1: It's Silenced but No Peace

Kami pergi ke onsen yang cukup jauh dari pusat kota Yokohama. Di sini, bahkan bagiku hampir terasa sunyi dan tenang. Orang-orang di dua mobil itu juga senyap, bahkan Higuchi dan Chuuya.

Mataku mulai menutup tanpa kusadari, merasakan ketenangan yang menghampiriku beriringan dengan suara gemericik air yang samar. Aku menarik napas panjang dan menghelanya perlahan, lalu tersenyum tipis. Jarang-jarang aku merasa tenang dan bebas. Yokohama tak ubahnya tempat bising yang membuat kepalaku berputar-putar.

Suara geraman roda, gemerisik angin yang berjabat dengan rerumputan, gemericik air di kejauhan, dan ... dengkuran Kajii yang merusak semuanya. Aku kembali merengut dan membanting diri ke punggung kursi.

"Ada apa?" Chuuya angkat suara.

Aku menggeleng. "Tiba-tiba saja, suara-suara damai ini menjadi dengkuran Kajii."

Chuuya meringis kecil mendengarku. "Kau pakai penyumpa telingamu?"

"Kapan pernah kulepas?" Terpapar suara-suara dengan pendengaranku yang tiga kali lebih tajam itu menyiksa. Lagipula, menjadi tuli tidak masuk dalam harapanku yang manapun meski aku benci kemampuan pendengaranku yang 'wah' ini.

Makanya, satu-satunya saat aku merasa cukup damai adalah ketika bersama Dazai-san. Dia berisik, tapi juga mampu meredam semuanya dan terkadang cukup pengertian.

Tapi, hari itu Nakahara Chuuya tiba-tiba memakaikan fedoranya ke atas kepalaku, menekannya sampai-sampai mataku cuma bisa terbuka sebagian.

Akan lebih baik kalau dia memberiku penyumpa telinga tambahan, tapi ini ... manis.

Aku menaikkan topiku sedikit, memandangnya dengan alis berkerut.

Berada dekat dengannga membuatku bisa mendengar detak jantungnya dengan baik. Dan itu bertambah cepat seiring dengan pipinya yang memerah. Aroma tubuhnya tiba-tiba kurasakan semakin kuat. Wangi maskulin yang segar seperti musim panas.

"Tidur saja." Sebuah permen karamel jatuh di pangkuanku, dan Chuuya kembali menurunkan fedora di kepala. Namun, aku masih bisa melihat tangannya menggantung di sisi bahuku, seolah mau membuatku bersandar padanya.

Sial, tiba-tiba jantungku menyamakan ritme dengannya, dan udara di sekitaku menjadi semakin panas. "Jauh-jauh dariku, cebol."

Chuuya hendak mengeluarkan teriakan tidak terimanya, namun terlalu terkejut saat aku menepis tangannya lalu menggeser tubuhku menjauh seperti ulat kepanasan sambil memalingkan muka.

Aku membuka permen karamel darinya, lalu suara-suara seolah menghilang, bahkan dengkuran Kajii. Menyisakan rasa karamel di mulut, dan degupan jantung kami yang belum kembali normal.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top