Api semakin tinggi, semakin mendekat. suaranya terasa menakutkan apalagi sekarang Ruyi mulai mendengar suara jeritan dan bentakan marah.

Apakah jika dia tetap disini, tidak ditemukan lalu mati ditelan api, lebih baik daripada ditemukan lalu disiksa dan dibunuh.?
Tapi kalau dia tidak ditemukan, meskipun hanya mayat itu akan membahayakan posisi putri kedua yang pasti akan mati jika ditemukan.
Kaisar HuanRan ingin mempermainkan perasaan adiknya, siapapun yang berani menyambut dan berteman dengan sang pangeran akan dibunuh, apalagi sampai bertunangan dan menikah.!
Hanya tiga hari lagi, pernikahan akan terlaksana dan kaisar HuanRan tidak menemukan alasan untuk memberi adiknya kesempatan untuk berbahagia.

Ruyi terperanjat, hampir tergolek saat pintu kamar tersebut ditebas dengan pedang, didobrak dengan kasar hingga hancur berantakan.
Beberapa orang pria berpakaian perang masuk, mendekatinya.
Salah satunya maju.
"Kau Ruyi, putri kedua.?!"

Dia tidak bertanya tapi menegaskan saja saat melihat tusuk konde yang Ruyi pakai.
Ruyi mengangguk.
"nama saya Ruyi."

Ruyi tepekik saat pria itu merenggut lenganya, menyeret Ruyi keluar dari kamar tanpa menunggu kaki Ruyi memijak lantai.
Dia terus diseret ke lapangan utama dimana biasanya pelayan perempuan tidak diizinkan bahkan untuk melewatinya, lapangan itu khusus untuk acara yang hanya dihadiri para pria dari kaum keluarga bangsawan.

Terlalu banyak darah yang tersapu bajunya,
Terlalu banyak tubut tegeletak tidak beegerak yang Ruyi lewati.
Bau amis membuat perutnya mual.

Dalam posisi masih diseret, Ruyi terperangah melihat seluruh anggota kerajaan sudah berlutut disana, dengan tangan terikat kebelakang menyambung ke leher,
Tatapan Ruyi fokus pada Kaisar dan permaisuri yang sudah compang camping luka di sana sini.
Tidakkah sedikit saja orang orang ini punya rasa hormat.!?

Mereka terlihat kaget melihat Ruyi, memperhatikan tampilan Ruyi, tidak perlu dijelaskan mereka semua tau apa yang Ruyi lakukan.
Wajah sedih dan terimakasih terpancar dari wajah kaisar dan permaisuri, mereka senang Ruyi mengantikan putri mereka untuk mati.
Yang lain bingung tapi memilih diam, setidaknya ada satu diantara mereka yang selamat.

Ruyi dihempaskan ke lantai batu yang keras, memakai lengan dan sikunya sebagai tumpuan.
Dia mengerang kesakitannya dalam usahanya melindungi diri.

"Semuanya sudah berkumpul."
Pria yang menyeret Ruyi memperhatikan semua orang yang sudah dikumpulkan di lapangan tersebut.
Dia memberi kode, Ruyi terperangah melihat diseberang sana ada puluhan tentara yang mengarahkan panah pada mereka.
Apa mereka semua yang jumlahnya ratusan inj akan dihabisi dengan cara dipanah.?

Ada beberapa selir kaisar dan anak anaknya yang menjerit memohon ampunan.
Sayangnya meski sudah menjatuhkan harga diri, mereka tidak di perlakukan dengan baik, mereka menerima tendangan dan hantaman yang menyakitkan.
Si pria kejam tidak punya belas kasihan.

Permaisuri mencari kesempatan saat itu untuk mendekati Ruyi.
Meski tangannya terikat, dia tetap menempelkan tubuh mendekatkan bibirnya ke telinga Ruyi.
"Apa Ruyi ku selamat, dimana dia.?"
Bisiknya di telinga Ruyi.

"Dia pergi bersama pangeran. Aku berharap dia selamat sampai ketujuan."
Bisik Ruyi tidak mau ada yang mendengar takut ada yang akan langsung membuka rahasianya demi menyelamatkan diri mereka.

Kepala pasukan memberi tanda, pasukan memanah langsung melepaskan anak panah, menancap menghujani mereka yang tak bisa pergi ke mana mana.

"Terimakasih. Aku akan membalas kebaikanmu dikehidupan akan datang."
Permaisuri terus menghalangi Ruyi dari anak panah yang turun seperti hujan.
Ruyi membelalak saat beberapa anak panah menembus bagian belakang tubuh permaisuri, darah tersembur dari mulut wanita paling berkuasa itu saat satu anak panah menancap di leher belakangnya.
Permaisuri tergolek diatas pangkuan Ruyi yang disaat bersama melihat satu anak panah meluncur menancap di bahunya.
Ruyi menjerit rebah, dengan tangan yang bebas Ruyi memegang bahunya yang dibakar rasa sakit.

Gelombang kedua anak panah siap ditembakkan, saat itu suara derap kaki kuda Terdengar.
Pengumuman kedatangan Kaisara HuanRan, menghentikan semua tangis dan permohonan menyedihkan juga hujan anak panah.

"Yang Mulia." Pria kejam tanpa perasaan itu maju segera berlutut.
"Sesuai perintah anda, saya tidak akan menyisakan satupun diantara mereka."

Ruyi menyentuh permaisuri, terisak sedih untuk wanita yang tidak pernah menganggapnya selama ini, kini mati untuk melindunginya.

"Bawa putri kedua padaku.!"

Suara itu menghentikan tangis Ruyi yang langsung mengangkat kepala melihat ke asal suara.
Kaisar HuanRan, sebelum kematiannya Ruyi akhinya bisa melihat laki laki yang terkenal kejam tanpa ampun dan ditakuti kawan ataupun lawan.
Kaisar HuanRan, dari wajah dan tampilannya orang tidak akan percaya betapa kejam dan dingin hatinya.
Wajah itu biasanya hanya dimiliki oleh para dewa.

seperti yang dikatakan para tetua, dalamnya lautan bisa diukur tapi dalamnya hati siapa yang bisa menebak.
Rambut sama hitam tapi pikiran jelas berbeda.

Ruyi kembali tepekik saat ditarik diseret, melewati tumpukkan tubuh tak bernyawa serta ekoe anak panah yang terus menggoresnya.
Dia dihempaskan ke bawah kaki sang Kaisar yang menunduk menatapnya dengan sorot dingin mengerikan.
Ruyi bukan prajurit gagah berani, dia ketakutan, dia rasa itu wajar.
Apalagi jika Kaisar tau dia hanya pengganti, pasti siksaannya akan sangat menyakitkan, dia berdoa semoga sekuat apapun siksaan yang akan diterimanya nanti, dia tidak akan pernah mengkhianati putri kedua dan pangeran.

"Jadi ini calon adik iparku.!"

Suara itu dingin menusuk punggung Ruyi yang tidak berani mengangkat wajahnya.

"Aku dengar pernikahannya tinggal beberapa hari lagi tapi kenapa undangan belum sampai padaku.?"

Ruyi gemetar, terlalu tegang hingga semua indranya bekerja maksimal, bau amis darah membuat perutnya bergolak.
Dia membekap mulutnya, menelan kembali muntahnya yang asam menjijikkan.

"Apa adikku tersayang melarikan diri dan meninggalkanmu sendirian, dia tidak menceritakan padamu kemana dia akan pergi setelah membuat istanamu hancur."

Ujung sepatu kaisar mengungkit dagu Ruyi yang memilih patuh mendongak menatap Kaisar yang terlalu sempurna dalam rupa dewanya tapi punya hati bak siluman jahat.

"Apa kau memilih tutup mulut dan membiarkan pengecut itu kabur sedangkan kau dan keluargamu harus mati karenanya.?"

"Anda tidak harus membunuh ratusan orang jika anda hanya ingin mencari menemukan dan membunuh pangeran HuanRan.
Dengan mudah Anda bisa menemukannya.
Anda hanya ingin mempermainkan Pangeran, membuatnya hancur merasa tak berguna.
Lakukan saja tapi kenapa harus membunuh dan memusnahkan kami.?!"

Ekspresi sang Kaisara tidak berubah tapi kilatan matanya sangat menakutkan.
Dia tidak melepaskan tatapan pada Ruyi saat memberi perintah agar anak panah ditembakkan, memusnahkan mereka yang masih tersisa.

Ruyi segera menunduk, bersujud di kaki kaisar, gemetar menahan takut dan sakit di bahunya.
"Saya tidak tau yang Mulia, saya tidak tau sama sekali."
Isaknya tak berani mengangkat wajah atau melihat mata sang kaisar.

"Jadi pilihanmu, katakan kemana pangeran HaoRan atau aku akan memenggal kepala dari mereka yang masih hidup."

Kaisar mendorong bahu Ruyi yang tertancap anak panah membuat Ruyi menjerit dan tergolek ke samping, melihat anak panah yang terbang tidak menyisakan satu orangpun dalam posisi berlutut.

"Menukar nyawa satu orang dengan ratusan anggota keluargamu, itu adil.?"

Ruyi bertemu pandang dengan beberapa orang yang masih bernyawa tapi tidak akan bertahan cukup lama.
Mereka semua memilih mati daripada membuka rahasianya.
Mereka semua tau percuma saja bicara karena mereka tidak akan hidup karena sebelumnya sudah berani mengacuhkan permintaan sang Kaisar jahat.
Mereka lebih memilih mati dengan terhormat, menyisakan satu orang yang akan menyambung garis keturunan keluarga Qiang.

"Meski saat ini di hadapan anda ada pangeran HoaRan, anda tetap akan membunuh kami semua.
Anda membenci pangeran, sangat benci sampai membunuhnya saja tidak sudi.
Anda ingin menyiksanya.!"
Dengan suara begetar Ruyi menjawab, berusaha duduk memegang bahunya.

Kaisar menendang bahu Ruyi, mematahkan panah menekannya makin dalam menembus otot-otot Ruyi.

"Aku bertanya padamu, apakah kau akan mengorbankan keluargamu demi bajingan itu.?"

Ruyi melihat pada Kaisar nya yang tergolek dengan panah yang menancap diseluruh badannya.
Kaisar penguasa daerah DungMing, menggeleng pelan meminta Ruyi tetap diam meski saat itu Kaisar mencabut pedangnya, menempelkan ke leher Ruyi.

"Bunuhlah saya tapi anda tetap tidak akan merasa puas.
Kebencian itu tidak akan pernah padam kecuali dengan maaf dan penerimaan yang tulus."

Kaisar HuanRan menatap wanita ini yang konon terkenal karena kecantikannya yang luar biasa tapi nyatanya biasa saja, entah karena dia seorang putri hingga para penjilat memuji tanpa otak. tidak ada kelebihan, kecuali sikap beraninya yang luar biasa yang sungguh menarik bagi sang Kaisar.
"Apa kau mencintai Adikku tuan putri.?"
Tanyanya menekan ujung pedangnya menembus kulit leher sang putri.

***************************
(22062023) PYK








Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top