Chapter 12 - Egg and Sausage

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

IG @benitobonita

Jessica terbangun ketika dia mendengar suara pintu terbuka. Wanita itu telah memutuskan mengganti gaun seksinya dengan daster panjang setelah menunggu suaminya yang melarikan diri hampir satu jam.

Gadis yang baru berhasil tidur setelah langit hampir cerah itu melihat ke arah pria yang masuk dengan wajah masam dan bernapas lega. Dia segera turun dari ranjang untuk mendekati suaminya.

"Stanley, kau dari mana saja? tanya Jessica. Wanita itu mendongak dan memberikan tatapan khawatir. Sekitar mata suaminya terlihat hitam yang menandakan tidak cukup beristirahat.

Pria berjambang pendek itu melirik sekilas ke arah istrinya yang terlihat sangat menggoda untuk diterkam sebelum membuang muka. Stanley tidak berkata apa-apa. Dia membuka pintu lemari lalu meraih kaos cokelat berkerah dan celana panjang jins biru sebelum pergi ke kamar mandi dan membanting pintu.

Tubuh Jessica mengkerut takut. Perempuan itu melihat ke arah ruangan di mana suara air mancur terdengar dengan mata berembun. Dia tidak menyangka bahwa hari pertama pernikahannya ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Karena tidak ingin membuat suaminya lebih marah lagi, akhirnya dirinya memutuskan untuk segera berganti pakaian dan menyisir rambut lalu menunggu dengan duduk manis di sisi ranjang.

*****

Air hangat yang mengguyur kepala Stanley mulai memberikan hasil. Pria itu merasa lebih rileks. Semalaman dia terpaksa tidur meringkuk pada salah satu sofa yang berada di ruang kosong dan terbangun akibat diusir oleh salah satu staf hotel yang melintas.

Stanley mematikan pancuran lalu mengambil dan memakai handuk putih yang tersangkut di gantungan. Pria itu berjalan menuju wastafel untuk menyikat gigi sebelum sudut matanya melihat tumpukan pakaian kotor Jessica yang tergeletak begitu saja.

Napas Stanley tercekat ketika dia akhirnya dapat mengetahui warna pakaian dalam yang dipakai pengantin wanita saat hari pernikahan. Kenangan malam pertama yang gagal kembali melintas dalam benaknya. Pria itu segera menggelengkan kepala kuat-kuat. Dia tidak akan tergoda untuk menyentuh istrinya! Jessica Stoner akan mengembalikan cincin pernikahan dan kembali memakai nama Stuart dengan kondisi seperti sebelum menikah!

Stanley mengelap cermin yang berembun lalu balas menatap bayangannya dengan sangar. Dia adalah Stanley Stoner, seorang pengusaha yang jarang sekali kalah dalam melakukan negosiasi ataupun transaksi bisnis dan kali ini pria itu bertujuan untuk menyingkirkan perempuan yang telah menipunya secepat mungkin tanpa membuat dirinya kehilangan posisinya di perusahaan.

Pria itu berpakaian dan menegakkan tubuh memasang wajah untuk berperang. Perempuan menggairahkan yang menunggunya di atas ranjang tidak akan dapat meruntuhkan tekad bajanya.

Stanley membuka pintu lalu berjalan keluar. Dia mencuri pandang sejenak ke arah Jessica yang segera mendongak saat pria itu melangkah keluar.

Jakun Stanley bergerak saat dia menelan ludah. Perempuan perawan yang menipunya memang benar-benar menggoda iman. Pria itu kembali membuang muka lalu membuka pintu kamar dan berkata ketus tanpa lagi menatap wajah istrinya. "Bereskan barang-barang. Kita akan pulang setelah sarapan."

Jessica segera bangkit berdiri dan menuruti keinginan suaminya. Dia mendengar pintu kamar tertutup saat sedang mengosongkan isi lemari. Perempuan itu menoleh seketika dan mengerjapkan matanya berulangkali.

Ayahnya ingin agar dirinya menjadi istri yang baik. Maka dia akan berusaha memperoleh cinta kasih dari suaminya yang pemarah. Jessica menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya. Dia adalah Jessica Stoner dan dirinya akan menjadi istri terbaik yang pernah hidup di muka bumi. Perempuan itu membuka koper kosong yang tidak terkunci lalu mulai mengisinya dengan serampangan.

*****

Jessica membutuhkan waktu hampir 15 menit untuk memasukkan semua barang yang terlihat oleh matanya, termasuk sabun, sikat, dan sandal hotel ke dalam koper. Perempuan itu berjalan tergopoh-gopoh untuk menyusul suaminya ke ruang makan.

Suasana tempat itu cukup ramai. Para tamu hotel terlihat sibuk mengisi piring dengan berbagai jenis makanan dari bufet. Manik cokelat Jessica melihat sekeliling untuk mencari Stanley.

"Jessica! Sini!" Suara Vanessa membuat perempuan itu menoleh ke arah pojok kanan ruangan dekat jendela.

Ekspresi perempuan muda itu berubah lega ketika dia melihat kedua mertuanya dan suaminya sudah duduk di meja bundar enam kursi. Jessica berjalan mendekat ketika suaminya tiba-tiba mengambil koran yang semula terlipat rapi di dekat piring lalu membukanya lebar-lebar hingga menutupi wajah.

"Duduk," ucap Vanessa ramah. Istri Caleb Stoner tersenyum lebar dan menunjuk kursi kosong di sisi putra bungsunya.

Jessica menatap takut-takut ke arah koran yang terbentang lebar lalu menggeser kursi sedikit menjauh sebelum duduk dengan kikuk. Sebuah telur dadar dan sosis sudah tersedia di atas piring yang disodorkan untuknya.

Vanessa mengambil garpu untuk kembali memakan daging yang masih tersisa di piringnya. Dia memberikan tatapan bersahabat kepada menantunya dan berkata, "Makan. Kau pasti lapar."

"Terima kasih," balas Jessica lemah. Gadis itu mencuri pandang untuk yang kesekian kali ke arah Stanley. Namun, dia hanya bisa melihat isi koran yang menutupi wajah pasangan hidupnya.

Tanpa sadar Jessica juga ikut membaca tulisan yang terpampang di depannya. Perhatian perempuan itu tersedot kepada berita utama tentang seorang nenek-nenek yang dengan sangat mengejutkan telah berhasil menghajar pemuda yang berusaha melecehkan wanita tua itu.

"Jessica, apa kau tidak suka dengan telur? Masih banyak pilihan lain," tegur Vanessa ketika menantunya belum juga menyentuh makanan yang sudah terhidang.

"Huh?" tanya Jessica menoleh ke arah mertuanya. Dia baru saja akan membaca berita lain tentang seorang polisi yang terluka karena dikejar anjing gila saat bertugas pada malam hari.

"Kau belum menyentuh sarapanmu. Apa kau tidak menyukainya?"

Jessica kembali melihat benda kuning putih yang berbentuk sempurna juga sepotong daging yang di atas piring miliknya. "Aku suka telur dan sosis."

Perempuan itu meraih garpu dari sisi piring. Dia memotong dan memasukkan sarapannya ke dalam mulut. Stanley memutar bola mata dari balik koran. Ibunya luar biasa menjengkelkan. Sejak mengetahui bahwa istrinya masih seorang perawan, Vanessa memanjakan Jessica secara berlebihan.

"Stanley! Berhenti membaca kertas itu dan ambilkan istrimu makanan lain!" perintah Vanessa ke arah putranya yang sejak tadi bersembunyi di balik surat kabar.

"Ti-tidak usah, biar aku ambil sendiri," sanggah Jessica gugup. Dia teringat sikap kasar Stanley kepadanya sejak kemarin malam.

"Jangan! kau duduk saja," balas Vanessa cepat. Perempuan paruh baya itu bahkan menaikkan nada suara saat melanjutkan perkataannya. "Stanley! Angkat bokongmu dan bergerak!"

Caleb Stoner tidak berkomentar apa pun. Pria tua itu sibuk melahap sop ayam dan potongan roti prancis yang berada di meja makan mereka. Baginya selama tidak ada skandal bagi keluarga mereka, itu artinya cukup.

Stanley mendengkus kesal. Ibunya mengganggu konsentrasinya. Dia sedang berusaha keras menghilangkan bayangan Jessica yang memakai lingerie dengan menghafal nama-nama pemain bulu tangkis yang mengikuti kejuaraan lokal.

Pria itu meletakkan koran pada meja lalu bangkit dari kursi. Dia mendelik ke arah Jessica dan bertanya, "Apa yang kau inginkan?"

Jessica menatap suaminya dengan perasaan cemas. Dia belum mengetahui apa kesalahannya.

"Terserah," cicit gadis itu karena takut menambah aura kemarahan yang memancar dari tubuh Stanley.

Stanley memutar tubuh. Pria itu berjalan ke arah bufet lalu meraih piring dan menaruh sembarangan berbagai jenis makanan.

"Jangan terlalu diambil hati sikapnya," hibur Vanessa saat melihat wajah mendung Jessica yang mengamati tingkah Stanley, "anak itu jarang bergaul dengan perempuan, sehingga dia tidak tahu caranya bersikap ramah."

"A-aku tidak tahu mengapa Stanley bersikap seperti itu," ungkap Jessica menatap mertuanya dengan murung. "Kemarin malam semuanya berjalan lancar lalu tiba-tiba dia pergi begitu saja."

Vanessa berdeham. Dia tidak berniat menceritakan keluhan tidak wajar dari putranya. Mungkin Stanley lebih berminat dengan wanita yang sudah memiliki pengalaman di atas ranjang dibandingkan seorang gadis polos yang lugu.

"Jessica, apa kau membutuhkan sesuatu sebelum kita berpisah? Rumah kami hanya setengah jam dari rumah kalian. Aku akan membelikannya dan mengirimkan benda-benda itu ke rumah kalian."

Sebuah senyuman terbentuk pada bibir Jessica. Mertua perempuannya berusaha agar dia terhibur. "Tidak ada. Terima kasih telah bersikap baik kepadaku."

Belum juga Vanessa sempat membalas, sebuah piring berisi tumpukan makanan yang tidak sedap dipandang diletakkan secara kasar di antara mereka. Stanley telah memadukan sebuah puding cokelat, segenggam kentang rebus, seiris bacon, dan beberapa sendok sup ayam untuk dijadikan sarapan spesial khusus untuk istrinya.

"Makan!" perintah Stanley garang ke arah Jessica yang tersentak kaget.

Vanessa menghela napas. Putranya yang bodoh tidak mensyukuri berkah yang dia peroleh. Wanita itu kembali memakan sarapan paginya dan membiarkan menantunya mencoba menikmati makanan yang sama sekali tidak mengundang selera.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang^^

Akan ada give away dan flash sale dengan hadiah menarik saat open PO novel How to Melt the Stoner. Yuks, follow ig @Benitopublisher biar enggak ketinggalan ^^

15 Januari 2019

Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top