Tips 9 [END]

"Hei, tebak aku dimana sekarang?" sapa Seyon riang dari video call.

Dari layar ponsel, Kai menggumam sambil menyipitkan mata, mengamati latar tempat dimana Seyon berdiri. Hanya ada pepohonan di belakang gadis itu. Kai mengerutkan kening kebingungan. Saat gadis itu berputar, mengarahkan kameranya pada sebuah latar baru, betapa terkejutnya Kai. Nomenklatur sekolah bertuliskan William McKinley High School terpampang jelas di layar ponselnya. Tanpa membuang waktu, Kai berlarian kecil ke halaman depan sekolah menyusul gadis itu.

Setibanya Kai di gerbang, Seyon melambaikan tangan tinggi-tinggi ke arahnya. Kai menghentikan langkah lalu berjalan pelan menghampiri gadis itu. Kehadiran Seyon di tempat tersebut membuat Kai tersenyum tidak percaya, menghapus sebagian rasa ingin bertemunya kepada gadis itu. Melihat wajah Seyon yang cerah, kerinduannya seakan sirna.

"Kau sendirian?" tanya Kai. "Mana yang lain?"

"Sehun dan yang lain masih di Florida," jawab Seyon berseri. "Liburan bersama mereka sangat membosankan, jadi aku meninggalkan mereka dan memutuskan ke Ohio dengan kereta suntuk bertemu denganmu."

"Nekat sekali kau menyusulku sendirian ke sini, bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk padamu?" balas Kai khawatir.

"Kau berkata seolah-olah aku belum pernah ke Ohio sebelumnya," cibir Seyon. "Satu lagi, bukankah sudah kukatakan untuk berhenti mencemaskanku? Kai, aku bukan majikanmu lagi."

"Kau masih saja berpikiran seperti itu," ujar Kai dengan nada agak sedikit kecewa. "Kau itu pacarku. Apa aku tidak boleh mencemaskanmu?"

Seyon mengerjap canggung. Kali ini ia tidak bisa mengomel lagi. Kai terlalu terang-terangan dengan ucapannya, membuat Seyon ingin menyembunyikan wajah malunya ke dalam tanah. Pada akhirnya, Seyon tertawa manis, seketika melompat dan mendekap erat Kai, membiarkan dirinya menghangat di pelukan pria itu.

"Welcome to McKinley," bisik Kai lembut.

***

Perhatian Seyon teralihkan oleh lingkungan baru di sekitarnya. Seumur hidupnya ke luar negeri, ini adalah pertama kalinya ia mengunjungi SMA di sana dan mengamati aktivitas murid-murid. Koridor sedang ramai oleh para siswa asing yang lalu lalang. Layaknya di film-film, mereka berjalan cepat, pakaiannya santai, bahkan ada beberapa yang tak senonoh. Garis wajah mereka tidak mencerminkan paras usia SMA, terkesan agak sedikit lebih dewasa, sangat berbeda dengan orang Asia.

"Hi, Kai!" sapa seorang gadis berseragam pemandu sorak.

"Ohh, hi Vanessa!" balas Kai ramah.

Begitu mereka selesai berpapasan, Seyon memutar badan, mengamati gadis itu dari belakang. Tiba-tiba ada dua orang gadis lain yang menghampiri siswi yang baru disapa Kai. Dari jauh, Seyon bisa mendengar percakapan mereka.

Damn hot! Is he Korean?

He's tall and darn sexy! You should ask him for the next Thanksgiving party.

For sure!

Seyon tertawa kesal mendengarnya. Kepalanya lalu berputar cepat ke arah Kai yang sudah berjalan menjauh. Di Seoul maupun di Ohio, image populernya tetap melekat. Seyon agak cemberut lalu melangkah cepat menyusul Kai, melingkarkan lengannya di lengan pria itu.

"Who the hell is Vanessa?" tanya Seyon tajam.

"Neo wae irae?" jawab Kai tertawa santai. "Dia sekelas denganku di sini."

"Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi gadis itu tertarik padamu!" tambah Seyon.

"Jinjja?" sahut Kai pendek, tidak terlalu ambil pusing.

Seyon berdecak kesal. Mereka berdua lalu tiba di depan pintu kelas. Kai berniat mengambil buku di laci mejanya yang lupa dibawanya tadi. Begitu Kai membuka pintu kelas, betapa terkejutnya ia akan apa yang dilihatnya. Di kelas kosong tersebut, ada dua orang murid sedang bercumbu mesra. Kai dan Seyon tercengang. Haruskah mereka melakukannya di tempat itu?

Seyon tersenyum geli kepada mereka berdua dan mengangkat bahu. "Sorry!"

Berbeda dengan Seyon, Kai seketika menutup pintu kemudian berjalan kesal meninggalkan kelas.

"Kenapa kau jengkel?" goda Seyon. "Itu kan hal biasa di sini."

"Dasar! Kalau wewenangku sebagai ketua OSIS berlaku di sini, sejak tadi aku sudah mendisiplinkan mereka!" gerutu Kai tanpa melirik Seyon sekali pun.

Seyon memutar bola mata dengan malas. "Isshh! Ini bukan Seoul! Lagipula... bukankah kau sendiri sudah pernah berciuman di muka umum?"

Alis Kai terangkat, melirik Seyon di sebelahnya. Ia menahan senyum. "Itu hanya kepentingan drama sekolah. Kau masih saja mengungkit masalah itu."

Terus terang saja, hingga sekarang hal tersebut masih mengusik Seyon. Bagaimana tidak? Musuh bebuyutannya telah merampas ciuman pertama kekasihnya. Bukankah wajar jika Seyon uring-uringan?

Kai kemudian tertawa. "Percuma saja kau cemburu dengan musuh bebuyutanmu. Itu bukan ciuman pertamaku. Jadi, lupakan saja!"

Pria itu dengan santainya terus berjalan meninggalkan Seyon jauh di belakangnya. Seakan rahang gadis itu jatuh mendengar pengakuan kekasihnya, ia mengeryit tidak percaya. Ternyata benar dugaannya selama ini. Tak disangka sama sekali, dibalik sosok cerdas Kai, tersembunyi naluri lelakinya yang berang.

Omo!!! Byuntae!!!

***

Flashback

Pukul lima subuh, seorang gadis kecil berumur empat tahun menuruni tangga rumah dengan hati-hati. Gadis berpiyama itu lalu menyelinap masuk ke sebuah kamar tidur belakang dekat dapur. Ia mengendap-endap ke sisi tempat tidur dan tersenyum menatap bocah lelaki yang masih tertidur pulas dibalik selimut. Ia lalu bersusah payah memanjat tempat tidur dan membongkar selimut yang menutupi bocah lelaki tersebut. Dengan polosnya, ia melompat-lompat di tempat tidur.

"Kai! Kai! Bacakan aku lanjutan ceritanya!"

"Hmmm..." gumam Kai setengah sadar. "Seyonie, kau berisik sekali! Aku masih mengantuk!"

Seyon menarik kedua tangan Kai dan mendudukkan paksa badannya. Mata Kai sendiri masih terpejam. Seyon dengan penuh semangat merentangkan buku cerita di depan wajah Kai.

"Apa yang terjadi pada Aurora selanjutnya?" tanya Seyon penasaran.

Mata Kai yang lesu menyusuri tulisan pada halaman buku cerita yang ditunjuk Seyon. "Ngg... Aurora berjalan ke atas menara kastil dan menemukan mesin pintal. Tiba-tiba jarinya tertusuk jarum mesin dan tertidur pulas... hoaammm..."

Kai menguap kuat-kuat. Seyon menjadi semakin penasaran dan mengguncang-guncangkan bahu anak lelaki itu.

"Lalu? Lalu?" seru Seyon kegirangan. "Bagaimana cara agar Aurora bisa bangun?"

Kai kembali berbaring dan mengambil selimutnya. "Ahh molla! Dia kan bisa bangun sendiri kalau sudah tidak mengantuk."

Seyon memiringkan bibir. Mentang-mentang Kai sudah pintar membaca, bukan berarti ia harus sesombong itu padanya. Apa salahnya membangunkan seorang teman pukul lima subuh untuk membacakan lanjutan kisah di buku ceritanya?

***

"Jongin-ah, apa yang kau lakukan di sini? Sudah eomma bilang anak kecil sepertimu tidak boleh datang ke rumah sakit!"

Kai menangis di depan ruang rawat inap, mencengkeram rok ibunya. Mengingat bagaimana ia menyaksikan Seyon yang jatuh terguling dari tangga taman kanak-kanak, Kai benar-benar tidak ingin meninggalkan Seyon. Saat anak itu terkulai lemah, teman-teman yang lain hanya menjerit menangis, menjauh takut dari Seyon dengan kepala yang berlumuran darah. Hanya Kai seorang diri yang datang menghampirinya, merangkul gadis itu.

Sudah dua hari semenjak kecelakaan tersebut, Seyon belum juga siuman. Kai merasa seperti kehilangan gadis kecil itu. Tidak ada lagi yang membangunkannya untuk membacakan lanjutan buku cerita. Tidak ada lagi omelan dan senyuman manisnya.

"Eomma... aku ingin bertemu Seyonie... biarkan aku menemuinya..." pinta Kai terisak.

Belum sempat sang ibu menasihatinya untuk pulang, perhatiannya teralihkan oleh dokter yang baru saja keluar dari ruangan Seyon. Ibu Kai dengan cemas langsung menghampiri dokter tersebut.

"Bagaimana keadaan Seyon?"

"Kami belum dapat memastikan kapan ia akan siuman dari koma. Ia akan butuh waktu lama untuk menjalani perawatan di sini. Ada beberapa berkas yang perlu Anda urus dan tanda tangani secepatnya."

"Tapi, ayah anak ini masih di luar negeri. Bisakah berkasnya diurus nanti?"

Ketika menyadari ibunya dan dokter sedang sibuk berdiskusi, Kai menyelinap masuk ke ruangan Seyon. Ia terpaku menyaksikan Seyon yang tertidur. Kepalanya dibalut perban. Sekujur tubuhnya memar. Ada alat bantu aneh terhubung ke hidung, pergelangan tangan, dan beberapa bagian tubuh gadis itu. Kelopak matanya menutup tidak berdaya. Bunyi kardiograf jantung membuat Kai merinding takut.

Kai menapaki kursi di sisi tempat tidur dan duduk di sebelah Seyon. Melihat gadis kecil itu tersiksa, dada Kai nyeri. Ia kembali menangis, berharap Seyon akan segera siuman.

"Seyonie... bangunlah..." pinta Kai sesak. "Kau mendengarku?"

Seyon kecil masih tertidur, tidak membalas Kai sama sekali. Anak lelaki itu tertunduk, membiarkan air matanya tumpah ruah hingga kerongkongannya perih. Ia menggenggam tangan mungil Seyon.

"Ireona... saat kau bangun nanti, kau bisa menyuruhku membacakanmu lanjutan cerita itu kapan pun kau mau. Aku tidak akan mengabaikanmu lagi. Aku janji. Karena itu, bangunlah, Seyonie... Hanya kaulah sahabatku..."

Seyon masih terdiam, tak bergerak sedikit pun. Kai menatap gadis kecil itu dalam-dalam dalam isakan tangisnya. Hatinya berkecamuk dan seperti teriris melihat kondisi Seyon. Apa yang dirasakan Seyon saat terjatuh waktu itu? Ia pasti kesakitan dan ketakutan seorang diri. Kai sangat benci membayangkan perasaan itu. Ingin rasanya ia melenyapkan mimpi buruk tersebut dan memulai segalanya dari awal lagi, dimana ia masih bisa melihat Seyon tersenyum untuknya seperti biasa.

Berkat ciuman tulus dari pangeran Phillip, Aurora akhirnya terbangun dari tidur panjangnya.

Dari lubuk hati Kai yang terdalam, ia menyampaikan doa kepada Tuhan, berharap keajaiban datang, berharap semuanya akan kembali seperti sedia kala. Jika tragedi kehidupan nyata ini akan berakhir bahagia seperti dalam dongeng, Kai pun merasa tak ragu. Anak itu mencondongkan badannya perlahan dan mendekatkan bibirnya ke bibir Seyon, berharap gadis kecil itu terbangun dari tidurnya, seperti yang dialami Aurora.

Aku bersumpah akan melindungimu seumur hidupku...

***

"Ada yang ingin kau ucapkan sebelum aku kembali ke Florida?" tanya Seyon yang menggenggam sebelah tangan Kai. "Kau bersikeras tidak mau memberitahuku tentang ciuman pertamamu?"

"Selamat atas peningkatan nilai-nilaimu," ucap Kai mengalihkan perhatian sambil tersenyum. "Cepatlah masuk! Sehun dan yang lainnya sudah menunggumu pulang."

Seyon merenungkan kata-kata Kai. Kepalanya sedikit menunduk. Terus terang saja, ia berharap mendengarkan sesuatu yang lebih sebelum ia masuk ke dalam kereta. Seyon mempererat genggaman tangan Kai, tidak berniat melepasnya sama sekali. Baru kali ini hatinya terasa sangat berat untuk berpisah dengan seseorang. Pertemuan mereka hari itu memang sangat berkesan, namun berjalan terlalu singkat. Melihat wajah pria itu tersenyum, Seyon semakin enggan melangkahkan kakinya masuk ke kereta.

"Sampai ketemu di Seoul," hibur Kai saat menyadari adanya kegalauan di wajah Seyon.

Gadis itu mengangguk pelan lalu tersenyum tipis. Dengan berat ia melepaskan tangan pria itu dari genggamannya dan berjalan menjauh. Semakin ia melangkah, semakin besar keresahan yang timbul di hatinya. Jika ia tidak berbalik sekarang, maka penyesalan nanti yang akan menghantuinya.

Akhirnya, Seyon memutuskan untuk menoleh ke belakang dan berjalan cepat ke arah Kai. Diraihnya kerah baju pria itu dan memberinya sebuah kecupan kecil di bibir, membuat Kai tersentak dan menahan badannya yang hampir terjatuh. Seyon menutup matanya kuat-kuat, tidak ingin melihat bagaimana ekspresi pria itu menilai tindakannya yang tiba-tiba, takut bila ada keraguan di wajahnya.

Namun, semuanya menjadi jelas saat sebelah tangan Kai mengangkat pelan dagu Seyon dan mencium bibir gadis itu begitu dalam sambil menutup mata. Pria itu kembali menggenggam tangan Seyon lebih erat, membuat gadis itu terpana. Kai ternyata lebih berani. Pada akhirnya Seyon ikut memejamkan mata. Kini beban di hatinya berkurang, seakan ia akan sanggup berpisah dengan kekasihnya itu.

Sampai jumpa lagi, Kai...

END

Annyeonghaseyo!

Ini Morgiana. Makasih banget udah mau baca sampai chapter akhir "Gimana Biar Pinter Kayak Kim Jongin" hahaahaaaa... Sebenarnya aku tipe author yang kalo nulis fanfic chapter harus sampai selesai dulu ceritanya baru dikirim ke wordpress biar ngga gantung. Kalo aku sih, udah ngirim semua chapter, tinggal nunggu giliran admin blog untuk memposting fanfic. Jadi, aku minta maaf buat readers yang udah nunggu sampai lumutan karena mungkin admin blognya juga sedang sibuk jadi harus sabar menunggu. Kita harus bisa mengerti, ne? ;D Berhubung karena chapter 8 ngga jelas udah END apa belom, aku buatin chapter 9 yang pake tulisan END biar jelas hahahaaa... Semoga suka ya sama endingnya. Makasih untuk semua komentarnya, baik yang pedes maupun yang manis. Aku senenggg ;_;

Byebye!    

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top