° Four °
"Area kolamnya indah, ya~" puji Ei setelah keluar dari alam bawah sadar. Netra ungunya terus memantau area sekitar. Banyak bebatuan, dan tanaman-tanaman kecil sebagai hiasan. "Beda dengan onsen, kalau kolam air panas ini lebih alami. Aku suka."
(Name) menyusul langkah Ei dengan kegirangan. Ia membawa beberapa handuk pula untuk mereka gunakan nantinya. "Benar, kolamnya cantik sekali. Aku jadi tidak sabar untuk masuk, neesama!"
Setelah bersiap-siap dan melepas pakaian, Ei menjadi orang pertama di antara mereka yang menjejakkan kakinya ke dalam kolam. Rasa panas menjalar dari telapak kaki, dan perlahan-lahan ia memasuki kolam tersebut. "Hangatnya~ ... nyaman sekali di sini."
"Ayo cepat masuk, (Name)!" ajak Ei dengan antusias. Dia menarik tangan adiknya untuk membawanya masuk ke dalam kolam. "Hangat dan sangat menyegarkan, lho."
Tanpa basa-basi lagi, (Name) segera menyusul sang kakak untuk masuk ke dalam kolam itu. Ia merasakan hangat yang sama. Tidak terlalu panas, tapi juga tidak dingin. Hangatnya sangat cocok untuk berendam.
"Hangatnya pas sekali~"
Keduanya tertawa-tawa kegirangan, kemudian membasuh lengannya masing-masing. Sungguh bukan keputusan yang buruk untuk datang ke kolam air panas ini.
Namun, di tengah kegembiraan mereka, (Name) menyadari ada satu hal yang kurang. Ia melihat ke dekat pintu masuk, dan menyadari Shogun yang masih berdiri di sana, pun bahkan tidak melepas pakaian yang ia kenakan. "Shogun, kenapa? Cepat masuk, sini!"
"Setelah dipikir-pikir, aku tidak mau ikutan," kata Shogun sambil berjalan mendekati mereka di pinggir kolam. Ia memandang keduanya lekat-lekat. "Kalian bersenang-senanglah. Aku menonton saja."
"Kau ini kenapa, sih? Bukannya kemarin kau bilang mau ikutan?" (Name) mengernyit heran.
Shogun memalingkan wajahnya ke arah lain dan berkata, "Bukan urusanmu."
Ei dan (Name) saling berpandangan. Sebenarnya, kenapa tiba-tiba Shogun kehilangan minatnya untuk bergabung bersama mereka? Awalnya, keduanya tidak mengerti. Namun, (Name) menyadari satu hal; bahwasannya Shogun menyentuh siku dan lututnya sendiri sejak tadi.
Ah. Itu dia.
(Name) menyadari, Shogun menyentuh sendi bonekanya, tempat di mana sambungan dari tiap tubuhnya berada. Sebab, bagaimanapun juga Shogun adalah boneka.
Melihat Ei dan (Name) yang sangat 'normal' selayaknya eksistensi makhluk hidup sungguhan, membuat Shogun merasa tidak percaya diri.
"Tidak apa-apa, masuk saja cepat." (Name) mengajak Shogun sekali lagi. "Kau ini biasanya angkuh, masa hanya karena itu kau jadi tidak percaya diri, sih?"
(Name) pun membalikkan badannya, lalu menyingkap rambutnya sendiri guna menunjukkan punggung. Terpampang jelas bekas luka sayatan dan bekas cambukan. Yang paling menonjol adalah bekas tebasan berbentuk silang di punggung (Name). "Baik kau dan aku, juga orang-orang lain. Tidak ada yang sempurna, Shogun. Tubuhku pun sudah hancur, kok."
"Tubuhmu kan masih bagus, sendi boneka takkan mengurangi kecantikanmu. Jangan kelamaan berpikir dan masuk saja, sini."
Shogun memandang (Name) lekat-lekat, terutama pada bekas lukanya yang terbilang sangat mengenaskan itu. Wajar, sebab bertarung di sisi Rex Lapis bukanlah hal yang mudah. Ia tersenyum samar kemudian pergi ke tempat ganti. "Kata siapa aku tidak percaya diri? Tadinya kukira kolamnya kotor, makanya aku tidak mau."
"Tunggu sebentar. Aku lepas pakaianku dulu."
Ei tersenyum tipis melihat Shogun dan (Name) yang sudah terlihat seperti saudara. Meski seringkali bertengkar, sejujurnya ada rasa peduli di hati mereka masing-masing. Lihat saja, bahkan seorang (Name) menyadari ketidakpercayaan diri Shogun dan membujuknya untuk bergabung dengan mereka.
Setelah selesai bersiap-siap, Shogun berdiri tepat di pinggiran kolam. (Name) dapat melihat banyak sekali sendi bonekanya, dan menatap itu dari atas hingga ke bawah. Shogun masih agak sedikit ragu. Tanpa bicara lagi, (Name) pun segera menarik tangan Shogun untuk menceburkannya ke dalam kolam. "Ah, lama sekali kau!"
"Hei, tunggu, (Name)--!"
Air menyiprat ke luar kolam, bersamaan dengan tubuh Shogun yang sudah sepenuhnya berada dalam kolam pemandian air panas. (Name) terkekeh geli. "Bagaimana? Nyaman, 'kan? Hangat?"
"Kau gila ya? Bagaimana kalau tadi kepalaku terbentur?!" Shogun berseru dengan jengkel atas perlakuan semena-mena (Name).
"Ada neesama yang bisa memperbaiki kok kalau kepalamu copot, Shogun!"
"Otakmu yang copot!"
Biasanya, (Name) akan marah-marah dan membalas perkataan kasar Shogun dengan hinaan dan hujatan tiada henti. Namun, entah kenapa kali ini ia justru menikmatinya. Wajah Shogun yang sedang marah itu mengingatkan (Name) pada Ei sewaktu ia masih menjadi kagemusha, dulu sekali.
Ei kemudian menyisir rambut (Name) dengan jari, sembari sesekali membilasnya dengan air. "Rambutmu lembut sekali, (Name). Kau merawatnya dengan baik."
Gadis itu menikmati Ei yang menyisir rambutnya. Tiba-tiba, terlintas ide dalam benaknya. Tanpa pikir panjang, (Name) menarik paksa rambut Shogun yang membuatnya semakin mendekat. "Shogun, sini. Aku juga mau menyisir rambutmu."
"Hei, jangan jambak rambutku!" Shogun sedikit meringis, akan tetapi ia menuruti (Name) dan mendekatkan diri pada gadis itu. Untuk kali ini saja, ia akan membiarkan dirinya disentuh oleh (Name).
Ketiganya terjebak dalam keheningan. Ei menyisir rambut (Name), dan (Name) menyisir rambut Shogun. Sementara itu, sang Shogun hanya duduk dengan manis sambil memeluk kedua lututnya.
Untuk memecah keheningan, Shogun pun bersuara, "Hei, (Name)."
"Apa?"
"Ternyata besar juga, ya."
"Apanya?"
"Dadamu."
(Name) nyaris saja mendorong Shogun dan menenggelamkan kepalanya ke dalam air, andaikata ia tidak mampu menahan diri. Sang gadis menganga lebar, sementara Ei tertawa-tawa kecil. Wajah (Name) merona kemerahan. "Dasar sinting! Bisa-bisanya kau bilang begitu!"
"Memangnya aneh? Aku memujimu, tahu." Shogun mencibir dengan kesal. Lagi-lagi, ia terlihat salah padahal niatnya tulus memuji. "Biasanya 'kan kau terlihat rata sekali seperti papan."
"Shogun, kau ini benar-benar mau cari ribut denganku, ya?" (Name) mengepalkan tangannya erat-erat. Demi archon, dia ingin sekali mencekik Shogun saking kesalnya. Memang kurang ajar betul boneka tanpa perasaan itu.
"Sudah kubilang, aku ini memujimu. Kenapa marah, sih?"
"Sudah, sudah. Sekarang, kita harus menikmati momen kebersamaan ini, Shogun, (Name)." Sebelum mereka sempat berdebat, Ei menghentikan mereka dan memandang keduanya dengan sangat lembut. "Selagi masih bisa, nikmatilah momenmu bersama orang-orang terdekat. Sebab, suatu saat semua yang kalian lalui hanya akan menjadi kenangan."
Shogun dan (Name) sama-sama terdiam, mengingat Ei punya teman terdekat dan tiga-tiganya sudah gugur dan meninggalkan Ei. Keduanya dapat melihat kesedihan yang tersirat dalam iris ungu milik Ei.
Ei merasa sedih. Namun, setidaknya ia masih memiliki (Name), Shogun, dan Miko. Juga, sosok yang sudah lama Ei biarkan hidup dengan 'bebas' entah di mana dia sekarang? Ei hanya bisa mendoakan kebahagiannya.
Ketiganya terdiam, lalu mulai menikmati pemandangan yang ada di kolam air panas itu. Rasanya nyaman sekali, sungguh betapa senangnya mereka bisa berada dalam situasi yang sangat damai ini.
Bahkan, rencana Ei berhasil dengan sempurna. Dengan ini, (Name) dan Shogun sudah menjadi semakin akrab.
Namun, entah bagaimana ke depannya nanti, 'kan? Yah, masa depan tidak bisa ditebak. Setidaknya, bisa berdamai di saat ini saja sudah bagus untuk (Name) dan Shogun.
End
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top