Bagian Dua

"Berangkat sama Prana aja. Papa ada urusan genting."

Cewek terbalut seragam putih abu tersedak di suapan terakhir. Meminum air tak sabaran, dia melirik arloji lantas menyampirkan ransel pada pundak kanannya. Gawai yang tergeletak ia raih kasar lalu menyimpannya pada saku kemeja.

"Pelan-pelan," peringat seorang wanita di seberang meja. Ia melirik pintu rumah kala deru mobil menyapa gendang telinga.

"Hula berangkat dulu, Ma. Kayaknya Prana belum berangkat." Menyalami tangan Herma, Hula berlari setelahnya. Mengabaikan peringat Herma agar hati-hati dengan langkahnya.

Herma geleng-geleng kepala. "Papa udah ngasih uang jajan?"

"Udah, assalamu'alaikum!" Rambut sebahu itu ikut berayun karena berlari sekuat tenaga. Hula membuka kasar pagar rumah dengan mencuri tatap pada rumah di sampingnya.

"Na! Parna!" Hula menggedor pintu sedikit keras. Semakin panik karena tak melihat sepeda motor merah terparkir di halaman rumah Prana.

"Eh, Hula." Seorang wanita dengan kemeja putih polos terbalut blazer outerwear nude dengan celana bahan senada tersenyum hangat menguarkan sosok keibuan. Penampilannya terbilang awet muda di usianya yang menginjak kepala empat.

"Eh, Mama Wirda. Par ... Prana udah berangkat sekolah?" tanya Hula setelah meniti penampilan ibu dari sahabatnya.

"Udah La, udah lumayan lama."

Tanpa menunggu waktu, Hula menyalimi tangan Wirda, mengucap salam lantas kembali berlari ke tepi jalanan sepi di perumahan. Membuka lockscreen gawai tak sabaran, dia mengumpat saat menyadari kontak Prana masih diblokirnya.

Telepon tersambung setelah lima kali tak terjawab. "Apa, sih, La? Gue lagi di jal--"

"Balik lagi dong, Na! Papa gue nggak bisa nganter, please." Hula meminta bantuan dengan sedikit paksaan, tak ingin mendengar penolakan dari lawan bicara.

"Anjir, La, gue udah mau sampeee," gemas cowok di seberang sana.

"Please, Na ... gue nggak mau bolos. Cepet putar balik, gue nggak mau kesiangan juga." Hula memerintah, seperti biasa. Dia hanya ingin cepat sampai di sekolah tanpa terlambat, itu saja.

Prana mematikan sambungan telepon lantas putar balik menjemput Hula yang kini meneteskan air mata. Tanpa sadar, senyuman jemu terlukis selama tiga detik di sana. Prana meraup udara dalam-dalam.

Hula menghampiri dengan tergesa.

"Tenang, jangan panik. Kesiangan nggak akan buat nilai rapor lo merah semua." Prana melirik Hula yang sedang mengusap air mata lalu memakai helm melalui kaca spion sepeda motornya. "Udah?"

"Ud--ANJIR, PARNA!" Hula refleks memeluk Prana karena hampir terjengkang ke belakang. Bahkan, helm mereka bertemu dalam sebuah benturan.

"KATANYA NGGAK MAU KESIANGAN?!"

Cewek itu memindahkan kedua tangan pada bahu Prana setelah memukulnya keras. "KALO MAU NGEBUT, YA, BILANG! GUE BISA KEJENGKANG KALO NGGAK MELUK LO TADI!"

Mio merahnya berhasil menyusul dua sepeda motor lagi di depan. Keramaian jalan raya di pagi hari tak membuat Prana mengurangi kecepatan berkendara sedikit pun. Tak ada waktu memikirkan keselamatan. Yang terpenting, mereka-khususnya Hula-cepat sampai tanpa terlambat. Setidaknya, itulah yang Prana pikirkan.

"YA UDAH, SIH, KEHALANG RANSEL GUE JUGA, DI TENGAH. GUE NGGAK RASAIN-ANJIIING!" Prana mengelus bahu kanan dengan tangan kirinya sekilas. Pukulan kedua saat mereka baru berjumpa beberapa menit ke belakang, mampu membuat sepeda motor sedikit oleng.

"NGGAK USAH BANYAK BACOT. FOKUS NYETIR!"

Hula mengambil langkah tergesa pada lorong sekolah menuju kelasnya seraya melirik arloji di tangan berkali-kali. Sedang Prana berjalan santai seolah bel akan berbunyi lima jam kemudian.

"Parna! Lima menit lagi bel, loh. Lo, kok, santuy gitu? Heran gue."

Prana hanya menimpali tak acuh.

"Mana upaca ... tunggu." Hula menghentikan langkah. Mengingat sebuah benda yang ia rasa ... belum dimasukan ke dalam ransel setelah ia simpan asal di meja makan.

Prana ikut berhenti saat langkahnya tepat di samping Hula.

Hula merogoh ranselnya tak sabaran. Bibir tipisnya mengeluarkan gumaman tak henti dengan air muka cemas dan gelagat panik luar biasa. Decakan halus pun tak absen diudarakannya.

"Kenapa?" Prana tak kuat menahan tanya.

Hula hampir menangis. Siswa-siswi yang melewatinya dengan langkah buru-buru membuat keresahannya semakin menjadi. Diliriknya Prana sekilas, dia berucap tanpa menghentikan rogohan pada ranselnya. "Topi gue ... nggak ada."

Prana menarik napas dalam. Sahabatnya selalu gelisah berlebih pada hal kecil. Terlebih, jika menyangkut nilai sekolah. Padahal, Prana cukup yakin, dihukum karena satu kali melanggar peraturan sekolah, tak akan berpengaruh pada nilai rapor di kemudian hari.

Merogoh ransel yang tersampir di bahu kanan, cowok dengan tinggi menjulang itu memakaikan sebuah topi pada Hula seraya melewatinya santai.

Hula terpaku di tempat, sebelum tersadar dan berlari menyimpan ransel ke kelasnya.

***

"Makasih, ya. Maap, gara-gara gue, lo jadi dihukum."

Riuh rendah siswa-siswi di kantin menjadi hal umum pada jam istirahat. Dentingan sendok yang beradu dengan piring dan mangkuk tak luput menyapa gendang telinga. Mengabsen tiap kepala, Prana tersenyum miring lalu berdecak salut. "Jadi karena itu ... lo traktir gue di sini?"

Hula mengedikkan bahu tak acuh. Dia menyeruput es jeruknya saat Prana berkata, "Nggak cukup traktir gini doang mah."

Satu timpukan meluncur di kepala Prana.

Hula menghentikan langkah seorang cewek dengan rambut sepunggung yang dibiarkan tergerai lalu menarik lengannya pelan. "Gabung sini, Aileen."

***

"Hula, jagain Hukama bentar. Mama mau cuci piring."

Decakan halus meluncur dari bibirnya. Kerutan samar tak absen dari dahinya. Hula mengikat rambutnya asal, lalu menutup pintu setelah cewek berparas manis ikut masuk ke rumahnya.

"Sini, Leen. Selonjoran aja nggak papa."

Aileen menghampiri Hula yang sudah menyelonjorkan kaki seraya berbaring di samping Hukama. Menambah beban spring bed yang sengaja diletakkan di ruang keluarga. Alih-alih ikut berbaring di samping, Aileen tak kuasa menahan gemas saat Hukama berceloteh seraya mengemut ibu jarinya. Melihat Hula yang memejamkan mata seolah enggan menjaga adiknya, Aileen berinisiatif mengajak Hukama bermain.

Hula membuka matanya sekilas saat tawa merdu menyapa gendang telinga. Aileen membuat Hukama tertawa? Berpikir sejenak, Hula berucap, "Leen, jagain Hukama bentar, ya. Gue pengin ganti baju, gerah, sumpah ...."

"Iyaaa, sana aja." Aileen meraih kedua tangan mungil Hukama, lalu menepuk-nepuk pelan diiringi lagu Pok Ame-ame yang disenangdungkan. Waktu berjalan membuat Aileen larut dalam kegemasan.

"Eh, Ileen. Hula-nya mana?"

Aileen memutar badan menghadap Herma. Menggeser duduk ke samping agar pandangan Herma bisa tertuju pada putranya. "Lagi ganti baju, Tan."

"Kok masih manggil 'Tan'? Panggil Mama-Hula!" Herma sedikit berteriak memanggil kala melihat Hula yang menuruni anak tangga.

"Apa, sih, Ma?"

Herma menduduki sofa bed seraya berdecak, lalu berujar, "Kamu ini .... Disuruh jagain adiknya, kok, malah Aileen yang ajak Hukama main?"

Hula ikut duduk di samping Herma. Menyomot mangga yang sudah Herma kupas dan potongi, Hula berkata, "Aileen-nya juga nggak keberatan. Iya, 'kan, Leen?"

Aileen tersenyum rikuh, lantas menjawab, "Iya, Tante. Ileen suka sama anak kecil."

Herma tersenyum simpul. Dijauhkannya sepiring mangga agar tak habis dimakan Hula, Herma menyuruh Hula dan Aileen memakan hidangan yang sudah Herma sajikan di meja makan.

"Gue aja yang cuci piringnya, La."

Hula mengambil piring kotor lain lalu membasuhnya dengan air sebelum menggosoknya dengan spons berbusa. "Nggak usah, gue bisa dimarahi mama kalo liat lo yang cuci piring."

Aileen tak bisa mengenyahkan perasaan tak nyaman. Terlebih, saat telinganya menangkap gerutuan dari bibir Hula. Cewek itu seperti enggan membersihkan piring, tapi tak mengizinkan Hula membantunya.

"Tapi--"

"Nggak papa, Ileen. Lo tunggu di kamar gue aja, sana."

Aileen mengembuskan napas perlahan. Mengikuti perintah Hula agar menunggunya di kamar. Namun, langkahnya urung saat Hula memanggil namanya pelan.

"Bukunya langsung ambil aja di ransel gue, Leen. Bentar lagi gue nyusul, ya ...."

***

Bab 2 di tanggal 2, sep. Terima kasih buat yang mampir!

Tasikmalaya, 2 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top