BAB DUA
ELENA MELANGKAHKAN KAKINYA di gang-gang sempit. Rumahnya memang terletak di daerah ini. Apa boleh buat, ayah dan ibunya sudah tiada. Dan dia mesti bersyukur karena masih ada yang mau menampungnya walaupun tempat itu hanyalah panti asuhan.
"Kemana saja kau !? Cepat masuk dan bersihkan loteng" teriak ibu asuhnya yang sudah menunggu diteras rumah dengan wajah marah. Wajah yang sudah sering dilihat Elena selama tujuh tahun ini.
Elena hanya bisa menghela nafas dan berjalan masuk kedalam rumah diiringi dengan suara bentakan ibu asuhnya yang memekakkan telinga
"Dasar anak bodoh !! Ini sama sekali tidak bersih, ulangi semuanya dari awal!" Teriak ibu asuhnya lagi
Elena mengambil tongkat pel serta ember berisi air dan mengepel loteng sekali lagi. Padahal dirinya yakin bahwa lantai loteng itu bahkan bisa dipakai bercermin saking bersihnya. Tapi apa boleh buat, ibu asuh harus dipatuhi.
Dulu, Elena pernah membantah si ibu asuh dan akibatnya kedua lengannya dijahit dengan kain yang mengikat kedua kakinya. Rasanya sakit sekali, bahkan dia sampai menangis kesakitan hingga tiga hari lamanya. Dan si ibu asuh dengan kejamnya baru melepas jahitan itu setelah satu minggu lamanya.
Meski begitu, luka itu masih menyisakan luka. Baik di kulit dan hatinya. Diam-diam Elena sering menangis di malam hari, karena tak ada satupun orang yang bisa menjadi sandaran kesedihannya.
Tak satupun...
÷÷÷÷÷
Benar saja, malam ini hal itu terjadi lagi. Elena menangis pelan di tempat tidurnya yang terletak di pojok ruangan, dia tak berani mengeluarkan suara saat menangis. Terakhir kali dia melakukannya, tubuhnya babak belur dipukuli si ibu asuh.
"Seandainya ada yang bisa mengeluarkan diriku dari tempat ini" bisiknya disela-sela tangisannya
Meski begitu, Elena sadar. Harapannya sia-sia, tak akan ada yang bisa membawanya keluar dari tempat yang bagaikan neraka ini.
Hingga sebuah ide muncul di kepalanya.
"Kenapa aku tidak kabur saja?" Gumamnya
Dengan hati-hati, dia berjalan pelan. Mengambil tas hitam, senter, beberapa lembar uang yang diperolehnya dari memulung, topi, jaket, dan semprotan merica yang diberikan temannya yang sesama pemulung. Setelah selesai, dengan mantab dia membuka jendela kamar dan melompat keluar.
÷÷÷÷÷
Elena memakai sepatunya setelah mendarat ditanah. Dengan terburu-buru, dia berlari menelusuri jalan-jalan sempit. Meski langkahnya harus sedikit lebih pelan karena malam yang membuat suasana gelap gulita.
Setelah keluar dari gang sempit, Elena menyalakan senternya dan kembali berlari menelusuri jalan besar.
Meski sudah malam, tetap saja ada beberapa mobil yang melewati jalan. Elena mematikan senternya dan berjalan setiap ada mobil yang lewat. Takut ketahuan, hanya itu yang ada di kepalanya.
Hingga dirinya sampai di taman kota. Tempat di mana dia bertemu dengan si topeng menyeramkan itu.
"Kita bertemu lagi"
Mata Elena melebar, dengan sigap dia menoleh. Hanya untuk mendapati si topeng yang berdiri sambil menatapnya tajam. Elena meneguk ludahnya, dia merasa sangat menyesal saat dia bertemu dengan si topeng kemarin malam.
Pria itu mendekati Elena, dia tak membawa pisau besar menyeramkan itu. Senyum tersungging di bibirnya, walau Elena takkan bisa melihatnya karena tertutup topeng.
Elena berbalik dan berlari secepat yang dia bisa. Saat dia di kantor polisi, tak ada seorang pun yang bilang kalau pria yang dilihatnya adalah penjahat. Tapi setelah melihat berita, dia sadar kalau dirinya baru bertemu dengan pembunuh kejam.
Kepalanya menoleh kebelakang, si topeng masih mengejarnya walaupun dengan kecepatan yang berbeda jauh. Tanpa sengaja, matanya melihat sekilas cahaya dari punggung si topeng.
"Benda itu, pasti pisau raksasa !" Jerit Elena dalam hati. Jantungnya berdegup kencang, kakinya sudah selemas agar-agar, dan keringat dingin mengucur deras membasahi tubuhnya.
Tiba-tiba seseorang melompat keluar dari semak-semak dan memeluk Elena dari belakang, gadis itu tak bisa berteriak karena mulutnya ditutupi oleh tangan orang itu.
Tubuhnya ditarik oleh orang misterius itu kedalam semak-semak, Elena bisa melihat dengan jelas si topeng kebingungan mencari dirinya yang barusan menghilang.
Sesaat setelah itu, si topeng menghilang dari pandangan.
÷÷÷÷÷
"Kau siapa ?" Tanya Elena tanpa menoleh. Sebenarnya saat ini jantungnya bergemuruh karena kedua tangan orang ini masih memeluk pinggangnya dengan erat.
Orang itu tiba-tiba menutup mulut dan hidung Elena dengan saputangan. Sedetik kemudian, Elena merasa kepalanya terasa berat dan rasa kantuk yang besar menyerbunya.
Akhirnya rasa kantuklah yang mengalahkan Elena, dirinya tertidur dalam pelukan orang itu....
÷÷÷÷÷
TO BE CONTINUED....
Haleoo !!
Update lagi nih ! Walau sekarang saya udah SMA, dan tugas mulai menggunung (Ngusap dada). Btw, komentar kalian saya tunggu ! :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top