🌶 so ...

Selamat berbuka puasa 🙆

“Kalau Mas cerita begini, aku harus apa? Mas mau cerai?”

“Ra, bukan gitu.” Tian meremas kedua tangan Rara dan berharap kata-kata itu enggak keluar lagi dari mulut istrinya. Dengannya berlutut di depan Rara yang duduk di kursi, kepalanya terbenam di atas pangkuannya, dan menciumi punggung tangan sang istri penuh sesal atas pengkhianatannya. “Mas gak mau denger kata-kata itu lagi.”

Rara bingung harus menyikapi bagaimana kejujuran suaminya ini yang tiba-tiba mengakui perasaannya terhadap perempuan lain, meski dia tidak bilang siapa orang itu Rara sudah tahu duluan. Hanya saja, dia tak menyangka bahwa Tian akan berterus terang padanya sambil berlutut minta pengampunan.

Sebagai istrinya, yang telah mengikari janji pernikahan bersamanya, Rara jelas mengalami rasa sakit yang tak dapat diungkapkan lewat kata-kata sekalipun dia sendiri telah mengetahui sebelum sang suami membongkar pengkhianatannya. Rasa sakit itu timbul karena Rara merasa gagal menjaga suaminya setelah dia gagal menjaga putranya, sehingga Tian berani mengakui di depannya bahwa dia jatuh cinta pada perempuan lain.

Ketika perasaanmu dikhianati oleh orang yang kamu sayangi, rasa sakitnya tak sebanding dengan luka ketika kamu jatuh dari sepeda motor. Sakit yang tak butuh darah sebagai pembuktian adanya luka pada dirinya. Dan sakit yang tak bisa disembuhkan dengan racikan obat dokter.

Namun, di satu sisi Rara menghargai keberanian dan kejujuran Tian padanya di saat dia sendiri sebagai istrinya sulit mengaku bahwa sebenarnya dia takut mengandung lagi semenjak kematian Dannis. Dia tidak berani berhubungan badan suami istri karena takut hamil. Dia tidak berani membawa nyawa tambahan selama sembilan bulan dan dia tidak berani mengakui ketakutan itu di depan suaminya langsung. Sementara yang Rara lakukan selama ini hanya mendesak Tian supaya mencari ibu pengganti, yang harusnya dia mengerti bahwa situasi itu pun sulit dilakukan oleh suaminya.

Rara menangis tentang semuanya dan dia tidak bisa berhenti menangis sekarang.

“Maafin, Mas, Ra.” Tian hanya pernah menangis beberapa kali dan itu selalu di depan Rara bukan orang lain.

Rara menatap kepala Tian yang tetap menunduk di pangkuannya sembari mengigit bibirnya. Dadanya terasa sesak memikirkan berapa banyak jumlah lubang di pernikahan mereka yang sengaja dibuat olehnya dan suaminya ini tanpa pernah memperbaiki lubang itu waktu ada kesempatan.

Lalu sekarang setelah semua lubang mengangga lebar bak sinkhole di pernikahannya, mereka baru menyesali semua sebab-akibatnya atas perbuatan mereka sendiri.

“Kalau sudah begini ... Mas mau apa sama aku?” Hanya kata-kata itulah yang sanggup dia sampaikan. Dan jauh di lubuk hatinya, dia sedang tidak menyalahkan siapapun atas pengkhianatan perasaan Tian terhadapnya. Perasaan itu tumbuh di hatinya karena Tian yang tergoda ingin menyicipi. Perasaan itu tidak akan tumbuh jika Tian tidak tergoda untuk menyicipinya.

Ketika semua sudah jelas dengan apa yang Tian mau, itu pun jika tidak ada campur tangan Ansel mungkin Tian akan terus menunda-nundanya, sehingga keputusan itu akhirnya dapat dia sampaikan langsung pada si perempuan baru yang telah membuatnya tergoda untuk menyicipi momen jatuh cinta keduanya.

Ah, bukan ... ini bukan salah Soraya. Ini salah dirinya sendiri yang lemah terhadap perasaannya.

Soraya yang mulai memahami kebisuannya sejak tiba di dalam ruangannya langsung tersenyum. Enggak tahu kenapa dia merasa lega karena dengan begini dia enggak perlu mengusir orang ini keluar dari ruangannya dengan kata-kata kejam.

Tidak ada banyak kata yang keluar dari mulut Tian. Ini berbeda dari sebelumnya, kali ini hanya satu kata yang terucap dari bibirnya itu.

“Maaf.”

Tidak ada perintah ataupun permintaan. Dan yang jelas dia tidak memberinya sebuah alasan untuk mengakhiri semua ini.

Tian hanya mengakui satu hal bahwa dia, “Saya lebih mencintai istri saya, Aya.”

Soraya telah merasakannya dan mengerti lebih dari apa pun itu. Jika Tian benar-benar jatuh cinta kepadanya, sejak awal dia tidak usah membuat banyak alasan untuk perasaan yang mereka miliki itu. jika dia memang mencintainya, dia pasti telah tega meninggalkan segalanya demi sesuatu yang baru di, tapi nyatanya dia tetap mempertahankan bagian lamanya. Dan Soraya pun tidak pernah menginginkan sesuatu yang lebih dari perasaannya ini untuk jadi kenyataan.

Mungkin dia pernah beranda-andai nakal bersama perasaannya ini, dengan nyali tak sebesar jari telunjuknya.

Soraya tetep tersenyum dan mengangguk samar.

“Mas Tian.”

Tian mendongak kali ini menatap wajahnya untuk yang terakhir bersama segenap perasaan yang tersisa untuknya.

“Makasih,” ucapnya setulus-tulusnya. “Udah pernah jatuh cinta sama saya.”

Tian terbelalak. Sekelebat di matanya tersirat akan keengganan untuk melepaskan sosok ini, tapi langsung sadar bahwa dia tidak boleh egois untuk memiliki keduanya. Ujung bibirnya lantas tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman.

“Oh, ya! Sebelum Mas Tian pergi,” Soraya tertarik menanyakan sesuatu sehingga mencari lampiran kertas yang dia dapat kemarin dari Andra, “boleh minta masukan soal cerita baruku?”

Tian melirik lembaran kertas yang disodorkan di depannya, sebelum menerima dan membaca isinya.

“Menurut Mas Tian ceritanya kalau diterbitkan bisa gak?” Soraya meringis. “Iya sih, alamusik belum selesai malah ketunda gara-gara ini. Tapi nih yaa, kalau saya mengajukan novel baru masih boleh gak?” Mumpung ada orang yang punya pengalaman dibidang korektor dan penerbitan, mending Soraya menfaatkan aja untuk sekadar bertanya-tanya.

Dalam hati Tian tertawa karena tak membayangkan jika akhir dari keputusaannya itu akan berakhir dengan pertanyaan Soraya tentang karyanya, sehingga membenarkan dugaannya selama ini bahwa Soraya memang telah mengesampingkan perasaannya sejak ajakannya untuk berteman saja. Tian berdecak kagum atas sikapnya ini.

Mau bagaimanapun Soraya tetaplah Soraya.

“Bisa aja, tapi saran saya mending selesaikan dulu naskah keduamu sebelum mengajukan naskah baru.”

“Gitu, ya?” Soraya mengangguk, lalu menoleh ketika pintu didorang masuk oleh orang yang sudah ditunggu sejak dua jam lalu. Dan seketika ekspresi gadis ini berubah galak. “MAS AAN KE MANA AJA, HAH?” cercanya dengan nyaring.

Sementara Tian tegang melihat kemunculan Ansel setelah sempat lupa kalau sebenarnya laki-laki itu menunggu di luar pintu dan mendengarkan dari sana.

Ansel meringis pura-pura bersalah telah pergi lewat dari janji. “Maaf, maaf, maaf, Dek. Mas lupa.”

“DUA JAM AKU NUNGGUIN, TAU GAK?!”

Ansel melirik Tian terus mengangkat bahu tak peduli dengannya lagi sambil mendekati Soraya yang tetap mengoceh itu.

Tahu diri keberadaannya tak ada kepentingan lagi, Tian segera pamit membuat Soraya lupa sebentar dengan emosinya itu. Soraya melihat ke arah sekali lagi sebelum orangnya benar-benar pergi, tapi Ansel yang tiba-tiba bergeser ke samping jadi menghalangi pemandangannya.

“Yuk, pulang?” katanya menarik perhatian sang adik supaya tidak memedulikan kepergian Tian. Baginya urusan mereka udah selesai dan adiknya ini tidak boleh memikurkan orang itu lagi.

Soraya yang hampir marah jadi urung. “Emang udah boleh?” Alisnya bertaut penasaran.

“Kamu udah empat hari ini di sini pasti boleh. Kalau gak boleh biar mas yang ngomel sama dokternya.”

“Emang berani?”

“Ngapain gak berani? Kan ini hak mas sebagai wali pasien.”

Soraya geleng-geleng sedikit takjub, kemudian tak lama dia mengangguk. “Ayok, pulang! Hehe.”

Ini ending buat kisah Aya-Tian, the and buat perjalanan kisah Aya hahaha karena kupikir Aya layak dapat kisah lagi 🏃‍♀️

Jadinya kumasukan project OTP buat seri ke-4, bisa jadi dengan judul sama Hotsy-Totsy, bisa jadi judul beda. Berhubung ada lanjutan jadinya ku-spill ajalah sosok Andra. Ntar aku kasih bonus part buat lapak ini 🌟

Ta—daaaah!

Gais, buat di Fizzo sepertinya enggak jadi (hehe kurang cocok sama kontraknya ternyata). Mau pindah pf lain, tapi nunggu acc editornya. Semoga dapat kabar, ya! 🙆

Dengan begini bisa kubilang Tian-Aya berakhir happy ending dengan kehidupan masing-masing. Hahaha.

Dan Our Times Project, Vol 002 udah brojol “Toodle-oo” kisah Theo-Aria, bisa kalian cek di lapak sebelah.

Terima kasih banyak atas dukungan vote, komentar, dan cinta kalian buat Hotsy-Totsy. Maaf kalau ceritanya masih banyak kurangnya dan belum memuaskan ekspektasi kalian.

Love,
🦏hippoyeaa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top