dia mengeluarkan sihirnya.
Wajah jelek Sean terlihat membaik dengan kecepatan mata telanjang. Pemuda itu melirik Clay yang mengulum senyuman kecil. Clay bertanya, "Inkarnasi Dewi Kegelapan yang memukulimu?"
Mengingat Lisena, ekspresi Sean yang sempat membaik kembali suram. "Mm."
"Kenapa?"
"Dia bilang wajahku terlalu tampan dan membuatnya gelisah, jadi dia memukuliku."
Clay tertawa keras. Alasan macam apa itu?
"Kau juga merasa alasannya buruk bukan?"
"Kau sering dipuji tampan, tapi aku tidak pernah mendengar wajah tampan menjadi alasan seseorang ingin memukulinya." Clay berhenti tertawa susah payah. Dia berpikir sebentar, "Pernahkah kau berpikir ada alasan lain? Walau bagaimanapun ... dia tunanganmu."
Ini bukan rahasia.
Sejak Lisena lahir, pihak kerajaan sudah datang. Mererka melamar Lisena sebagai calon putri mahkota. Menurut ahli nujum terbaik, keturunan Lisena akan menjadi garis kerajaan yang paling kuat. Mengantarkan negeri mereka menuju era terbaik sepanjang sejarah.
Begitu kabar tentang inkarnasi Dewi Kegelapan dilahirkan, ada begitu banyak kerajaan yang memasang telinga. Mereka tertarik untuk 'membawa' Lisena menjadi bagian dari kerajaan mereka. Sayangnya, Kerajaan Elfgard saat ini masih memimpin. Bahkan walau mereka memiliki ilusi, merebut seseorang dari Elfgard jauh lebih sulit dari mencapai surga.
Pada akhirnya orang-orang itu hanya bisa menahan penyesalan.
Inkarnasi Dewi Kegelapan. Terdengar sepele, tapi sebenarnya memberikan dampak yang sangat besar.
Benua mereka sejak lama sudah 'ditinggalkan' para Dewa. Disebutkan dalam sejarah, kalau di masa lalu perang antar Dewa tidak bisa dihindari. Mereka bertarung satu sama lain untuk menduduki posisi yang paling tinggi.
Dewa Cahaya menjadi pemenang terakhir, tapi dia terluka parah. Saat dia akan merayakan kemenangannya, dia tidak sadar kalau Dewi Kegelapan belum mati. Dia mengintainya diam-diam, melihat celah lalu membunuhnya.
Seluruh tubuh Dewa Cahaya dihancurkan, jiwanya disebar ke berbagai arah benua. Sekarang manusia hanya bisa mengambil rahmat, tapi tidak bisa lagi melihatnya. Namun masing-masing manusia percaya kalau Dewa Cahaya akan dilahirkan kembali.
Setelah ribuan tahun, Dewa Cahaya belum muncul, sebaliknya inkarnasi Dewi Kegelapan menjadi sosok yang pertama dilahirkan kembali!
Jadi ... sebagian besar kebencian yang ditanggung Lisena saat ini adalah karena dia dianggap sebagai 'pembunuh' Dewa Cahaya yang mereka puja. Walau bagaimanapun, kalau Dewi Kegelapan tidak bermain trik dan menyeret Dewa Cahaya agar mati bersamanya, Dewa Cahaya tidak akan terbunuh.
"Saat itu ... dia terlihat sangat kesakitan." Sean bergumam pelan. Namun suaranya masih didengar semua orang. ekspresi Sean terlihat agak salah. "dia menangis darah. Dia terlihat memiliki banyak keluhan, seolah aku ... seolah aku ... pernah melakukan hal yang paling tidak termaafkan."
"Pernahkah kau menyakitinya?" Clay bertanya dengan nada agak serius. Dibenci inkarnasi Dewi Kegelapan bukanlah lelucon. Lisena bahkan membunuh semua Pendeta dan Kesatria di kuil agung, apa itu arti nyawa Sean?
"Ini pertama kalinya kami bertemu." Sean juga sedikit tidak memahami.
Namun ekspresi Lisena yang membuat Sean kehilangan seluruh perlawanan. Pemuda itu pasrah dengan apa pun yang akan Lisena lakukan. Ini yang membuat Sean sangat bingung.
"Aku akan melihatnya." Clay akhirnya memutuskan. Dia benar-benar penasaran. "aku ingin melihat seperti apa Inkarnasi Dewi Kegelapan. Aku pergi."
***
"Bu, aku ingin makan kue salju. Warnanya sama dengan rambutku. Bu, aku ingin makan kue salju lagi."
"Baiklah, saat Ibu pergi ke kota nanti, Ibu akan membelikannya untuk Three lagi."
"Banyak-banyak?"
"Banyak-banyak. sampai perut Three besar dan sakit."
"Aku paling sayang pada Ibuku!"
"Ya ..." Lisena menerima pelukan putra ketiganya. Memiliki rambut seputih salju, maniknya berwarna abu-abu terang. Bibir Lisena mengukir senyuman bahagia, "Ibu juga paling mencintai putra-putranya."
Sayang sekali ... Lisena tidak berhasil mewujudkan janjinya. Sebelum dia berhasil mencapai kota, dia justru dikepung.
Bibir Lisena mengukir senyuman kosong. Dia sudah berganti dengan pakaian bersih. memiliki kamar yang luas dengan perabotan mahal dan cantik. Dia memiliki banyak kue-kue lezat di piringnya. Dia mengambil kue salju, lalu teringat pada percakapan putra ketiganya.
"Three ... Ibu punya kue saljunya sekarang." Lisena berkata dengan nada masam. Dia memasukkan dua kue ke mulutnya sekaligus. "Ibu memilikinya ...,"
Tapi kau tidak ada di sisi Ibu lagi.
Ibu masih tidak menyuapimu lagi.
Lisena mengunyah kuenya. Merasakan manis yang meleleh di mulutnya. Jadi ... ini rasanya kue salju? Sangat enak. Pantas saja Three paling menyukainya.
Walau di kehidupan pertama Lisena sering diam-diam menyamar ke kota, mencuri satu atau dua perhiasan di rumah bangsawan untuk dijual dan membeli perbekalan makanan, dia membeli banyak kue atau minuman lezat. Tapi dia tidak pernah memakan untuk dirinya sendiri. Dia memberikan setiap kue-kue itu untuk keempat putranya.
"Three anak baik. Anak yang sangat baik." Lisena menjilat bibir bawahnya. "Three suka makan kue, tapi dia masih akan membagi miliknya dengan semua saudaranya."
Kesedihan itu membuat Lisena merasa tercekik. Dia meletakkan piring kosong di meja lalu menepuki kedua pipinya. Tidak mau larut dalam kesedihan.
Lagipula, dia terlahir kembali sekarang. ada 4 pria yang bisa dia peras spermanya di masa depan. Tubuh Lisena sekarang terlalu kecil untuk hamil dan melahirkan. Setidaknya, dia masih harus menunggu 4 sampai 5 tahun lagi.
Sangat lama.
Lisena bertanya-tanya. Para pria itu ... bisakah mereka tertarik dengan tubuh kecilnya sekarang?
Dia tidak keberatan melakukan seks di usia dini.
Membayangkan satu demi satu bayi kecilnya akan berebut tidur di sisinya, bertarung setiap malam untuk menentukan siapa yang malam itu giliran tidur dalam pelukan hangat Ibu mereka.
Lisena sangat populer di antara putra-putranya.
Lisena merasakan tatapan seseorang yang terarah padanya dari arah pintu. Dia perlahan menoleh, menatap seorang pemuda dengan rambut putih panjang di ambang pintu. Pria itu mengenakan pakaian pendeta seputih kertas, rambut panjangnya dikuncir tinggi. alis dan bulu matanya putih, bibirnya seperti kelopak mawar. Manik abu-abunya terlihat terang, penampilannya begitu jernih dan jinak.
Tapi di antara semua pria yang pernah tidur dengannya, sosok ini juga yang menimbulkan rasa marah dan dingin selain Sean di benak Lisena.
Clayton Chiragh.
Walau dia bukan pelaku utama, dia berasal dari barisan Pendeta.
Dia adalah Pendeta terbaik, sosok yang akan menggantikan Pendeta Agung di masa depan.
Dia bukan hanya tidak berpantang, dia sebenarnya sangat cabul.
Hanya saja, amarah Lisena dengan cepat meredup. Dia cukup kenyang sekarang, jadi dia tidak terlalu gelisah lagi.
Ayahnya Three. Penampilan Three benar-benar replika Clayton Chiragh. Bahkan penampilan diamnya sama persis.
Walau Lisena tidak marah ...,
Clay tidak tahu apa yang terjadi, sedetik kemudian Lisena muncul di depannya, mengayunkan kaki dan menendangnya sekuat tenaga.
Pupil Clay melebar. Tubuhnya terlempar merobohkan dinding dan jatuh ke taman.
Ini dari lantai 2!
Tubuh Clay berguling beberapa saat sebelum akhirnya berhenti bergerak. Dia mencoba bangun, berbalik lalu memuntahkan darah.
Organ dalamnya hancur.
Clay merasa seluruh organ dalamnya hancur. Sedikit saja pukulan Lisena bergeser ke atas, jantungnya akan hancur berkeping-keping.
Terdengar jeritan beberapa pelayan.
Lisena berdiri di lantai dua, dia mengambil piring kue yang lain, menyaksikan keributan di taman dari lubang di dinding yang terbuka. Dia memasukkan kue ke dalam mulut, mengunyahnya dengan ekspresi dingin.
Orang-orang berlari menghampiri Clay yang tidak berhenti memuntahkan darah. Kondisi ini bahkan lebih mengerikan dibanding pukulan pada Sean beberapa jam lalu.
Sean juga mendengar keributan, dia melihat Clay dibantu beberapa orang untuk duduk. Semua mata melihatnya cemas. Clay terengah-engah, pandangannya kabur, tangannya gemetar menyentuh tubuhnya yang terluka paling parah, mencoba memulihkan diri.
Clay mengangkat wajah, menatap ke arah Lisena dengan sorot bingung.
Semua orang juga mendongak, menatap Lisena yang sudah dipastikan ... dia adalah pelakunya.
Amaia sangat marah sekarang. Baru beberapa jam lalu Lisena menimbulkan keributan dan memukuli Putra Mahkota, sekarang Lisena bahkan menimbulkan masalah lain dan memukuli calon Pendeta Agung masa depan. Sebenarnya apa yang ingin dilakukan anak barbar itu di rumahnya?
Amaia tidak bisa menahan tangis. Mulai saat ini, pasti ada rumor jelek yang menyebar di sekitar kota tentang keluarganya.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa kau terus memukuli orang-orang? Apa salah Clayton sekarang?!" Amaia menangis sedih. Dia menunjuk Lisena yang terus mengunyah. Gadis kurus itu ... tidak bisakah dia berhenti makan? Amaia baru saja mendengar kalau semua kue favoritnya di dapur 'dibawa' Lisena ke kamarnya untuk dia makan sendiri.
Jelas-jelas kue itu awalnya dibuat untuk Amaia!
"Dia sangat tampan." Lisena menjawab dengan nada yang lugu. "Sudah kubilang, aku sangat gelisah melihat pria yang terlalu tampan, jadi aku akan memukulinya sedikit."
Jawaban ini terlalu gila dan tidak masuk akal. Tapi rumor yang lain mulai menyebar di kota dan membuat orang lain gemetar. Jika wajahmu terlalu tampan, sebaiknya jangan pernah menunjukkannya di depan Lisena, atau orang-orang itu akan menjadi target gelisah Lisena dan dipukulinya sampai setengah mati.
Perbuatan Lisena terlalu kejam. Dia dipanggil kembali ke aula hukuman dan mendapat 100 cambukan yang lain.
Eson Karve memarahi istrinya karena sudah melahirkan seorang putri yang begitu gila. Hanya dalam beberapa jam, dia bukan hanya sudah menyinggung keluarga kerajaan, dia juga menyakiti orang terpenting di kuil dan membuat mereka tidak puas.
Athaya dimarahi karena ketidakmampuannya merawat putrinya.
Athaya merasa dia dimarahi dengan tidak adil. Walau bagaimanapun dia bukan orang yang membesarkan Lisena. Kalau dia diizinkan memilih, dia bahkan enggan melahirkannya.
Athaya bermaksud melampiaskan amarahnya. Dia pergi ke kamar Lisena untuk mendidiknya. Tapi saat dia membuka pintu, yang dia lihat adalah Lisena yang sedang menggigit sepotong daging di tangannya sendiri. Mulut kecilnya berlumuran darah.
Athaya merasa kedua kakinya lemas. Dia hampir jatuh dan berteriak.
"Bu, kau ingin memakannya juga?" Lisena bertanya dengan nada lembut. Dia berdiri dari tempat tidur. Mengulurkan bagian tangannya yang terluka, ada dua gigitan daging yang menghilang, darah terus menetes ke lantai. "dagingku sangat enak, aku akan berbagi dengan Ibuku, bagaimana?"
***
Hai Manteman. Seperti yang saya bilang, cerita ini diposting di KaryaKarsa ya. Ada 5 bab gratis (prolog sampai bab 4). Jadi untuk kalian yang mau baca, boleh angkat koper pindahan ke sana. #nyengir.
WARNING!
Disarankan top up via web semacam chrome, opera, modzilla, dll. Biaya pertransaksinya lebih murah. Kalo via aplikasi mahal banget soalnya. Bisa sampe setengah dari harga top upnya.
Terima kasih untuk kalian yang mau mampir. Salam~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top