Hujan, Pelangi, Indah

Aku tidak tahu apakah ini cinta, atau hanya rasa ketertarikan biasa. Aku benar-benar bingung juga merasa bersalah dan berdosa.

Seharusnya aku ada di rumah malam ini. Tapi, aku malah membiarkan diriku bermalam di apartemennya. Bahkan melakukan aib itu bersamanya.

Pantas saja aku merasa janggal saat mencium pinggiran cangkir berkopi tadi sore saat hujan turun. Benar saja, wanita itu telah memberikan sedikit keajaiban disana.

"Chanyeol?" Tanya wanita itu.

Aku--yang terduduk tanpa atasan di pinggiran kasur--pun menoleh, mendapatinya mengusap mata. "Hm?" Balasku.

"Kenapa bangun? Ini bahkan masih malam. Tidurlah lagi." Kata nya.

"Tentu, aku akan menyusul."

"Baiklah."

Si surai merah muda itu pun kembali menarik selimut dan mencoba meraih alam mimpi. Aku mendesah berat, semua ini membuatku pusing. Aku butuh tidur.

Lalu aku mengarahkan diriku untuk telentang di sampingnya. Dia berbunyi, "Kau... tidak akan meninggalkan ku setelah ini kan?" Tanyanya.

"Uhm, tentu saja. Aku akan bersamamu--"

"--Mawar."

****

Sudah terhitung sebulan sejak kejadian terlarang itu. Entahlah, rasa tertarikku untuk Mawar seakan memudar. Namun, ia menghampiriku saat pulang kantor.

Ia berdiri dengan sangat--yah, aku akui dia terlalu anggun dan menyilaukan seperti bohlam. "Ada apa?" Tanyaku.

Tetiba wanita itu tersenyum dan tangan kirinya menarik poninya untuk dibawa ke belakang telinga. Sedangkan tangan kanannya mengambil sesuatu dari kantong blazernya.

"Aku hamil, Chan."

Mawar benar-benar bisa membuat duniaku berputar terbalik. Ah, sepertinya bukan Mawar. Tapi aku.

"Aku hamil anakmu, Chan."

Tanganku gemetar saat memegang alat yang entah apa namanya ini. Menunjukan garis dua dan tentu aku tahu apa artinya.

Ya Tuhan, apa yang telah kulakukan?

Mawar memelukku tiba-tiba. Aku masih shock. Bahkan kami menjadi tontonan orang-orang yang berlalu lalang.

"Apa? Tuan Park menghamili Nona Mawar?"

"Hell, bahkan dia punya istri di rumah."

Gibahan kecil dari beberapa wanita itu membuatku tersadar, diam-diam aku menajamkan pendengaranku.

"Malang sekali nasib istrinya."

"Benar, suaminya sangat brengsek."

"Wanita itu juga, berani-beraninya dia merebut suami orang."

"Baekhyun adalah orang yang berperangai baik, aku menyukainya. Tapi kenapa nasibnya jadi seperti ini?"

"Aku harap suaminya dan selingkuhannya akan hidup sengsara."

"Ya, semoga saja."

Baekhyun?

Apa yang akan aku lakukan padanya?

Apa yang telah ku lakukan padanya?

Ya Tuhan, aku benar-benar antagonis. Aku menjadi tokoh sumber kebencian disini. Yah, walaupun aku tidak sendiri.

Akupun melepas pelukan Mawar dan tersenyum kecil, kemudian mengusap kepalanya.

"Kita akan segera menikah kan, Chan?" Tanyanya dengan senyum.

Aku mengangguk menyetujui ajakannya. Tanpa pikir panjang dan tanpa logika.

"Baekhyunku yang malang."

"Semoga suamiku tidak sebrengsek suaminya."

"Aku memikirkan nasib Baekhyun."

"Kau benar, lebih baik kita memberi semangat pada Baekhyun daripada menggosipi makhluk tidak tahu malu."

"Ayo berangkat, Mbak Sulisa."

"Ayo, Mbak Jeninten."

****

Sore itu, aku membeberkan segala dosaku pada Baekhyun. Bahkan kami berencana untuk bercerai.

Aku juga ingat saat Sehun menangis di meja makan. Menangis karenaku. Aku merasa sudah menjadi seorang ayah yang jauh dari kehormatan. Aku ayah dan suami yang tidak tahu malu.

Ini sudah 2 tahun, bahkan aku belum bisa menghilangkan atau menghapus histori terkelam dalam hidupku.

Dua tahun lalu pula, kenyataan menamparku. Mawar ternyata bukan hamil anakku. Faktanya, dia telah hamil bahkan sebelum mengenalku. Kira-kira seminggu sebelum kejadian itu.

Aku bodoh sekali. Hahaha.

Tipu dayanya telah membuatku dalam keterpurukan. Aku duduk sendirian di meja makan dengan segelas teh hangat, membayangkan ketika Baekhyun dan Sehun duduk bersama. Menghiburku sepulang aku bekerja dan lelah lahir batin.

Dari kecil aku mendambakan keluarga yang sentosa, tapi apa? Aku menghancurkan dambaanku sendiri.

Aku tidak bisa menyalahkan Mawar dalam kasus ini. Murni kesalahanku. Karena aku mau saja ditipu daya olehnya. Karena aku menjadi manusia bodoh yang memilih untuk bercerai. Karena aku manusia yang mudah terpengaruh.

Ini murni salahku.

"Baekhyun, bagaimana kabarmu?"

****
Surai blonde itu tengah bersepeda sepulang dari pasar. Baekhyun membeli beberapa sayuran yang akan digunakannya untuk santap siang hingga malam.

Kehidupannya di Bucheon jauh lebih baik daripada kehidupan mantan suaminya di ibu kota Indonesia sana.

Baekhyun hidup bahagia dengan neneknya--buyut Sehun--juga dengan anaknya, Sehun.

Ia tidak terlalu payah dalam urusan membaur dengan populasi kulit putih disana. Selain karena kulitnya juga putih, Baekhyun juga memiliki darah Korea. It's obvious, ia punya nenek di Bucheon.

Untuk urusan bahasa, memang perlu sedikit menyesuaikan lidah dan pola kalimat yang tentunya berbeda dari bahasa sebelumnya.

"Sehun? Kau sudah pulang?" Kata Baekhyun ketika melihat putra bongsornya duduk lesehan di depan tv.

Sehun yang mendengar suara ibunya pun menengok ke arah suara, "Ujian sudah selesai Bu. Kini hanya ada yang namanya sekolah jalan-jalan."

"Ada-ada saja. Nenek mana?"

"Di belakang, sepertinya memetik tanaman."

Baekhyun pun mengangguk dan berjalan menuju dapur. Meletakkan belanjaannya yang di dominasi oleh sayuran.

"Sepertinya, merebus ayam ini dalam rebusan kimchi akan jadi nikmat."

Baekhyun pun mengambil stok kimchi di sebuah lemari. Memotong beberapa dan mengembalikan sisanya.

Lalu mengambil wadah untuk meletakkan potongan sayur, juga panci untuk merebus.

Dada ayam yang ia beli pun dipotong sedemikian rupa, seukuran sekali suap. Lalu ia memotong wortel, kentang, daun bawah, bayam, bahkan nanas, dan juga jamur.

Saus gochujang--sejenis pasta cabai-- adalah salah satu bumbu penting dalam resep kali ini. Baekhyun pun mengambil bawang putih cincang, bubuk cabai, minyak wijen, gula, lalu mencampurnya dengan gochujang.

15 menit ia habiskan untuk mempersiapkan semuanya. Hingga teriakan sangar Sehun mengalihkan perhatiannya.

"Sehun? Ada apa?" Tanya Baekhyun agak berteriak.

Tak kunjung mendengar suara anaknya, Baekhyun pun berlari kecil menuju arah teriakan Sehun tadi.

"Sehun ada ap--"

"Baek."

Baekhyun terkejut melihat pria dengan postur familiar itu tengah berjongkok dan memegang pipi bagian kirinya. Sementara Sehun berdiri di depannya menunggi Baekhyun dengan tangan kanan yang terkepal. Sehun terlihat sangat kacau.

Spontan Baekhyun menarik lengan Sehun menjauhi pria masa lalu nya itu.

"Kau tidak apa-apa, kan?" Kata Baekhyun sambil memeluk Sehun.

"Tidak apa-apa, Bu." Balasnya.

"B-Baekhyun? Kau... Baekhyun?" Refleks pria itu meraih Baekhyun dan memeluk si mungil.

Namun Baekhyun berusaha melepas dirinya hingga jalinan peluk pria itu lepas. "Bagaimana kau bisa kemari?"

Pertanyaan bodoh.

"Aku-aku merindukan mu. Aku merindukan kalian." Kata Chanyeol.

Baekhyun tertegun melihat penampilan pria di depannya ini. Bagian bawah mata yang terlihat menghitam, juga dengan kumis jenggot yang tumbuh seperti gulma. Jangan lupa rambutnya yang terlihat kacau seperti hati saat balon hijau meletus.

"Pergilah!" Kata Sehun.

"Sehun! Aku merindukan mu! Ayah merindukan mu, nak. Ayah mohon kembalilah."

Sehun menatap nyalang tiang menyedihkan di depannya itu. "Aku tidak punya ayah. Aku hanya punya ibu."

Kalimat itu menusuk bagian terdalam kalbu Chanyeol. Hingga pria 42 tahun itu tidak bisa menahan isak tangisnya.

Memalukan sekali menangis di depan mantan istri dan anaknya itu.

"Aku-aku, aku mohon maafkan aku, Baek. Hidupku suram tanpamu dan Sehun. Aku mohon kembali lah."

"Kau pikir hidupku tidak suram, hah?" Tanya Baekhyun sarkastik.

Chanyeol mendongakkan kepalanya dan menatap langsung netra mantan istrinya itu. "Apa?"

"Aku sudah hidup bahagia dengan Sehun jadi kumohon pergilah! Ingatlah kalau Mawar sedang menantimu di rumah! Bagaimana mungkin ia membiarkan suaminya berkelana seperti orang tidak waras hanya untuk menemui mantan istrinya. Lalu bagaimana dengan anak--"

"Aku tidak menikahinya."

Baekhyun dan Sehun melongo ketika ucapan ayah Sehun menggelora.

"Dan dia tidak hamil anakku."

"Kau mau menipuku, huh? Kau sudah cukup menipuku, Chanyeol!"

"TIDAK!" Chanyeol kalap.

"Mawar membohongiku. Bukan aku yang menghamilinya. Aku akui memang aku sempat berhubungan badan dengannya tapi bukan aku yang menghamilinya."

"Apa yang kau katakan, Chanyeol?"

"Aku ditipu, ia hanya memanfaatkan ku. Aku memaksanya mengaku ketika aku bertemu dengan pria yang mengaku telah menghamili Mawar. Bahkan ia meminta maaf padamu."

Sehun merubah pandangan jijiknya menjadi pandangan datar sedatar datarnya. "Itu saja?"

"Maaf Tuan, kami tidak peduli. Pergilah sebelum kau diamuk masa."

Kalimat itu menjadi kalimat penutup pertemuannya hari ini dengan anak semata wayangnya.

Pintu tertutup dengan kasar dan Chanyeol merasa benar-benar putus asa. "Dengarkan aku Baekhyun, dengarkan ayahmu Sehun. Ayah tidak akan berhenti sebelum kalian kembali ke naungan ayah."

Chanyeol pun pergi meninggalkan dua orang terkasihnya yang sedang dilema kondisi.

Baekhyun terduduk di depan pintu rumahnya yang tertutup. Sementara Sehun berdiri di belakangnya dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Hiks..." Ibunya terisak.

Terdengar simpel namun pedih, tidak bisa terbayang bagaimana Sang Ibu menyembunyikan rasa sakitnya selama ini.

Sehun berjalan gontai mendekati ibunya lalu memeluk pria mungil itu dari samping. "Ibu jangan menangis lagi." Kata Sehun, suaranya dibuat parau.

Baekhyun menyeka air matanya dan berkata, "Ibu tidak menangis, Sehun."

"Aku tidak bisa melihat Ibu seperti ini terus."

"Sudah, sudah. Ibu tidak menangis lagi, lihat." Baekhyun mendongakkan kepala Sehun mempertemukan manik coklat terangnya dengan manik gelap Sehun--yang sewarna dengan milik Chanyeol.

Baekhyun menarik sudut bibirnya membentuk sabit yang terlihat dipaksakan namun manis dalam satu waktu. "Ibu tersenyum, kau juga harus tersenyum, ok?"

Sehunpun menampakkan senyumannya, cenderung dipaksakan pula. "Tentu."

****

Chanyeol terduduk di kasur hotelnya. Setelah menerima penolakan keluarganya tadi, ia merasa buruk. Penyesalan. Sedih. Entahlah, semuanya terasa begitu faktual.

Mengingat hal-hal apa saja yang terjadi saat keluarga tidak ada. Bagaimana Mawar terenggut nyawanya oleh sebuah mobil sedan yang melaju membelah jalan pada malam itu.

Hingga bayi mereka--Ah, bayi Mawar pun ikut terambang nyawanya. Karma memang sesimpel itu.

Juga bagaimana Chanyeol dipecat dari perusahaan karena tidak sengaja memasukan berkas proposal kerja sama ke mesin penghancur kertas. Hanya karena memikirkan nasib dirinya yang ditinggal Mawar. Egois.

"Baekhyun."

Chanyeol menangis lagi, menyalahkan semua orang atas nasib buruknya. Padahal, itu kesalahannya.

Mawar adalah penipu ulung, menipu dengan wajah cantiknya, namun begitu busuk di dalam. Hanya saja, Chanyeol sadar sangat terlambat.

Chanyeol juga pernah mengunjungi beberapa teman Mawar saat itu. Ketika Mawar masih hidup dan sedang berada di rumah Chanyeol. Sedangkan Chanyeol pulang kerja.

"Lisa!" Teriaknya.

"Ada apa, Chan?" Tanya wanita berponi kleopatra itu.

Mereka berdiri cukup lama di lobi, dan akhirnya pergi menuju kantin. Sekedar untuk bicara dan berbagi pendapat.

"Ini tentang Mawar." Kata Chanyeol.

"Dia sudah bukan temanku lagi."

Chanyeol terlihat memelototkan matanya, Sulisa dan Mawar ini adalah sepasang sismance yang cukup populer di kantor.

"Dia menjadi orang buruk, dan aku benci orang buruk." lanjut Lisa.

"Katakan padaku, apa saja yang kau tahu. Tentangnya."

Lisa pun mulai bercerita panjang kali lebar kali tinggi. Bagaimana pendahuluan saat Lisa dan Mawar bertemu sebagai teman interview. Lalu bagaimana mereka berteman dan menjadi sangat dekat. Hingga Lisa memergoki keburukan Mawar yang hobi ke bar hampir setiap Minggu. Sampai suatu hari Mawar bercerita kalau ia hamil dan saat itu pula Lisa membencinya.

Bagaimana tidak? Mawar rela dihamili oleh pria beristri. Bukan Chanyeol.

Mawar dengan segala rencana piciknya, mulai menggoda Chanyeol yang memiliki posisi tinggi di kantor. Dan, akhirnya Mawar pun mendapatkan Chanyeol, bahkan menikahinya.

Tapi sayang ia mati dalam sebuah kecelakaan, untung sekali.

Berita tentang tertabraknya istri kedua Park--Ah, selingkuhan Park Chanyeol itu terdengar dimana-mana.

"Kualat itu benar adanya."

"Aku percaya karma mulai sekarang."

"Untung saja ia tertabrak."

"Semua orang membencinya. Bahkan orang tuanya."

"Aku dengar ia juga dibuang dari rumahnya karena ia hamil."

"Kita semua tahu kalau Mawar tidak dihamili Chanyeol. Tapi Chanyeol sangat bodoh hingga mempercayai omongan Mawar."

"Tampan tapi bodoh."

"Cantik namun berduri, Mawar sekali."

Chanyeol tidak merasakan sakit apapun saat upacara kematian selingkuhannya. Ia terlihat memandang makam wanita itu dengan pandangan dingin, datar, dan menusuk.

"Ini adalah hukumannya." Kata seorang wanita saat upacara pemakaman.

Chanyeol menengok, "Menjadi jahat adalah pilihannya, ini adalah konsekuensinya."

"Aku bukan membenci putriku. Tapi aku benci sifatnya. Sejelek apapun, ia tetap putriku. Tapi aku juga tidak pernah mendidiknya menjadi penjahat seperti ini."

Chanyeol meraung sambil menyambaki rambutnya. Sprei kasur di kamar hotel itu sudah tidak berbentuk dibuatnya.

"AAARGHH!"

Chanyeol bingung. Chanyeol resah. Chanyeol kesal. Ini terlalu rumit.

Kehilangan dua orang itu membuatnya merasa 'tidak hidup'. Bagaimana pun, Baekhyun dan Sehun harus kembali.

Benar, harus kembali.

****

"Ibu"

Baekhyun tersentak dari lamun dan tangisnya, tergesa menghilangkan lelehan air matanya sebelum Sehun sampai.

Baekhyun tengah duduk di tangga belakang rumah. Bersama hujan yang tadinya mengguyur--yang sekarang sudah reda--juga dengan aroma tanah yang lembut sekali.

Ibu mungil itu berjalan agak tergesa, hingga menemukan anaknya berdiri di depan pintu.

"Park Chanyeol datang."

Chanyeol.

Masih saja.

Baekhyun pun lanjut berjalan diikuti Sehun mengekor. Terkejut melihat mantan suaminya itu tengah berdiri di depan rumahnya dengan keranjang berisi bunga.

"Cepat bicaralah."

Baekhyun yang berucap dingin tentu sudah bukan menjadi hal yang mengherankan bagi mantan suaminya. Walau begitu, Chanyeol akan tetap membujuk Baekhyun. "Ini Baek."

"Untuk apa benda bodoh itu?"

Chanyeol meremat keranjang rotan itu. Meskipun penolakan sering didapat, namun rasanya tetap saja sakit.

"Pergi lah. Aku mohon."

"Baek."

"Berhenti mengganggu hidupku."

Chanyeol menunduk. Kembali ketempat keranjang rotan. Baekhyun mulai terisak.

"Apa kau puas?" Tanya Baekhyun dengan nada gemetar.

"Baek."

"APA KAU PUAS MEMBUAT HIDUP KAMI MENDERITA!?"

Suara Baekhyun menggelora di kepala Chanyeol. Ia sungguh kaget. Tidak pernah menjumpai "sosok" ini pada diri istrinya. Ah, mantan istrinya.

"PRIA BAJINGAN!" Teriaknya.

Sehun yang mendengar kerusuhan itupun berlari ke arah Chanyeol dan Baekhyun yang berdiri di depan rumah.

Chanyeol tak sengaja melihat Sehun. "Setidaknya ijinkan aku memeluk Sehun."

"Tidak akan!"

Sehun terguncang mendengar suara itu. Itu bukan ibu nya. Ibu nya yang lembut kini di hadapannya adalah sosok gelap ibu nya. Ia yakin, ibunya akan mengungkap segalanya sekarang.

"Aku membesarkan Sehun sendiri. Kau kemana saat itu, hah?!"

"KAU SEPERTI TIDAK PEDULI PADA KAMI SELAMA BEBERAPA TAHUN, PARK!

Ya, memang benar aku yang kabur dan menghilang. Karena aku tidak mau Sehun tertular sifat bodoh mu. Aku tidak mau Sehun mengenali ayahnya yang ternyata adalah seorang bajingan!

"Tapi kau yang menghilang, Baek. Bertahun-tahun aku mencari mu--"

"Omong kosong."

Ucapan Chanyeol terpotong oleh mantan istrinya itu. Baekhyun beralih menatap Chanyeol dengan bengis. Seolah Chanyeol adalah sumber dosa di dunia.

"Tidak, Baek. Aku tidak peduli bahkan Mawar sudah mati. Aku hanya menginginkan kalian."

Mawar sudah mati? Apa itu?

"Kau pria paling brengsek. Kau meninggalkan ku untuk menikah dengan orang lain, aku kira kau akan menjaganya lebih baik dari ku sehingga tidak ada lagi Baekhyun kedua. Namun saat ia mati kau malah pergi dan tidak peduli?"

Chanyeol menunduk merasa bersalah. Baekhyun bisa melihat lelehan air mata nya mulai turun, namun itu tidak akan membuatnya labil. Benar, ia tidak akan labil.

"Bagaimana jadinya kalau semisal aku kembali, huh? Apakah aku akan menjadi Mawar kedua? Atau aku menjadi Baekhyun yang ketiga?"

Baekhyun beranjak, memutar tubuh. Namun lengan Chanyeol menariknya ke pelukannya. "Hentikan,"

"Hentikan, Baek. Ini sangat menyakitkan."

Apa ini? Aku tidak menyangka ia akan melakukan ini.

"Aku mohon padamu, aku mohon kembali lah. Aku bersumpah, aku--"

Entah mengapa, tetesan gabungan hidrogen dan oksigen itu turun dengan lembut. Menciptakan aroma khas kembali. Dua lelaki itu seolah dipeluk oleh hujan dan dikelilingi petrikor yang menenangkan.

Pemandangan itu tak luput dari pengelihatan sang anak, Sehun. Yang berdiri menyembulkan kepalanya dari belakang lemari pajangan barang antik.

"Aku tidak bisa seperti ini. Rasanya sangat kosong dan hampa."

Tangis Baekhyun pecah saat itu juga. Chanyeol berhasil membuka hati nya kembali. Orang yang sama ketika dulu.

Baekhyun menangis dipelukan Chanyeol, begitupun Chanyeol. Berulangkali berucap maaf, berharap istrinya tenang dan segalanya menjadi terkendali.

"Maafkan aku. Aku sungguh minta maaf, maaf Baek. Maaf."

"Chanyeol."

"Sudah, sudah. Aku disini."

Dan hari itu juga, Sehun mulai mengenal sosok yang selama ini ditanamkan oleh ibunya dengan segenap kebencian.

Ayahnya tidak buruk, ibu nya sangat mencintainya. Sehun harap, mereka tidak dapat dipisahkan lagi.

Formasi ini terlalu sempurna untuk
dirusak.

The end.

Tya, 250919.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top