🤦‍♀️ salah kaprah

Cuma pengen share ini aja sih


“Masa jaman modern gak punya hape, sih?” Soraya bingung jadinya setelah dua bulan lalu sepakat mau bikin kisahnya si wajah baru, alias Theòdore, justru cowok itu mendadak hilang dan sulit buat dihubungin. Padahal mereka sepakat buat tukar informasi via pesan dan perantara mereka Andra, si bertender.

Theò enggak pernah ngasih nomer atau surai yang bisa dihubungi biar Soraya sama sumber informasinya bisa langsung touch up tanpa melalui orang ketiga. Lantaran dua bulan lalu, sebelum pemuda itu pamit pulang, dia sekadar mengatakan bahwa Soraya hanya dapat menghubunginya lewat bantuan Sabo—si pemilik kafe yang eksistensinya tak pernah nampak di mata Soraya. Lalu sekarang dia hilang semingguan dengan ceritanya yang mengantung.

Andra, penghubung informasinya dari Sabo dan Theò, hanya bisa menggeleng dan mengangkat bahu tak tahu-menahu acapkali Soraya datang dan menanyakan perihal surat Theò. Biasanya Soraya akan menerima sebuah surat yang isinya lanjutan dari kisah Theò dan kekasihnya itu. Dan ini sudah sepekan dia belum dapat perkembangan kisahnya sementara cerita yang dia tulis sudah memasuki babak pertengahan. Kalau informasinya hilang begini, Soraya bingung jadinya mau mengakhiri kisah mereka seperti apa.

Agak aneh saja, jaman secanggih ini Theò enggak punya hape atau surel. Kesannya seolah pemuda itu misterius. Hanya segelintir orang yang tahu caranya menghubunginya.

Sabo.

Tapi orangnya yang mana? Selama datang kafe, Soraya belum pernah sekali lihat tuh, pemiliknya yang sama misteriusnya kayak Theò.

Aneh-aneh aja pemuda jaman sekarang.

“Paling orangnya sibuk atau mungkin, Sabo lupa ngeprint pesannya si Theò,” kata Andra selalu dengan pikiran positifnya.

“Tapi Mas Andra. Aku udah ditanyain pembaca kapan update lagi!” gerutunya agak cemberut di kursi bar kayu itu yang entah sejak kapan udah ada nangkring di depan konter bar kafe. Mungkin sejak Soraya sering ngobrol sama si bertender sehingga Andra dengan pengertian lalu meletakkan satu kursi di sana, supaya gadis itu bisa duduk leluasa dan nyaman tanpa perlu capek berdiri melulu.

“Bilang aja ide stuck.” Jawabannya sama sekali enggak salah karena pada dasarnya ide Soraya stuck sampai di situ. Selama menulis cerita baru itu, dia hanya mengandalkan kertas HVS F4 yang berisikan surat-surat Theò kiriman dari Sabo yang dititipkan sama Andra.

Bibir Soraya terus manyun. Aslinya dia kepikiran melanjutkan kisah baru itu dengan ide-ide liarnya daripada nunggu Theò yang mulai enggak jelas orangnya ke mana. Namun, Soraya entah bagaimana merasa tak enak hati jika seenak tangan ikut campur dalam kisah pasangan tersebut. Kendati ide based on true story, tulisannya tetaplah fiksi yang sebagian isi dilebih-lebihkan bahasanya dengan majas.

Andra meletakkan satu milshake kedua favorite Soraya di depannya setelah yang pertama habis diminum. “Udah, ditungguin aja. Pasti orangnya tetap lanjutin kisahnya, kok.”

“Gimana kalau gak?” Sekelabat rasa kecewa itu muncul di matanya yang berwarna coklat terang. “Udah sepekan lho, Mas Andra.”

“Antara Theò yang lupa atau emang Sabo yang lupa ninggalin print-printannya di meja.”

“Mas Andra sekali-kali cobain deh, punya pikiran negatif jangan melulu positif,” ujarnya.

Pemuda mata belo itu tertawa. Semenjak sering ngobrol bareng, mereka jadi lebih akrab dan kompak dalam urusan tertentu. Andra yang dulu pernah sungkan ngajakin gadis ini ngobrol bareng, kini mulai terbiasa ketawa di depannya, dan Soraya yang terbiasa suka ceplas-ceplos ini pun terbiasa mengomentari pikiran positif sang bartender tersebut.

Hubungan mereka dekat udah kayak teman satu sekolah aja. Padahal Soraya tahu kalau Andra ini lebih tua darinya, cuma tiap ngobrol gitu dia selalu merasa lagi ngobrol sama teman sekolah. Terus Andra ini ternyata anak tunggal. Alasan dia cuti satu minggu dulu karena ibunya sakit dan harus rawat inap di rumah sakit sehingga Andra lalu mengambil cuti sepekan demi merawat orang tuanya. Dia enggak bakalan tega mengandalkan ayahnya yang sudah tua buat merawat istrinya.

Benar-benar anak berbakti pada orang tua.

“Mas Andra coba tanyain bosnya, deh.”

“Sabo?”

“Iya.”

Andra mengangguk paham. Soraya yang kembali haus segera mengangkat satu gelas milshake yang tak lama ada di atas mejanya, lalu menyeruput minuman keduanya itu sampai setengah isinya nyaris habis. Sudut mata gadis itu refleks melirik ke arah pintu ketika daunnya bergeser didorong dari luar. Pelanggan baru pun tiba, sosok itu langsung menyapu pandangan begitu masuk ke dalam kafe mencari eksistensi seseorang yang telah bertukar janji dengannya, dan Soraya kenal siapa orang itu, makanya dia langsung berseru memanggil sambil melambaikan tangan.

Dia Noah Kael.

Percaya enggak percaya, mereka kini jadi teman dekat apalagi setelah Soraya tahu Noah punya selera sama kayak dia. Film dan buku. Dalam urusan ini Noah nyatanya enggak jauh beda dari kakaknya, si Rara, penyebabnya bisa jadi teman Soraya.

Dua bulan ini mereka udah sering ketemuan, mengalahkan jadwal pertemuannya sama Rara. Soraya udah jarang atau mungkin belum pernah lagi ketemu Rara setelah pertemuan terakhirnya yang berujung dia kenalan sama Noah. Tapi mereka masih sering komunikasi online, apalagi Soraya dan Rara sama-sama suka nulis fiksi jadi isi chatingannya kurang lebih saling tuker ide.

“Lah, kok sendiri?” Noah mengernyit heran lihat Soraya duduk sendirian di kafe padahal janjiannya cewek ini bakalan ngajakin Bunga. Terlihat sekali dia kecewa karena sebetulnya Noah tertarik sama teman Soraya, yang dari awal konsisten cuek di hari pertama mereka kenalan dan langsung bikin Noah penasaran akan sosoknya itu sampai kemudian dia suka.

“Bunga bimbingan skripsi.”

“Terus gak jadi, nih?” Noah seriusan bakalan kecewa kalau gagal ketemu Bunga, lagi. Soalnya kemarin-kemarin dia udah gagal, terus sekarang masa gagal lagi, sih? Enggak enak banget.

Soraya langsung ketawa setengah meledek ekspresi kecewa Noah. Dia udah tahu sejak awal kalau Noah ini suka Bunga. Malahan dia juga yang menyadarkan bagaimana perasaan cowok ini terhadap temannya itu, dan mendukung hubungan mereka asal Noah siap repot cariin koresponden skripsinya.

“Tenang, tenang. Liburannya tetap jadi,” ujarnya kelewat santai. “Ntar kita jemput Bunga. Bentar lagi paling selesai bimbingan.”

“Beneran?”

“Iya. Kapan sih, aku pernah bohong?”

Noah menggeleng lalu tersenyum lega. Selama mereka jadi teman, Soraya belum pernah bohong jadi dia mudah saja percaya sama omongannya itu. Kalaupun bohong mana bakal cewek ini tetap nongol di kafe menepati janji. Dia pasti jauh-jauh hari kasih kabar Noah lewat chat kalau planning liburan ke pantai mereka gagal.

Liburan berkedok pedekate. Siasat yang dibuat Noah dan Soraya dalam strategi berjudul “How to get girlfried in 10 days!” seminggy lalu di tempat sama, Our Times Cafe. Sebuah ide yang Soraya sumbangkan terinspirasi dari film dengan judul nyaris sama, “How to lose a guy in 10 days!”

Dan Soraya usah siap diri buat jadi obat nyamuk di antara calon pasangan tersebut, karena dialah sutradara dalam serangkaian ini.

Setelah menghabiskan minumannya, Soraya lalu bangkit dan berniat membayar milshake terakhirnya yang justru ditolak Andra. Andra bilang minuman terakhir itu gratis karena Soraya udah mau nemenin dia ngobrol di bar, sementara Soraya merasa justru dialah yang telah merepotkan Andra dari kemarin karena masalah surat-surat Theò yang enggak ada kabarnya itu.

“Biar adil. Besok gantian aku yang traktir Mas Andra,” ujarnya sebelum pamit meninggalkan tempat itu.

Andra mengiyakan seiring bibir yang tersenyum mengantar kepergian Soraya bersama temannya bernama Noah. Lalu dia berbalik masuk ke ruangan khusus bagi pegawai seraya mengambil ponsel di kantong celananya.

“Hallo? Sabo? Beritanya emang bener?” Seraut yang beberapa jam lalu selalu terlihat tenang itu kini berubah kalut. Rasa cemas dan takut berkelebatan di matanya. Andra bahkan sampai meremas kepalanya kuat dan berjalan mondar-mandir di ruangan tersebut hingga menimbulkan satu pertanyaan sama di wajah para pegawai kafe yang kebetulan lewat. Tak ada lagi air muka tenang di wajahnya, yang ada hanyalah rasa khawatir tatkala Sabo di telepon menceritakan semua detail kepadanya. “Terus keadaannya?”

“Berengsek!” Kata-kata itu muncul dalam satu tarikan napas. Andra berhenti berjalan dan berdiri dengan gesture yang akan membuat orang takut untuk berdekatan, lebih-lebih matanya itu menyalang merah penuh emosi.

Kali ini Andra sulit mengerti bagaimana Theò tetap mempertahankan hubungannya sementara keberuntungan tidak pernah memihak kepadanya. Tidak pernah sedikitpun. Nasib Theò seolah selalu berujung sial semenjak jatuh cinta pada Arià. Yang mulanya dia ingin mengubah kehidupannya begitu keluar dari penjara, justru sekarang orang-orang di sekelilingnya ingin memenjarakan pemuda itu seumur hidup.

Katakanlah bahwa kehidupan Theò kini berada di tangan orang-orang yang berkuasa. Jika dia nekat bertindak dan menyinggung perasaan dua kelompok besar, dia bisa mati.

🌶 hosty-totsy🌶

“Kok gak ada orang?” tanya Bunga, heran karena rumah Noah tidak ada siapa-siapa selain mereka bertiga yang baru pulang setelah rencana liburan singkat di sebuah pantai tadi.

Karena udah malam dan Noah sepertinya enggan mengantarkan mereka pulang lantaran dia masih kepengen ketemu Bunga esok pagi, kemudian memutuskan buat mengajak dua gadis ini menginap ke rumahnya. Kebetulan satu arah sama perjalanan pulang dari ke pantai.

“Nyokap bokap lagi di rumah nenek.”

“Mbak Rara?” tanya Soraya cepat.

Bunga menoleh padanya dengan raut kaget, seolah dia baru tahu kalau Noah itu adiknya Rara, istrinya Tian. Padahal, udah tahu dari pertama dikenalim Soraya ke Noah.

Touring.”

Touring?”

“Iya. Ikut touring dari tiga hari lalu ikut Mas Tian. Paling balik ntar malam atau gak besok pagi sampai rumah,” katanya tanpa disadari bahwa dua gadis di belakangnya itu serentak menghela napas bersamaan.

“Beneran gak papa nih, kita nginep di sini?” tanya Bunga mulai ragu jika hanya ada mereka bertiga dalam satu rumah besar ini. Walaupun ada Soraya sama-sama cewek, dia tetap merasa aneh soalnya belum terbiasa nginep di rumah orang, terus apalagi orang itu lawan jenis.

Noah menggeleng lalu menyakinkan mereka—tepatnya menyakinkan Bunga—bahwa tak ada yang perlu dikhawatirin, toh mereka tidur di kamar berbeda. Kamar Noah ada di lantai atas sedang kamar tamu di lantai bawah. Noah janji enggak akan berbuat macam-macam, malah menyuruh keduanya untuk segera istirahat.

Soraya jelas menyetujui perkataan Noah; Bunga hanya mengikuti temannya. Kalau Soraya tidur, dia akan pergi ikut. Kalau Soraya melekan, dia pun akan tetap ikut. Pokoknya selama Bunga enggak ditinggal sendirian di dalam kamar itu, di tempat yang asing baginya, dia enggak akan masalah mau diajak ngapain aja sekalipun itu harus terjaga sampai dini hari.

Soraya yang ke mana-mana selalu bawa laptop itu kini terlihat fokus di depan layarnya tengah memikirkan serangkaian adegan lanjutan untuk cerita barunya. “Menurutmu enaknya gimana, Bung? Aku lanjutin ceritanya, tapi pakai ideku sendiri atau tunda ceritanya sampai ada kabar dari informasinya?”

“Cerita yang mana?”

Young Hearts Run Free.”

Bunga belum sempat baca cerita terbaru Soraya itu, dia kurang tahu garis besar isinya bagaimana, tapi dia sudah tahu dari mana Soraya mendapatkan ide ceritanya tersebut. Temannya itu pernah bercerita padanya tentang seorang kenalan di kafe yang menawarkan sebuah cerita kepadanya. Lalu setelah Soraya pikir-pikir, menurutnya trope dari ide cerita kenalannya itu menarik dan mungkin bisa disukai sama pembacanya sehingga dia pun memutuskan akan menulis kisah tersebut.

“Selama tetap nyambung ke topiknya sih, gak masalah,” balas Bunga.

“Nah, masalahnya kalau nanti si Theò gak suka kan kacau. Kesannya kayak aku sok tau banget gitu.”

“Ya aelah, Aya. Lagian yang kamu tulis itu fiksi bukan non-fiksi yang butuh data konkrit.”

“Tetap aja, Bunga. Ini based on true story.”

Bunga diam sesaat untuk berpikir. “Sama aja, based on true story masuknya tetap fiksi. Isinya pasti kamu lebih-lebihkan buat nguatin plotnya. Yang perlu kamu perhatikan cuma latar tempat, waktu, peristiwa, atau apa pun latar yang berhubungan sama fakta di lapangan. Bagian itu yang gak boleh kamu ubah.”

“Terus gimana, dong?”

“Jawabanku masih sama kayak sebelumnya.”

“Aku lanjutin sendiri, nih?”

Bunga mengangguk.

“Beneran gak papa?”

Sekali dia mengangguk. Soraya bergeming tengah memikirkan kembali pendapat Bunga sebelum dia mengambil keputuskan.

“Ya udah deh,” ujarnya lalu berbalik menghadap ke layar laptopnya lagi. Soraya kemudian fokus menggerakkan kesepuluh jarinya di atas keyboard. Mengetik dan menghapus beberapa kalimat yang menurutnya kurang pas sebagai narasi.

Bunga yang hanya menonton punggung Soraya akhirnya menyerah dan perlahan terlelap tidur, tak tahan lagi sama rasa kantuk sehingga dia pun membiarkan sang teman tetap terjaga seorang diri pada malam itu. Dan Soraya kalau udah mode fokus enggak bakalan bisa berpaling barang sedetik dari layar laptopnya.

Mood menulis baik, idenya pun lancar sehingga jari-jari dan isi kepalanya bekerja cukup baik buat malam ini. Soraya dapat merampungkan satu bab baru dengan total tiga ribu kata, yang siap dia posting besok siang nanti. Selesai sama tulisannya itu Soraya lalu melirik jam di pojok bawah kanan layar laptop. Netranya seketika terkesiap melihat angka pada jam telah berganti jadi 02.30. Saking fokus nulis sampai lupa waktu.

Soraya terkekeh geli, kemudian berbalik untuk mengecek keadaan temannya yang ternyata sudah terlelap tidur sejak dua jam lalu ditinggal nulis. Soraya tersenyum sambil meregangkan otot-otot tangannya yang pegal dan berdiri dari posisi duduknya. Terus melangkah mendekati pintu kamar ingin menagih janji Noah yang katanya mau buatin mie kuah dua telur, makanan favoritenya itu, karena Soraya udah bantuin dia pedekate sama Bunga.

Setibanya di luar kamar, alih-alih dia menemukan Noah menepati janjinya justru dia mendapati dapur kosong tanpa pemuda itu di situ. Soraya langsung mengirimi pesan, menagih janjinya, tapi balasan Noah yang tak lama tiba itu malah bikin dia melotot jengkel.

Noah: ngantuk banget, sumpah
Noah: besok ajalah aku bikinin pakai dua mie dan empat telor
Noah: tapi kalau kamu lapar bikin sendiri dulu aja. Mienya ada di lemari tas terus telurnya di kulkas

“Bedebah!” Udah bikin dia berharap dapat semangkok mie kuah dengan dua telur, tahunya cuma di-phpin doang. Soraya menyumpahi Noah dibalasan chat berikutnya dan mengancam enggak mau bantuin Noah pedekate lagi sama Bunga kalau dia enggak mau buatin mie sekarang.

Soraya maunya sekarang, bukan besok!

Tapi pemuda itu tak kunjung pula merespon balasannya. Membuat Soraya makin jengkel hingga menghentakkan kakinya di lantai. Tahu gini mendingan dia enggak usah berharap mie sama Noah.

Soraya membuang napas kasar. Berhubung dia lagi lapar banget setelah menguras seluruh energinya di depan laptop, dia kemudian terpaksa masak mie sendiri di dapur yang luas dan sepi itu. Soraya merasa asing sama perlengkapan dapur, ini pertama baginya berkeliaran di tempati. Wajar kalau matanya terus mencari-cari di antara lemari dapur gantung yang isi di dalamnya ada mie.

Nggak ada mie. Soraya hampir kecewa kalau ternyata Noah telah menipunya untuk kedua kali. Dia bilang mienya ada di lemari, terus mana nggak ada tuh? pikirnya sambil meloncat-loncat di dapur untuk melihat lebih dalam lagi isi lemari dapur gantung yang tingginya melebihi tinggi badannya.

“Cari apa?”

Soraya spontan memekik kaget dengan tubuh meloncat ke depan hingga ujung kepalanya itu langsung mencium bagian ujung lemari. Dia mendesis kesakitan sambil mengusap bagian kepalanya yang telah berdenyut-denyut nyeri.

Arghh, rese! Gara-gara Noah, nih.

Gadis itu terkesiap ketika merasakan sentuhan baru di kepalanya selain tangannya sendiri. Orang yang mengagetkannya barusan ternyata sudah berpindah tempat jadi berdiri di sebelahnya ini.

“Sakit, ya?”

Soraya menggeleng tadinya sebelum mengangguk dan meringis ngilu waktu ibu jari pria ini tanpa sengaja menekan bagian kepalanya yang sakit. Yaa ampun, kepalanya ini beneran sakit lho, efek kepentok keras ujung lemari dapur gantung gara-gara dibuat kaget sama sapaan tiba-tibanya tadi yang muncul dari belakang.

“Maaf.” Dia meringis bersalah sambil lalu mengusapkan ibu jarinya di permukaan kepala Soraya.

Soraya bergeming. Dengan mata mengerjap sekali dia pun berkata, “Udah mendingan kok.” Seraya menyingkirkan jari-jari pria ini dari kepalanya tanpa ada maksud menyinggung kepeduliaannya ini. Soraya meringis menahan denyut nyeri dan upayanya untuk terlihat baik-baik saja gagal di mata pria ini, tapi dia tetap mendongak balas menatapnya.

“Sebenarnya cari apa?” tanyanya yang sempat mengira Soraya itu maling di dapur pas dia turun dari tangga niatnya mau ambil minum sebelum mengenali siapa dia.

“Mie.”

“Kamu lapar?”

Dia mengangguk, tapi langsung mengeleng cepat sehingga menciptakan kebingungan di wajah pria itu di bawah minimnya cahaya. Keadaan rumah besar ini nyaris gelap gulita. Seluruh lampu di dalam dimatikan kecuali satu di dekat tangga sama teras rumah.

“Mienya habis,” katanya.

Sekarang dia paham mengapa tidak menemukan mie di semua lemari tersebut. Mienya habis, ya elah, dicari sampai lebaran monyet juga enggak bakalan ketemu! Soraya menggertakkan gigi, jengkel lagi keingat sama Noah yang telah menipunya.

Bener-benar, ya ...!

“Oh, ya udah, deh,” gumamnya sebagai jawaban yang sempat tertunda tadi. Soraya menatap mata itu sekali lagi sebelum berbalik dan melangkah keluar dari dapur.

“Aya.”

Panggilan itu melontar enteng di bibirnya. Menahan langkahnya yang hampir akan meninggalkan area dapur sehingga Soraya kini berhenti dan menoleh belakang. “Ya?”

Pria di dapur itu melemparkan senyum, lalu berkata, “Selamat malam.”

Soraya mengerjap sebelum ia mengangguk dan tersenyum membalasnya, “Selamat malam, Mas Tian.” Kemudian dia melangkah cepat masuk kamar dan melupakan rasa lapar di perutnya.

HAHAHAHAHAHA  🤸‍♀️

let me introduce

Kali ini bukan jodohnya Aya. Yakali, semua tokoh cowok harus suka Aya. Hahaha. Mustahil 🤸‍♀️ kita harus realitis sekalipun Aya perempuan cantik, harus tetap ada kekurangannya 🤸‍♀️

Hayo, tebak lanjut tidak Taya?

Oiyaaa, mau nulis ini sedikit:

Aku terima kritik dan saran dari kalian semua. Malah aku tuh, paling suka banget bacain komentar kalian terus balesin huhu ini tuh hiburan banget bagiku, jadi penyemangat nulis 🙆 Tapi aku gak suka sama komentar yang justru hate komen lapak Hotsy-Tosy hanya karena Tian-Aya gak end game (padahal ceritanya juga belum end). Daripada gitu mending kasih kritik atau saran, gak apa-apa seriusan, daripada hate ke masalah yg menurutku sepele. Iya kan? Ketimbang komentarnya aku hapus karena gimana ya, aku bacanya malah sakit hati 😭

Iya, aku tau kalian sayang Tian-Aya, gemes sama mereka. Tp kita juga harus realistis. Kalau nanti isi ceritanya kubuat lurus-lurus aja, uwu-uwuan doang tanpa masalah, justru aku yg bosen nulis dan akhirnya gantung atau malas lanjut 😭😭

Jadi, maaf ya, kalau kisah ini mengecewakan kalian atau Tian-Aya tarik ulur mulu. Saya minta maaf mewakilkan seluruh karakter Hotsy-Totsy yang telah saya buat ini 🙇‍♀️

Dan tidak lupa juga terima kasih buat kalian atas dukungan vote dan komentar untuk Hotsy-Totsy. Terima kasih banyak! 🙆 Pokoknya terus pantengin lapak ini selama masih ongoing hehe. Jangan lupa stay safe and healty 🙆

Sekian dan terima kasih 🙆

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top