Chapter 1

[ Prompt ]
Problem : dia masih saja mengaku kepada orang-orang kalau husbandonya adalah pacarnya.

***
[ Prompt accepted! ]

>Start!<

***

"Cieee, senyum-senyum sendiri. Kenapa, tuh?"

Seorang gadis dengan rambut cokelat sebahu menginterupsi, membuat si empu nyaris tersentak kalau saja ia tidak mengenal suara itu.

Aleesha menoleh, mendapati Rani yang mengintip dan langsung duduk di sebelahnya. Siang hari musim panas, memang lebih enak untuk berdiam diri di kafe begini dengan numpang wi-fi gratis.

Tidak modal memang.

"Pacarku, hehe~"

Sebentar, ada yang tidak beres.

Rani memandang baik-baik ekspresi wajah Aleesha ketika memberikan jawaban itu. Senyuman merekah sampai kedua mata menyipit, pipi sedikit bersemu merah, lesung pipit yang timbul. Ah, ini bukan ekspresi sembarangan.

Karena Rani tahu betul, 'pacar' dalam konteks yang berasal dari bibir Aleesha ini bisa berarti dua hal.

Jadi, untuk memastikan, Rani segera bertanya, "siapa?"

"Zen!"

Nahkan.

Sejenak, Rani merasa menyesal bertanya. Harusnya ia tahu ini.

"Yahoo! Tama in your areah!"

Nah, datang lagi satu.

"Tama!"

"Leesha!"

Rani menghela napas, ia segera duduk pada kursi yang tersedia. Lebih tepatnya di depan si gadis fangirl, sementara Tama segera menyusul untuk duduk di sebelah Rani. Pemuda itu juga menangkap ekspresi ganjil pada wajah si maniak 2D, jangan bilang----

"Lee---"

"---Zen memberitahuku untuk selalu makan siang, lho! Dia perhatian sekali! Pacarku memang idaman, kan? Zen bahkan barusan menelponku tadi, aku juga sempat dipanggilnya sebagai chagiya¹!"

Sebagai seorang fanboy yang pernah menggunakan aplikasi love messengger semacam itu, Tama mengerti kebahagiaan Aleesha. Tapi, tetap saja, ada rasa di sudut hati yang membisik untuk menampol gadis satu ini.

"Cuma ngingetin doang, kan? Bukan dia yang kasih kamu makan?" Rani membuka mulut, lantas segera membuka ponselnya untuk mengecek jam berapa sekarang.

Tama menahan tawanya; Aleesha segera mengkerut. Ucapan Rani tidaklah salah, namun, ia tetap kesal.

Diingatkan untuk makan siang itu, kan, spesial!

"Ih, Rani! Zen, kan, sibuk! Mana mungkin dia sempat memberiku makan siang? Lagipula, aku sudah kenyang setelah dipanggil chagiya olehnya!"

Makan tuh cinta. Rani ingin menjedukkan kepala Aleesha rasanya.

"Tapi, Alee---"

"---Zen pacarku boyfriendable banget, kan? Tentu! Dia memang sekeren itu! Kyaaa! Pacarku!"

Dahlah, Rani nyerah untuk  membawa Aleesha ke jalan yang benar. Tama sendiri menikmati drama singkat di hadapan sembari tertawa kecil.

"Sudah tampan, baik hati, perhatian, artis dan model, kaya, beuh! Dia sungguh sempurna! Pacarku Zen!"

Aleesha awalnya ingin kembali mengoceh, sebelum akhirnya satu piring roti bakar dan susu cokelat segera disajikan di meja, tepat di depannya. Pelayan laki-laki berkacamata berdehem, ia tidak protes, sebuah hal yang langka.

Dan Rani ikutan berdehem, diikuti oleh Tama. Jangan tanya, Tama hanya ikut-ikutan saja karena menurutnya berdehem formal seperti itu adalah suatu hal keren.

"Yang ngingetin kamu makan Zen, dan yang menyiapkanmu makan adalah Chandra. Jadi, siapa pacarmu, hm?" Rani berusaha sabar, masih mencoba menarik kepala halu Aleesha pada sebuah fakta yang terpampang pada kenyataan.

Tanpa rasa bersalah, Aleesha meluncurkan kekehan kecil. "Tetap Zen, dong!"

Ini anak sepertinya memang kurang bersyukur. Rani yang masih jomblo di umur 19 tahun ini jadi benar-benar ingin membungkus Aleesha dan menitipkannya ke roket untuk dikirimkan ke Mars.

Ah, jangan. Itu akan memerlukan uang yang mahal.

"Jangan lupa dimakan, kamu punya maagh, kan?" Sebuah suara bass akhirnya keluar dari mulut Chandra, sebelum akhirnya pemuda yang sedang bekerja paruh waktu itu segera berbalik dengan nampan di tangan.

Dan dengan itu, Rani dan Tama segera tertegun. Mereka diam, menunggu respon Aleesha setelah mendapat ucapan seperti itu dari Chandra.

Aleesha terlihat masih loading, maniknya mengerjap sejenak. Kemudian, kurva kecil muncul pada garis peach di bibir, semu tipis mampir di pipi. Akhirnya, ia memakan roti bakar yang telah disajikan Chandra.

Benar, bukan Aleesha yang memesan makanan, tapi Chandra sendiri.

Se-sederhana itu hubungan Chandra dan Aleesha. Meskipun memang Chandra seringkali digantikan namanya oleh Zen, pemuda itu tetap berusaha menjadi kekasih yang pantas untuk si gadis.

***

Dulu, Chandra pernah ditanya, "kenapa si Zen ini lebih sering diakui jadi pacar Aleesha dan bukannya kau? Apa kau tidak keberatan?"

Dan ketika itu, Chandra hanya dapat menghela napas. Ia membenarkan letak kacamatanya sebelum menjawab, "mau bagaimana lagi? Zen dan para husbando Aleesha memang sudah menarik hati dan bersama dengan Aleesha lebih dulu dan lebih lama dibandingkan dengan keberadaanku sendiri bersama Aleesha sekarang."

Iya, Chandra memang se-pasrah itu. Andai saja Aleesh tahu, kalau sikapnya yang lebih sering mengakui husbandonya sebagai pacar dibandingkan Chandra sendiri, dapat membuat kekasihnya jadi merasa insecure.

Ya sudahlah.

[Prompt 1 : COMPLETED]

***

Author note :

Tipe pacar cowok itu banyak, ada yang insekyur maupun selalu merasa sempurna. Tapi, bila kamu memiliki pacar insekyuran, tolong hatinya lebih sering dijaga, ya. Dia itu must protecc.

Bagaimana pendapatmu tentang fiksi satu ini? Related dengan keadaan yang ada? Pernah mengalaminya? Atau bagaimana?
Btw, ini prompt punya siapa, ya? Aku merasa tertohok, wqwqwq

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top