(XV)


"Enggak." Rayaa merengut ketika Langit menahan tawanya, "Siapa yang minta dilamar sama kamu."

"Kamu lah, emang enggak mau nikah. Udah tua juga."

"Siapa yang tua?" kesal Rayaa, matanya mendelik tajam pada Langit yang masih terkekeh. "Kalau aku tua kamu apa?"

"Cowok umur 29 tahun single masih wajar, kalau cewek di atas 25 tahun jomlo. Itu udah rentan, ibaratnya tulang Osteoporosis kali."

"Jadi ngatain pacar sendiri." Rayaa melipat tangannya di depan dada, mengusir Langit sekarang sepertinya tepat. "Pulang aja sana."

"Ngambek."

"Aku capek mau tidur." Rayaa tidak peduli Langit yang menarik tangannya mencoba menahannya. "Jangan ngambek dong."

"Pulang gih, capek besok harus ngantor lagi."

"Ray...." bisik Langit, yang entah kenapa di telinga Rayaa terdengar seperti Say. "Kamu beneran enggak punya mantan?"

"Iya." Rayaa akhirnya lebih memilih kembali meminum air putih di gelas yang hanya tinggal setengah. "Kenapa memangnya?"

"Aku yang pertama?"

"Ya terus?"

"Kamu belum pengalaman dong?"

"Udah hampir 2 tahun jadi Staf Accounting di Kantor Konsultan Pajak, sebelumnya pernah jadi bagian Finance di salah satu perusahaan E-commerce." Jawab Rayaa sombong sambil mengangkat dagu. "Sorry, Aku bukan Fresh Graduate."

"Bukan pengalaman itu," Langit menahan tawanya yang hampir saja keluar dari mulutnya. "Maksudnya kamu belum punya pengalaman pacaran."

"Memang penting? lalu kalau pun aku punya pengalaman pacaran yang banyak. Kayak kamu." Tunjuk Rayaa dengan tatapan tajam yang menohok Langit. "Apa yang bisa aku banggakan dari sederet mantan pacar yang tak jadi ke pelaminan?"

"Yah enggak gitu juga, maksudnya kamu pantes kayak kaku gitu." Langit menyentil kening Rayaa yang mengerut hingga perempuan itu sedikit mengaduh.

"Kamu tuh, ini kening buat dikecup-kecup bukan disentil begitu." Punya pacar kok sadis begini, batin Rayaa. Ia kembali mengumpat ketika Langit malah tertawa. "Memangnya kalau aku kaku kenapa? lalu aku harus gimana? rengek-rengek manja sama kamu, nempel terus di bawah ketek kamu?"

Memangnya Rayaa mau ngumpet di bawah ketek Langit? idih Ogah, Rayaa bukan perempuan yang suka bergelayut manja di lengan pria sepanjang jalan kenangan. "Dan satu lagi, semakin banyak mantan kamu. Maka semakin buruk pula reputasi kamu dalam menjalin hubungan, karena nggak bisa mempertahankan. Jadi nggak usah bangga punya mantan banyak."

"Aku enggak membanggakan mantanku yang banyak." Rayaa bisa melihat raut wajah serius Langit, agak seram memang ketika Langit memiliki rahang yang tegas. "Aku sadar kalau aku memang enggak punya sesuatu yang membanggakan dari sederet jalinan kasih yang gagal itu."

"Terus ngapain bahas pengalaman dan enggak?"

"Aku cuma lagi memahami kamu, takut salah langkah. Contohnya pas aku bawa martabak kamu maunya bunga, yah berarti kamu hampir mirip cewek di luar sana yang sukanya bunga dibanding makanan."

"Sebentar." Rayaa menaruh telunjuknya tepat di atas bibir Langit yang hampir saja bergerak kembali, Rayaa menahan telunjuknya di sana. "Pertama, aku memang berharap kamu bawa bunga. Karena ini kali pertama main ke rumah aku dengan status baru, yaitu pacar aku. Seharusnya ada yang berkesan biar aku inget kunjungan pertama pacar aku."

Rayaa merasakan nyeri saat Langit menggigit telunjuknya, sebelum akhirnya mengecup ujung telunjuknya yang menyisakan coklat dari martabak. "Mau banget berkesan."

Detik berikutnya Langit menangkup wajah Rayaa, jantung Rayaa  berdegup lebih kencang mengira-ngira apa yang akan dilakukan Langit kepadanya. Pikiran Rayaa melayang jauh sampai-sampai ia tak sadar sudah memejamkan matanya.

Dan yang terjadi selanjutnya adalah jerit keterkejutan Rayaa karena Langit memasukan kepala Rayaa ke dalam kausnya. Sampai suara Langit mengudara membuat tubuh Rayaa membeku. "Dengerin degup jantungku, yang entah mulai kapan selalu bertalu lebih cepat kalau deket kamu."

"Tapi aku nggak usah dimasukin ke sini juga." Rayaa mengangkat ke atas kaus Langit hingga ia terbebas dari aroma musk dan aqua yang begitu kuat.

"Biar berkesan kan? kamu aja yang mikir macem-macem itu sampe merem-merem pengen." ejek Langit mendapati Rayaa yang tengah menggosok hidungnya.

"Ya enggak gitu juga kesannya."

"Tapi serius deh, pacaran sama kamu itu kayak makan nano-nano." Langit mengulum senyum, pada umumnya pasangan akan lebih sering melontarkan kata-kata manis dibanding ejekan. Tapi Rayaa dan Langit lebih sering mengatakan dengan jujur apa yang ada di pikirannya.

"Kalau aku ketemu kamu dari lulus kuliah, kita kayaknya udah punya anak banyak."

"Anak endasmu."

"Mulai sekarang, aku cuman mau jadi Langitnya Rayaana." Langit menepuk pelan puncak kepala Rayaa.

"Langit punya Rayaana, dan Rayaana punya Langit." Satu rentetan kata yang membuat Rayaa tak mampu menahan senyum.

*******

Rayaa masih harus menahan senyum mengingat percakapan semalam yang terlalu absurd dan berujung dengan ia bersama Langit yang saling bersitatap.  Walau pekerjaannya sekarang begitu banyak, tapi wajah Rayaa tak sekusut biasanya.

"Ray."

"Ray."

"Rayaa anaknya Bapak Endang." teriak Kaila ketika ia tak mendapat respon dari Rayaa yang tengah menatap layar komputer dengan headset yang menyumpal telinganya.

"Ehh kampret, ngapain bawa-bawa nama bapak gue. Kayak anak SD yah." kesal Rayaa sambil melepas headsetnya dari telinga.

"Tanyain Gamar dong masalah PT Gersan." ucap Kaila setelah mendapat perhatian dari Rayaa. "Sekarang yah, gue kan bingung. Lo kan yang waktu itu ikut meeting sama kliennya."

"Sekarang banget? enggak bisa besok."

"Tolong deh."

Rayaa hanya bisa menghela napas sebelum akhirnya melangkahkan kakinya ke ruangan Gamar, dan ia tak mendapati Ajeng di mejanya. Saat Rayaa hendak masuk ke ruangan Gamar ia menghentikan langkahnya, dari balik pintu yang bercelah. Pintu itu tak menutup sepenuhnya.

"Kesepakatannya?" Itu suara Gamar Rayaa tahu, tapi bicara dengan siapa?

"Prita, gue bisa mempertemukan lo sama Prita." Akhirnya Rayaa tahu dengan siapa Gamar berbicara, Ajeng.

"Cuman itu kan yang harus gue lakuin? setelahnya lo janji kasih tau gue domisili Prita di mana?" suara Gamar terdengar begitu menekan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya.

"Deal."

Ini gue kudu piye? Balik lagi deh dari pada entar disangka nguping, padahalkan emang iya.

"Apa katanya?" tanya Kaila ketika melihat Rayaa kembali duduk di kursinya.

"Gamar lagi online, enggak bisa diganggu."

"Yah..." desah Kaila putus asa. "Ya udah deh."

"Eh Ray. Pulang nyobain warung mie kocok yang baru buka yuk."

"Enggak, gue udah ada janji."

"Sama siapa?" tanya Kaila penasaran.

Ih Kepo, deh. batin Rayaa

"Sama siapa Rayaa...?"

"Sama pacar lah, masa sama tukang ojek."

"Ya ampunnn akhirnya nggak jomlo 26 tahun lagi, pecah telor ini sih." Kaila dan segala hal yang sering ia lebih-lebihkan. "Pria mana yang mau ketiban sial pacaran sama Lo?"

"Sembarangan yah itu mulut minta dirukiyah." ucap Rayaa dengan intonasi tak biasa. "Kalau lo tau juga entar jerit-jerit."

"Jangan bilang sama Bang Nicknya gue?"

"Nick gue?" tanya Rayaa dengan tawa rendahnya. "Langitnya Rayaana, mulai sekarang Langit cuman punya Rayaana."

Rayaa mengucapkannya dengan senyum penuh kemenangan. "Udah official gue."

"Ya gue kapan dong dapet yang kayak Bang Nick. Kalau dikasih kaya Bruno Mars juga nggak nolak."

"Idih kalau ngayal yang agak realistis dikit. Gebet aja noh Artha."

"Ngayal aja dulu, sakitnya belakangan."

*******


Jam di pergelangan tangan Rayaa terus berputar, hampir menyentuh angka enam ketika Langit masih belum menunjukan batang hidunganya. Sampai ia melihat Ajeng yang sudah di jemput oleh seseorang, dan ingatan Rayaa kembali pada kejadian siang tadi. Kesepakatan apa yang dibuat Gamar dan Ajeng?

"Ray." Langit menurunkan kaca mobilnya. "Ayo."

"Mau kemana?" tanya Rayaa ketika ia sudah duduk di samping kursi kemudi.

"Ada tempat makan yang enak, kamu pasti suka."

"Yakin banget."

"Kamu suka pasta kan?"

Rayaa mengangguk, baiklah kali ini ia akan membiarkan Langit memilih tempat makan.

Dan setelah menempuh perjalanan hampir lima belas menit Rayaa tiba di sebuah Cafe yang bernuansa asri, air yang mengalir di dinding kaca menambah kesan sejuk yang tercipta.

"Di sini pasta nya enak, yang punya cafe itu temen ku." Langit memilih meja di lantai dua, dari sana Rayaa bisa melihat jalanan kota Jakarta yang mulai padat. "Eh ralat, maksudnya punya mantan aku."

"Langit?" Rayaa melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Langit dengan tatapan tak percaya. "Kamu lagi nggak niat ngenalin aku sama mantan-mantan kamu 'kan? atau kamu lagi mau mengenang masa lalu?"

"Pastanya enak."

"Memang tempat makan yang pastanya enak cuma di sini?"

"Aku taunya cuma di sini."

"Aku tau tempat yang lain." Rayaa mendengus, masih mempertahankan tatapan tajamnya yang sewaktu-waktu bisa membuat Langit terkapar.

"Kamu nggak bilang."

"Kamu nggak nanya."

"Kamu yang nggak mau di sini."

"Kamu yang mau CLBK sama mantan kamu."

"Udah, perempuan dan hukum alamnya. Nggak mau disalahin."

Rayaa memutar bola matanya, yang benar saja? kenapa ia harus rela makan di sini hanya karena pastanya enak? ia tak yakin jika Langit tidak memiliki niat lain. "Bilang aja mau ketemuan, nggak usah ajak aku kalau gitu."

"Nggak ada apa-apa, astaga.... Kenapa perempuan selalu berprasangka buruk dengan kata mantan sih."

"Kalau mantan nggak berarti apa-apa, nggak akan Raisa nyanyi Mantan terindah." dengus Rayaa, mantan itu salah satu Makhluk yang harus diwaspadai keberadaannya.

"Kalau mantan itu history, maka kamu adalah destiny."

TBC

# A/N #
Ceritanya gue bikin semacam voting di IG tentang work gue, setelah HTWS di part 20 gue akan publish work baru yang nyantai juga begini lah. Jadi kalau HTWS mandek ada satu work lagi gitu wkwkk. Unsteady itu bukan work yang bisa gue tulis pas hari kerja jadi itu pengecualian. Ehh yang komen di IG malah pada minta Langit sama Rayaa (Gak ada dalam pilihan oyy 😂😂)

Ini akan tetap jalan kok, minimal seminggu dua kali pasti. Soalnya target kelar akhir september paling lambat.

Ada dua Work yang gue kasih tau bocorannya, Alvin sama Ardham.
Why nama-namanya selalu Indonesia? entahlah, aku suka aja nama-nama Indonesia.

Bubayyy

Cewek ketjehh yang lagi ngelapin keringetnya D.O 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top