just another episode of furuya rei showing his love for his friends (wps)
Rei masih tidak percaya Jepang hampir saja meledak berkeping-keping karena reaksi antara dua bahan peledak cair yang membanjiri jalanan. Rei bahkan tidak tahu hal semacam itu mungkin. Sialnya sepertinya pekerjaan dia akan semakin bertambah semenjak kejadian Plamya; terbukti bahwa aksi kejahatan sudah lebih kreatif dan maju dari sebelumnya.
Tapi serius, ada apa dengan Jepang sekarang?
Seorang remaja bisa mengecil menjadi anak SD dengan memori yang masih lengkap, Black Organization yang kayaknya betah sekali singgah di negaranya, FBI dan CIA berkeliaran di mana-mana, belum lagi angka kematian yang luar biasa tinggi. Sejak kapan Jepang jadi ... berwarna seperti ini?
Melihat status Jepang sekarang, kayaknya salah banget Rei memiliki tiga identitas; tugasnya sebagai rekan pembantu sekaligus anggota PSB—Zero—sudah sangat banyak, ditambah dengan beban identitas Bourbon juga Amuro Tooru yang masih harus tersenyum natural dan membuat sandwich tiap harinya. Di saat seperti ini barulah Rei berpikir, Sepertinya enak juga jadi WNA.
Untung saja Rei segera disadarkan oleh Kazami yang meneleponnya dengan suara panik, "Furuya-san, ada kasus!" Ah, benar juga. Kekasihnya dan segala masalahnya (bukan Kazami!) Betapa Rei cinta negara ini.
***
Onsen yang Rei datangi kali ini ramai. Saat ia masuk ke kolam sudah ada lima laki-laki lainnya di sana. Yah, tak masalah, Rei malah akan lebih curiga kalau setiap ia pergi ke onsen selalu sepi.
Orang-orang tersebut tidak terlalu mempedulikan Rei. Beberapa dari mereka hanya mengangguk kepadanya sebelum kembali memusatkan perhatian pada temannya. Rei sendiri tidak mencoba memulai pembicaraan, merasa puas hanya dengan menonton. Melihat kelima orang tersebut saling bercanda dan tertawa mengingatkan Rei sewaktu masih di Akademi Kepolisian; bersama Hiro, Matsuda, Hagi, dan Ketua Date—ketika segalanya masih mudah dan bahagia, rasanya seperti hidup di utopia.
Tidak butuh waktu lama bagi Rei untuk mengembara ke masa lalu.
"Oi, Zero! Jangan berendam duluan, bantuin bilas tubuhku dulu dong!" Mendengar rengekan Matsuda, Rei yang baru menyelipkan satu kakinya ke dalam air hanya bisa menghela napas. Hagiwara masih di luar, tertahan oleh para gadis-gadis. Sementara itu, Date dan Hiro memilih menutup telinga dan bercengkrama dengan satu sama lain di ujung kolam.
Walaupun memiliki imej baik hati, ketika temannya sulit mereka seolah tak punya hati, pikir Rei dengan pahit, merutuki kenapa dia harus kalah suit. Rengekan Matsuda semakin kencang. Rei tergoda untuk mendorong Matsuda ke air, tetapi kasihan pemilik penginapannya.
Inilah kenapa geng mereka paling benci kalau Matsuda terluka walaupun tidak terlalu parah. Dia pasti jadi sangat manja dan tidak ada sehari dilewati tanpa rengekannya. Tempo hari Matsuda membuat bahunya terkilir secara tidak sengaja sehingga terpaksa melakukan sesuatu dengan satu tangan.
Barusan mereka berempat suit sebelum masuk ke pemandian untuk menentukan siapa yang akan membantu Matsuda membilas dan mengeringkan tubuhnya. Sialnya ternyata hari ini adalah hari sial Zero.
"Pakai sabun nggak?" tanya Rei sembari membasuh rambut Matsuda.
"Nggak usah." Kedua mata Matsuda terpejam menikmati pijatan Rei di pucuk kepalanya. Inilah kenapa dia girang banget sewaktu tahu Rei kalah di suit; pijatan Rei paling enak, meskipun protes tetapi Rei tetap membantunya—lain cerita kalau ini Hagiwara. "Pakai sampo aja."
Tanpa bicara, Rei menuruti perkataan Matsuda. Pandangannya melunak mendapati ekspresi tenang Matsuda yang jarang diperlihatkannya. Kedua bahunya rileks dan kini ia setengah bersandar pada Zero.
"Jinpei-chan, jangan langsung tidur sesampainya di onsen dong!"
Matsuda yang memang hampir tertidur membuka matanya dengan kesal. "Diam kau, Hagi! Bilang aja iri!"
Melihat dirinya hampir dilempar peralatan mandi oleh Matsuda, Hagiwara mengangkat kedua tangannya pasrah. "Iya, iya. Aku cemburu banget karena Zero yang dapat kesempatan merawatmu. Furuya-chan sendiri nggak usah terlalu memanjakan anak itu, nanti makin menjadi!"
Bukannya menyelamatkannya, ketika Rei selesai membilas busa dari kepala Matsuda perkataan Hagi itu malah membuatnya semakin kena masalah karena sekarang Matsuda mengejarnya sepanjang tepi kolam—dengan hasrat ingin membunuh. Rei sendiri tidak peduli lagi dan langsung mendekati tempat Date dan Hiro berada.
"Aku nggak menduga kalau Onizuka-sensei bakal memberikan kita hadiah karena sudah menolongnya," ucap Rei. Kemarin Instruktur Onizuka memanggil mereka berlima secara terpisah selesai kelas, kemudian memberikan lima tiket ke penginapan air panas, katanya ucapan terima kasih karena sudah mencegahnya mati tergantung di tempat latihan tembak.
"Tiga bulan yang lalu, ya?" Date melipat kedua tangannya. "Walau berhasil menyelamatkannya tepat waktu, sebenarnya saat itu aku agak panik sih. Kadang tiba-tiba kepikiran juga, apa jadinya kalau kita nggak berhasil saat itu."
Hiro tampak agak kaget karena perkataan Date. "Hanchou, nggak kuduga kau orangnya begini."
"Wajar 'kan," Rei sendiri lebih kaget karena Date bisa berbicara seterbuka ini kepada mereka, "bagaimanapun Onizuka-sensei adalah instruktur kita. Dan saat itu memang sangat ... menegangkan."
Mereka bertiga menoleh ketika terdengar suara jeburan air keras. Hagiwara pada akhirnya tidak sanggup juga melawan Matsuda yang hanya bisa menggunakan satu tangan dan pasrah didorong ke kolam. Mereka bertiga kembali memalingkan kepala.
"Benar ya, yang namanya kematian itu bisa terjadi kapan saja." Matsuda yang baru bergabung ikut menimpali, sedari tadi mendengarkan perkataan mereka. "Agak ngeri juga."
Hiro yang baru saja melihat Matsuda mendorong Hagiwara ke kolam beberapa detik lalu, ketika melihat Matsuda menggerakkan bahunya pelan-pelan akhirnya bersuara. "Bahumu gimana?"
"Yah, lumayan," jawab Matsuda tak acuh. "Lihat sendiri 'kan tadi aku sudah bisa mendorong si brengsek Hagi itu. Lumayanlah, dapat peregangan."
"Jahat banget!" Hagiwara memekik tak terima. "Jinpei-chan, sejak kapan kau se-anarkis ini?!"
"Aku mungkin nggak kenal senpai dari dulu, tetapi kayaknya dia selalu kayak gini hanya padamu deh," ujar Date.
Hiro mengangguk menyetujui. "Perlakuan spesial. Untung ya, Hagiwara?"
"Sebenarnya," Rei menyulut api, "kebanyakan itu karenamu juga sih yang selalu cari gara-gara."
"Kalian semua bukan temanku, ya?!"
"Woy, berisik!"
Mereka berlima terlonjak ketika teriakan penuh emosi terdengar dari sisi lain tempat pemandian—dari area perempuan, lalu kompak meminta maaf. Matsuda memukul lengan Hagiwara dengan kesal, "Ini semua karenamu, Hagi!"
"Kok jadi aku?!"
Hiro menggelengkan kepalanya melihat kelakuan duo rusuh itu. Kayaknya selama mereka berdua disatukan tidak pernah tidak ribut, pasti selalu saja ada masalah entah itu Hagiwara yang cari gara-gara dengan Matsuda yang emosian atau terkadang malah Matsuda sendiri yang usil.
Ini berarti kemanapun kita berada pasti akan kena masalah karena dua itu, batin Hiro. Soalnya separah apapun pertengkarannya, Hagiwara dan Matsuda tidak bisa dipisahkan. Hiro harap Rei, Date, dan dirinya sendiri masih bisa bertahan sampai kelulusan menangani dua orang itu.
"Eh, tapi ya," Hagiwara memilih duduk di samping Hiro menjauhi cakaran Matsuda, sementara laki-laki itu mengambil tempat di sebelah Rei, "meskipun menegangkan tapi waktu itu aku nggak kepikiran buat gagal, sih."
"Maksudnya?"
"Aku secara nggak sadar berpikir kalau kalian pasti bisa melakukannya. Waktu itu aku cuma melakukan tugasku nyari peluru yang hilang itu, sisanya ya sudah aku tidak memikirkan lagi." Hagiwara tampak ragu (dan malu, menurut Matsuda) soal perkataannya. "Yah, soalnya aku percaya sama—"
"Woy, tunggu!" Tampak seperti sudah menyadari alur pembicaraan serta perubahan suasana di antara mereka berlima, Matsuda sontak menghentikan ucapan Hagiwara. "Udah, udah! Aku udah tau! Nggak usah lanjutin lagi, nanti jadi aneh!"
Date tertawa melihat telinga Matsuda yang sudah kemerahan. "Ternyata senpai nggak bisa menghadapi suasana kayak gini, ya."
"Hanchou nggak tahu?" Sebagai orang yang sering bergaul dengan Matsuda di rooftop saat malam hari membicarakan apa saja atau tidak sama sekali, Rei sudah lumayan mengenal sifat laki-laki itu. "Matsuda payah banget soal beginian."
"Ah, Jinpei-chan! Padahal bentar lagi aku mau menyatakan perasaanku kenapa malah dihentikan gitu sih? Biarkan aku berkata seperti ini dong, aku sayang—"
"Sudah, diam!! Nada bicaramu kenapa aneh begitu, dasar bodoh!"
Mereka semua tidak kaget lagi ketika teriakan yang menyuruh mereka diam itu kembali terdengar dari area perempuan. Rei mengulum senyum kecil melihat Hagiwara dan Matsuda gelut di kolam, menyipratkan air ke segala arah. Date sendiri tertawa besar lalu turut membantu Matsuda menenggelamkan Hagiwara, sementara Hiro bergerak tanpa suara ke samping Rei.
Sepertinya sadar kalau tidak ada satupun dari mereka yang berniat tutup mulut, perempuan yang berteriak tadi mengeluarkan sumpah serapah tetapi tidak banyak protes lagi. Tak berapa lama suara berisik terdengar dari area perempuan, nampaknya karena tidak bisa menyuruh diam cewek-cewek di sana memilih untuk lebih berisik dari mereka berlima. Ya sudahlah.
"Kau bersenang-senang ya?" tanya Hiro ketika menyadari senyuman Rei. Hiro tahu betul apa yang sedang dipikirkannya saat ini. "Aku juga. Kau jadi lebih santai sejak masuk ke Akademi Kepolisian." Sejak mengenal mereka bertiga tidak terucapkan olehnya.
Rei mendengus seolah mendengar apa yang tak diucapkan Hiro. "Kau juga sama. Sepertinya menangkap pembunuh yang kau cari selama ini membawa dampak besar."
Apa yang terjadi pada Rei dan Hiro saat kecil, lengkapnya hanya mereka berdua yang tahu. Matsuda, Hagiwara, dan Date memang tahu garis besarnya tetapi akan susah untuk bisa benar-benar paham.
Lama sekali hidup Rei hanya terdiri dari Hiro setelah kepergian Elena Miyano, begitu juga sebaliknya. Tujuan keduanya untuk masuk kepolisian memang berbeda tapi mereka punya satu sama lain. Lalu dunia kecil keduanya semakin membesar.
Matsuda yang mirip dengan keduanya, merasa kesulitan berhubungan dengan orang lain karena sifatnya dan masa lalunya, kemudian Hagiwara yang terlihat slengean tetapi sangat peduli dan selalu berada di dekat Matsuda, juga Ketua Date yang mereka semua diam-diam juluki 'ayah' di belakangnya.
Kini ketika memutuskan sesuatu, Rei tidak lagi hanya bertanya kepada Hiro, ia melibatkan ketiga temannya yang lain juga karena kalau tidak Matsuda akan ngambek dan irit berbicara.
Entah sejak kapan ketika memikirkan masa depan, tidak lagi hanya ada ia dan Hiro juga Elena kalau masih ada. Entah sejak kapan Rei mulai memikirkan masa depan mereka berlima bersama.
Rei terlonjak bangun ketika merasakan sentuhan halus di bahunya. Ia menengadahkan kepalanya dan mengenali wajah orang di depannya ini sebagai salah satu orang yang dilihatnya saat masuk area pemandian. Rei mengerjap ketika tersadar bahwa dia pasti ketiduran.
"Ah, maaf. Kau baik-baik saja? Kalau merasa lelah sebaiknya sudahi dulu dan tidur saja. Bahaya kalau ketiduran di sini," orang asing itu berucap.
"Iya, aku baik-baik saja. Maaf sudah merepotkan."
Orang itu hanya mengulas senyum kemudian menyusul teman-temannya ke luar. Seketika rasa lelah merasuki Rei, suasana hatinya campur aduk. Ada rasa senang karena setelah sekian lama akhirnya memimpikan memori yang membahagiakan, lalu hampa karena kenyataan bahwa masa depan di mana mereka berlima hidup bersama tidak akan tersampaikan.
Aku sayang kalian. Kata-kata yang belum diselesaikan Hagiwara beberapa tahun lalu di onsen dan kata-kata yang belum sempat diucapkan Rei sebelum mereka berempat menjadi kenangan. Alasan dibalik patah hatinya juga alasan ia memiliki hati sebesar itu.
Ketika Rei hendak melangkah keluar, samar-samar seperti terdengar gerutuan Matsuda, permintaan maaf tidak tulus Hagiwara, tawa puas Date, juga Hiro yang akhirnya tidak tahan dan berusaha melerai keduanya.
Tidak akan berhasil, pikir Rei. Ia merasakan kedua bahunya kembali rileks dan rasa hampanya terangkat begitu saja. Bahkan ia dan Date jarang bisa sukses 'menenangkan' duo rusuh itu, apalagi sekarang Date malah ikut-ikutan dan tidak membantu sama sekali.
Sampai aku kembali, yah, cobalah bertahan di sana, Hiro.
===
inI JUGA SAMA KAYAK CHAPTER SEBELUMNYA NOOOOO HUHUUHUH IM SO SORRY FOR THIS I REALLY THOUGHT I COULD FINISHED IT TAPI TIBA TIBA DIKASIH TUGAS TAMBAHAN MALEM MALEM GINI UEEEEE
BAKAL KULANJUTIN SORE INI KOK SATU SATU, AGAIN, IM SO SORRY FOR THE INCONVENIENCE
update: I FINALLY DID IT IM SORRY IT TOOK THIS LONG
and ofc ngebahas soal wps karena yakali nggak padahal ini cerita soal amuro. also kalau kalian ada yang nyadar tulisanku yang ini agak mendingan dari kemaren, yah, iya emang soalnya aku beneran lagi stress waktu itu im so sorry for that
btw i dont think i need another chap for the epilogue bcs i kinda like it the way it is??? ill edit the previous chapters when im done with my finals, i hope. thank you for reading this (seriously though, like who tf would read this if not bcs love😳) love you all
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top