Chapter 4

.
.
.

"Kau tidak kembali ke kamar bersama yang lain, Nagi?" tanyamu sembari menyipitkan mata, curiga. Melihat pemuda berambut putih tersebut terlentang di teras, menemanimu di ruang makan yang tengah sibuk mengejar penyelesaian target beberapa dokumen. Sosok itu tak menjawab, hanya sibuk memejamkan mata, entah benar-benar tertidur atau hanya berbaring saja. Lantas, kau menghela napas, bangkit dan melepas haori milikmu, berniat untuk menyelimutinya yang terkena terpaan angin sepoi-sepoi.

Lenganmu dicengkram erat, kau melotot ketika terjatuh di atas dada bidang sang pelaku akibat tarikannya. Kau mendecak sebal, "Nagi! Kalau kau bangun, seharusnya respon sedikit!"

"Uhn, ya, baiklah. Tapi, bisakah kau berhenti memanggilku sebagai Nagi?"

Lagi-lagi, permintaan yang tak bisa kau tebak. Meskipun telah lama mengenalnya, namun hanya Reo yang paham betul akan keinginan hati sosok pemalas ini. Tanpa bicara, Reo akan menanggapi dengan benar. Sementara, kadang kala kau perlu menerka-nerka maksud dari perkataan dan tindakannya tersebut, meski sebagian besar ia bersikap seperti buku yang terbuka.

Tetapi, akhir-akhir ini ia susah untuk ditebak.

"Jadi, kau mau dipanggil apa? My treasure, seperti panggil Reo padamu? Genius seperti Isagi yang memanggilmu? Atau mungkin, Nagicchi?" tanyamu, mengenyitkan dahi.

"Tidak semuanya. [Name] payah kalau soal rasa peka."

Ingin membantah, tetapi tidak bisa, sosok itu terlalu menyerang hingga tak ada celah.

Posisi kalian berdua masih tidak berubah. Nagi tenggelam dalam pikirannya, mengatupkan bibir. Semua panggilan yang baru saja keluar dari mulutmu, membuat pipinya memerah, terasa panas, bahkan hingga sampai di telinga. Iris abu-abu itu melirik ke arah lain, berusaha memikirkan jawaban yang bagus, hingga kau bangkit dan kembali menyelimutinya dengan haori milikmu.

Ia tersadar, terlalu larut dalam kepalanya sendiri. Namun, ia tidak menolak. Manfaatkan saja kebaikan khususmu ini padanya, suatu hal yang tak akan dilakukan olehmu untuk orang lain selain dirinya. Lantas, ia mengangkat suara setelah beberapa lama dalam keheningan, "Seishiro. Panggil nama depanku seperti yang kau lakukan pada Reo."

"Ah, kau cemburu, ya? Semuanya kupanggil dengan nama depan, tetapi kau tidak? Haha, baiklah, baiklah," godamu sembari terkekeh pelan, memaklumi tingkah manjanya.

Lalu, kau memperbaiki dudukmu, menengadah menatap langit malam di sampingnya, mengabaikan tumpukan kertas yang berada di meja makan. Beberapa helaian kelopak bunga sakura berguguran, mungkin saja disebabkan oleh angin yang cukup kencang, namun sejuk.

Nagi memejamkan mata, menikmati hangatnya sekaligus harum dari haori milikmu, "Soal pernyataanku tadi, apa kau benar-benar tidak mendengarnya?"

"Ah, mengenai itu ..."

Kau menggantungkan kalimatmu, menunduk seraya menggaruk pipimu yang tak gatal. Irismu menatapnya yang telah membuka kelopak matanya, meski nampak sayu, "Sebenarnya, Isagi sudah memberitahuku tadi. Hanya saja, aku memilih untuk tidak terlalu memikirkannya. Tetapi karena Nagi kembali membahas topikー"

"Seishiro."

"Eh?"

"Dalam kalimatmu, aku belum mendengar sama sekali, [Name] memanggilku seperti itu," gerutunya, merenggut seraya mengerucutkan bibir kesal. Lantas, ia bangkit, menggenggam kain haori-mu dengan erat, mengangkat dan menaruhnya, bersentuhan di bibirmu.

Wajahmu memerah sempurna, akibat perlakuannya. Sontak saja, kau mendorongnya, terkejut.

"Na-Nagi! Apa yang kau lakukan?!"

"Tuh kan, lagi. Seishiro. Kalau tidakー"

"Ah, baiklah, baiklah, aku paham! Seishiro, berhenti lah untuk menggodaku seperti ini," sanggahmu seraya memalingkan wajah, berusaha untuk menyembunyikan rasa malu. Beruntunglah, tidak ada orang yang berada dekat di antara kalian berdua. Kalau tidak, habislah dirimu harus menelan rasa malu seumur hidup.

Sebelah alis Nagi terangkat, tatapannya datar, namun lekat, "Hm, rasanya tidak buruk juga."

Apanya yang tidak buruk?

Kau mengernyitkan dahi, kesal. Lalu, kau berdiri, berniat untuk meninggalkan Nagi dan kembali pada dokumen yang perlu kau urus. Sejak kapan jantungmu berdetak cepat seperti ini ketika bersamanya? Kau tidak mengerti, apa yang terjadi padamu. Padahal, sebelumnya, tidak pernah seperti ini.

"Apa kau akan pergi?" tanya Nagi, memiringkan kepalanya di balik punggungmu.

Kau mengangguk sebagai respon, tidak membuka mulut sama sekali. Karena dirimu bertingkah begitu, Nagi ikut berdiri, melangkah bersama di sampingmu, "Kubantu angkatkan barang-barangmu, [Name]."

Seorang Nagi Seishiro berniat membantu orang lain?

Dunia pasti sudah gila. Gelengan pelan kau berikan untuk menanggapinya. Namun, Nagi bersikeras, berakhirlah dengan kau dan dirinya yang melangkah di koridor bersama-sama. Bagaimana bisa kau terjebak dalam situasi hening ini? Sangat canggung dan aneh.

Segera, keheningan tersebut dipecah oleh beberapa suara familiar.

"Hei, bisa-bisanya kau menang seperti itu? Ini tidak adil! Kita juga harus menang, Isagi!"

"Aku tahu, Bachira. Aku lagi menganalisis bagaimana bisa dia menang seperti itu."

"Haha, sudah kubilang kalau aku bisa menyalin sembilan puluh sembilan persen dari skill kalian, bukan?"

"Ini tidak berguna. Kenapa pula aku harus bermain pingpong bersama kalian?"

"Oke, team-nya Reo menang. Ah, aku lupa kalau aku perlu kotak P3K, hm."

Tanpa menengok ke ruangan tersebut, kau sudah tahu pasti bahwa suara itu adalah mereka, para pemain di Blue Lock yang sekamar dengan Nagi. Helaan napas kasar lolos dari bibirmu, merasa lelah. Bukannya istirahat untuk latihan besok, mereka malah bermain pingpong. Toh, tidak ada yang melarang, lagipula ini liburan. Tetapi, enak saja, bila bersikap seolah tidak ada masalah seperti itu.

Kau juga, ingin menikmati liburan ini dengan riang.

"[Name]?" panggil Chigiri, menghentikan perjalanannya keluar dari ruangan seraya mengerjap kebingungan tatkala mendapati dirimu dengan Nagi tengah berdiam diri di koridor. Lalu, iris merah itu melirik ke arah pemuda berambut putih tersebut, "sudah selesai urusannya?"

Nagi diam, namun memasang ekspresi memelas, membuat Chigiri menyadari kalau rencana anak itu belum berhasil. Ia mendengkus sebal, menoleh kembali pada beberapa teman-temannya di dalam ruangan, "Oke, kita kedatangan pemain baru! Kalian semua bersiap untuk bermain lagi."

"Hah?" Kau membeo.

"Oh, seperti yang kuduga. Kalau begitu, [Name] satu team denganku, ya," sahut Reo sembari mengulas senyum lebar, nampak rencana mencurigakan terasa dari sudut bibir yang melengkung tersebut. Segera, kau berseru keras, "Tidak, tidak usah! Aku 'kan tidak pandai bermain! Hanya sebagai pengamat saja!"

"Aku tidak mau kalau [Name] satu team denganmu, Reo, biar aku saja dengannya," sanggah Nagi, tidak mau kalah. Entah kemana dokumen itu ia taruh, yang jelas ia lagi-lagi menggenggammu.

Reo memasang seringai, "Jangan begitu, Nagi. Kami sengaja seperti ini, lho. Kau satu team saja dengan Isagi. Nanti aku-[Name] dan kau-Isagi akan melawan satu sama lain dalam pingpong. Team yang menang, bisa meminta satu permintaan."

"Oke."

"Jangan terlalu cepat menyetujui, Seishiro!"

"Oh? Sejak kapan kau memanggilnya dengan nama depan?" tanya Reo, mengerjap kaget. Lalu, ia tertawa, memeluk kalian berdua dengan senang. Tentu, ia merasa bangga, setelah memperhatikan kalian berdua dari lama, akhirnya ada kemajuan juga. Lantas, ia memberikan tepukan pelan pada kedua bahu berbeda tersebut.

Gagal sudah untuk menjauhkan perasaan ini padanya. Kau tidak bisa menghindar, maupun membantah. Entah mengapa, semua orang yang berada di dalam ruangan ini seperti bekerja sama untuk menyudutkanmu.

Selisih perbedaan skor tidak terlalu jauh.

Hanya, pertandingan berakhir dengan team Nagi dan Isagi yang menang. Tentu saja, kau sudah menduganya. Kalau hanya Reo sendiri yang bermain dengan gesit dalam team, pastilah team-mu akan kalah. Kau menghela napas pasrah, merasa bersalah, "Maaf, Reo. Aku jadi bebanmu saja dalam pertandingan tadi."

"Heh, jangan dipikirkan. Ini hanya permainan saja, kok. Yah, kecuali bola, haha," balasnya, ringan.

Maksudnya ia tidak akan memaafkanmu kalau tadi adalah sepak bola?

Teman yang mengerikan.

Lantas, obrolanmu dengan Reo terhenti saat Nagi menyela, bertanya kepadamu, "Team yang kalah akan mengabulkan permintaan, bukan?"

"Eh? Oh, iya, Seishiro. Seharusnya begitu. Jadi, kau ingin apa? Traktir? Game-mu aku jokikan? Atau hal yang lain? Yah, selama masih hal yang kusanggup, ya," balasmu sembari memainkan jarimu di belakang punggung, menyembunyikan rasa gugup. Takut kalau disuruh yang tidak-tidak, tentu membuatmu cemas. Meski kau yakin, Nagi Seishiro tidak akan berbuat seperti itu padamu.

"Jadi pacarku."

Kau mengerjap, berusaha memproses. Lalu, jari jemarimu mengucek matamu dan tertawa kecil, "Ternyata yang kudengar dari Isagi tadi bukanlah candaan, ya. Hm ... baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu, Seishiro."

Tatapan sayu nan lemas itu seketika penuh dengan cahaya, meski ekspresi yang bersangkutan masih saja datar.

"Tetapi, kalau kau gagal menjadi striker terbaik di dunia, kita putus," sambungmu sembari memasang senyum tidak bersalah. Antusias Nagi seketika seolah dihantam oleh batu besar. Ia terdiam, menegak salivanya sendiri, mengerutkan dahi, namun tidak bisa membantah balik. Bahkan, seorang Mikage Reo sampai melongo karena kau memberikan perlawanan yang tak terduga.

Bachira menikmati suasana ini dengan tawa.

Kau pun kembali mengambil dokumen yang berada di samping Chigiri, lalu berjalan meninggalkan ruangan tersebut dengan aura tak bersahabat. Persetan, para teman kamar Nagi menjebakmu untuk memajukan alur hubunganmu dengannya. Apa yang akan kau katakan pada Anri dan Ego kalau mereka mengetahui hal ini?

Bukannya tidak senang. Tetapi hal ini terlalu tiba-tiba. Oh, atau mungkin, kau terlalu malu untuk mengakui perasaanmu saat ini? Yah, tidak ada yang tahu.

Beberapa detik setelah kehadiranmu tak lagi berada di tempat itu, membuat Nagi menoleh, meminta pertolongan dari pemuda dengan helaian rambut berwarna ungu tersebut. Reo mengacak rambutnya yang tengah digerai bebas, "Iya iya, aku akan membantumu mencapai dunia. Bukannya kita sudah berjanji sebelumnya? Bisa-bisanya kau panik karena takut diputuskan oleh [Name] hah .... Apa yang harus kulakukan denganmu?"

.
.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top