1. Galau gara-gara dia. Iya, husbu-nya.
[ setel musiknya! \(ϋ)/♩ ]
Aku nggak tahu cara mengatasi galaunya cewek.
Kamu bisa tanya ke Kinasih, adik perempuanku. Pernah sekali aku mendapatinya galau. Dengan kesal menggebu, dia berceloteh 2 jam tentang sahabatnya yang ... lebih akrab dengan anak pindahan. Kubilang saja untuk berteman bertiga. Kan jadi makin seru.
Tapi dia malah menuduhku nggak peka sambil menangis dan menolak bicaraku selama 1 atau 2 hari. Padahal aku juga sudah minta maaf (meski nggak tahu letak kesalahanku).
Ya Gusti. Memang salahku apa, to?
Tapi ini-
"My precious bean ... KENAPA INI TERJADI PADAMU, HUHU-"
... Kalau dibiarkan terus, Jogja bakal banjir.
[][][]
[ 1 ]
Problem: dia (gf) galau berhari-hari gara-gara adegan sedih husbu
Wow. Aku dapat prompt-ku sendiri
👁️👄👁️💅
[][][]
Ini semua berawal ketika aku mau membayar utang mi ayam pada Trixie-iya, itu nama panggilanku untuk Bellatrix, bagus, kan? Awalnya mau kukembalikan di sekolah hari ini ... sampai Kinasih mengingatkanku bahwa hari ini tanggal merah. Tawanya menggelegar, menembus seragam lengkap yang kupakai. Malu, tahu.
Jadi aku bersepeda ke rumah Trixie saja. Entah kenapa, rasanya nggak enak kalau punya utang. Ingin cepat-cepat kembalikan.
Oke. Kamu benar. Mengembalikan uang Trixie itu modus untuk bertemu. Bertemu untuk diajari materi Bahasa Inggris (ya, itu keuntungan punya hubungan dengan kakak kelas). Puas?
Apa? Aku nggak sopan karena panggil kakak kelas tanpa embel-embel kak atau mbak? Trixie itu seumuranku, sudah kenal sejak TK. Dari dulu dia cerdas dan rajin (terutama tentang astronomi), makanya bisa masuk kelas aksel. Selain itu, dia juga ceria.
[][][]
Tidak hari ini. Hari ini, dia ... terlihat murung?
Maksudku, hei, ini aku. Satu-satunya Adhyasta-mu.
Bercanda. Aku nggak senarsis itu ... setidaknya nggak di depan orang.
"Ini uang kemarin, yang buat jajan mi ayam," sambil berkata begitu, aku melempar senyum.
"Oke." Tanpa melihat mataku, Trixie menerima uang itu dan mengisyaratkanku untuk masuk.
... Bukankah biasanya aku yang oke-oke tapi sebenarnya pemahaman ga oke?
Aku membuntuti Trixie ke ruang tamu yang berdinding kuning gading. "Maaf baru mengembalikan sekarang."
"Oke." Tanpa melihatku, ia coretmengupilcoret menyandarkan badan ke sofa.
"Kamu mau aku minggat?"
"Oke."
Aku terdiam sejenak sebelum membalas, "oke." Langsung saja ku balik kanan, bubar jalan keluar.
Seolah baru sadar dari koma ringan, Trixie buru-buru menahan tanganku. Gelagapan, dia mengoreksi, "m-maksudku nggak, kok. Nggak. Tenang aja. Aku nggak apa-apa."
Kau dengar itu? Sek, akan kuperjelas kata-katanya.
"aKu NgGaK aPa-ApA."
Aku menghela napas.
"Aku pernah baca, kalau cewek bilang aku nggak apa-apa," aku menirukan nada bicara Trixie sambil mendudukkan diri di sampingnya. "Itu artinya dia nggak nggak apa-apa. Padahal nggak apa-apa kalau kamu merasa nggak nggak apa-apa."
Aku di-pause, mencerna kata-kataku sendiri yang minim variasi kata. Jangan tanya, aku juga ga tahu kenapa aku menggaruk tengkukku yang bahkan nggak gatal. "Ehmm ... kamu ngerti maksudku?"
"Ya ... 'mayan," jawabnya setengah hati. Kemudian mata biru lautnya menerawang toples berisi biskuit. Entah melamun atau menahan diri untuk makan biskuitnya sendiri.
Wow. Dia bisa menahan diri untuk makan biskuit selama 7 menit. Selama menit-menit membosankan itu, aku melihat jam, makan kuping gajah, dan merangkai kata. Mungkin tidak sampai nilai 100, tapi ini hasil kerja keras otakku selama 7 menit keheningan:
"Aku ada kalau kamu mau cerita. Jadi ..." Aku sengaja memperpanjang huruf i, memberi waktu lebih lama untuk berpikir lanjutannya.
Untung saja Trixie segera memangkas, "Kamu nggak bakal ketawa kan? Atau menganggapku dramatis?"
Itu tergantung, e, tapi ya sudah, "iya."
[][][]
Lima belas menit kemudian diisi dengan latar belakang kegalauan Trixie: kisah pilu Super Mario (entah kenapa dia terus memanggilnya Mirio, mungkin salah sebut atau aku salah dengar). Anehnya, Mario punya kekuatan menembus benda. Game Super Mario Bros sudah di-update, ya? Berarti aku ketinggalan. Aku juga baru tahu nama panjangnya Mario Togata. Selain itu, aku baru tahu Mario juga diangkat jadi anime. Kenapa nggak terkenal, ya?
"Padahal gurunya meninggal, quirk-nya hilang, tapi dia masih sok-sokan ceria. My precious bean ... KENAPA INI TERJADI PADAMU, HUHU-"
Dan tangisan Trixie meledak.
Ya Gusti. Sekarang aku harus gimana?
Kalau aku beri saran, bisa-bisa Trixie nggak sudi berbicara denganku-seperti kasus Kinasih tempo dulu. Kalau aku diam aja, juga dibilang ga peka. Serba salah.
Ragu-ragu aku melaksanakan slogan Teletubbies: berpelukaaaan. Meski tak melontar kata, hatiku menghangat ketika mendengar tangis Trixie mereda.
Rasanya senang bisa mencegah banjir dengan pelukan hangat.
[ BONUS! ]
[ Cara berterimakasih ]
"Trix?"
"Oh, ya. Makasih banget udah dengerin curhatanku. Padahal itu cuma fiksi. Bella nggak tahu gimana cara berterimakasih sama kamu."
"... ajarin materi Bahasa Inggris, bisa?"
[ Kebenaran tentang Mario ]
Sakjane aku nggak percaya Mario cebol punya kekuatan dan cerita seperti itu, aku coba saja cari di internet, Mario Togata.
Oh.
Ternyata bukan Mario.
Tapi memang Mirio.
Mukanya memang imut. Jadi ingat komik Tintin yang rajin kubaca saat pelajaran sekolah dulu. Tapi matanya-bukannya itu ga sesuai standar anime?
Weh. Kok Tintin punya badan Superman, e?
Jadi ... Mirio itu anak Tintin dan Superman?!
[ Intip sampah di otak Adhyasta! ]
Jadi tipe Trixie itu yang ceria dan kekar ... kayak anaknya Tintin-Superman? Beda banget sama aku. Aku nggak segitu ceria, badan juga biasa.
Padahal aku sering makan roti sobek, kenapa perutku masih roti lapis ya? Ga kayak anaknya Tintin-Superman? Hmmm ... Mungkin aku harus lebih banyak makan roti sobek.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top