(VIII)

Kenapa Rayaa bisa melewatkan kemungkinan jika Langit mengenal Ajeng?

"Kenapa sih?" tanya Gavin yang mendapati Rayaa menekuk wajahnya.

"Kenapa makan di Burger King? gue kan lagi diet." rengek Rayaa, bukannya menjawab pertanyaan Gavin gadis itu lebih memilih menekuri ponselnya kembali.

"Hesa mana?"

"Di jalan."

"Kalian beneran mau diving ke Wakatobi?"

"Iya, kebetulan hari senin tanggal merah kan jadi lumayan kalau naik pesawat jumat malem." jelas Rayaa.

"Lo sama Langit deket?" tanya Gavin, tadi Rayaa sempat bertanya perihal Langit dan Ajeng siapa tahu temannya
satu ini tahu. Tapi nyatanya Gavin masih harus bertanya pada orang lain soal Langit.

"Nggak."

"Terus ngapain nanya soal Langit sama Ajeng ke gue? kalau bukan penasaran?" Gavin mengambil minum milik Rayaa dan menyesap cola itu. "Ngaku aja deh, lo bukan tipe cewek yang pengen tau segitu dalemnya kalo nggak ada apa-apa."

"He stole my first kiss."

"Buahahahah." Tawa Gavin meledak, sepertinya Rayaa sudah salah berucap. "Akhirnya setelah lebih dari seperempat abad bibir lo lepas segel juga."

Sudah Rayaa duga bukan simpati yang didapat dari mulut manis temannya ini justru ejekan yang memang sering dilontarkan oleh Gavin.

"Kenapa dia?" tanya Andi ketika baru saja tiba melihat Gavin yang masih tertaaa memegang perutnya. Andi menarik kursi di sebelah Rayaa, "Kesambet setan apa?"

Rayaa hanya menggeleng enggan menjawab, percuma saja sebentar lagi juga Gavin akan dengan sendirinya menjawab pertanyaan Andi. Tawa Gavin semakin jadi melihat wajah Rayaa yang menekuk.

"Kenapa sih tuh anak?" tanya Hesa membawa french fries, burger, cola dan air mineral. Hesa meletakan nampannya lalu melirik Gavin. "Kasambet jurig sugan?"

Andi melirik Hesa dengan sebelah alis yang terankat seperti sedang memberi kode, detik berikutnya yang terjadi adalah tangan Andi yang memegang kepala Gavin dan Hesa yang mengambil botol air mineral.

"Sia saha? sia saha? Ari anjen timana? balik ka wetan mun asalna ti wetan. Balik ka kulon mun asalna ti kulon." ucap Andi seolah sedang membaca mantra dengan menahan tawa diujung mulutnya. "Hes, buruan tuh keluar dari kepala masukin ke botol."

"Ehh Anjirrr." Gavin menepis tangan Andi yang bertengger di kepalanya. "Otak lo udah pada setengah nih ya."

Rayaa tertawa melihat kelakuan absurd temannya, "Lo sekarang banting setir jadi pemburu hantu."

"Si Kampret." kesal Gavin. "Tanya temen lo tuh, yang baru aja lepas segel di bibir."

Hesa dan Andi mendelik menatap Rayaa sebelum akhirnya ketiganya tertawa bersama. "Ciyeeee yang udah tau Kissing."

Wajah Rayaa memerah, bukan merona karena ketemu gebetan. Merah karena menahan malu, ia menatap sekeliling yang memang tak cukup ramai tapi masih ada orang lain yang memperhatikan.

"Ku ingin berkata kasar." kesal Rayaa melihat ketiga temannya yang malah mengejeknya begitu senang.

"Kasar...," ucap mereka bertiga secara bersamaan.

"Kok gue tiba-tiba pengen pulang."

"Cerita dong jangan pulang dulu, aduduh muka ditekuk terus gitu entar cepet keriput lho." Bujuk Hesa, Rayaa hanya mendengus kesal menatap Gavin yang masih menyisakan tawa di mulutnya.

"Nggak ada yang perlu diceritain."

"Jadi siapa?" tanya Andi, tangannya mencomot french fries yang berada di samping cola.

"Langit." Bukan Rayaa yang menjawab, itu adalah suara Gavin. "Yang waktu itu kita ketemu di Kedai Kopi, yang pernah naik gunung berkali-kali bareng gue."

"Widihhhh. Agung nih." Hesa tak kalah antusias mendengar nama yang dilontarkan Gavin.

"Langit kampret, bukan Agung. Agung mah temen lo yang suka minta bayarin kalo makan. Budeg nih." Andi terlihat begitu kesal mendengar celetukan Hesa.

"Anak Gunung maksud gue."

"Eh si kampret...,"

"Jadi udah tahap mana nih?"

Kening Rayaa mengerut mendengar pertanyaan Hesa, tahap merelakan karena kita berbeda pemahaman.

"Dengerin gue nih." Andi mulai dengan teori absurdnya, bukan Andi namanya jika tidak pandai merangkai kata yang mampu meluluh-lantahkan hati para wanita. "Cowok itu simpel, enggak perlu waktu lama kayak cewek buat sadar sama perasaannya. Kalau dia fokus cuman sama lo aja pas di tempat umum maka lo harus perjuangin dia, karena matanya nggak belanja liatin cewek lain di sekitarnya. Gue nggak akan bohong, kalau mata gue masih suka belanja lihat cewek-cewek bening pas jalan sama gebetan. Karena gue emang nggak benar-benar tertarik sama gebetan gue."

"Maksudnya?"

"Coba lo liatin Langit kalau lagi jalan, kalau matanya jelalatan lo tinggalin. Kalau dia fokus cuman sama lo, berarti pertahankan."

"Petuah macam apa itu."

"Macam tutul." celetuk Hesa.

"Macan, oiiii!!"

******

"Kenapa?" tanya Kaila ketika Rayaa menariknya menjauh dari Rumah makan yang ada di sekitaran Tebet. dari sekian banyak  Rumah Makan di daerah Tebet kenapa Rayaa harus bertemu Langit?

"Ada Nick Bateman, Jangan makan di situ deh."

Setelah memeriksa kelengkapan dokumen klien Rayaa yang akan Pengukuhan serta memberikan penyuluhan terhadap staf keuangan perusahaan tersebut Rayaa dan Kaila akhirnya memutuskan untuk pergi makan meski sudah lewat dari jam makan siang, lebih tepat makan sore mungkin. Karena sekarang sudah pukul tiga, dan langit kota Jakarta terlihat mendung.

"Lo kenapa sih?" Kaila menghentikan langkah Rayaa, ia tahu jika Rayaa dan Langit tidak baik-baik saja. Rayaa menceritakan semuanya tentang Ajeng - Langit - Ciuman dan Lost Contact. "Kalau Langit bisa biasa aja ketemu Lo, kenapa lo nggak bisa? Harusnya lo buktiin kalo lo juga nggak kenapa-kenapa. Apa peduli lo mau dia deket sama Ajeng, kek sama Gamar kek. Peduli amat, life must go on."

Kok kesannya kayak gue lagi gagal move on sih. Padahal gue males aja.

"Life gue go on kok, cuman males aja ngeladenin Lambe nya si Langit."

"Dih pede amat lo, waktu nunggu Ajeng aja dia nggak nyapa lo. Kenapa lo yakin itu si Langit bakalan ngomong sama Lo?"

Nahkan ucapan Kaila membuat Rayaa tertohok, Langit memang tak menyapanya waktu itu. Kenapa sekarang Rayaa harus cemas.

"Ayo balik lagi." Rayaa menarik tangan Kaila kembali menuju Rumah Makan tadi. Senyum di bibir Kaila tersungging begitu Rayaa tak mundur.

"Gitu dong."

Jangan anggap Langit, Jangan...!

"Jadi mau pesen apa?" Kaila melirik buku menu yang baru saja diantarkan pelayan.

"Ayam Geprek sama Es Jeruk aja deh." ucap Rayaa, matanya melirik ke arah Langit. Pria itu bersama ke lima temannya, ada satu perempuan dan itu bukan Ajeng. Perempuan berambut kriting yang tengah berceloteh soal Asinnya air laut.

Kaila memanggil kembali pelayan untuk mencatat menu yang mereka pesan, lalu memberikan buku menu yang sudah mereka bubuhkan pesanan ketika seorang pelayan lelaki menghampiri.

"Saya sebutkan pesananya ya. Dua ayam geprek, satu es jeruk dan satu es teh manis." ucap si pelayan.

"Iya Mas, Es Teh manis gulanya jangan diaduk yah." ucap Kaila membuat kening Rayaa mengerut bingung. "Soalnya saya udah bosan sama yang manisnya di depan kayak mulutnya cowok, biar aja manisnya belakangan."

Bibir Rayaa mengatup mendengar ucapan Kaila yang sedikit ngawur mengundang tawa si Pelayan. "Udah Mas nggak usah didengerin."

"Itu gila lo tolong jangan kambuh di tempat umum, malu-maluin aja."

"Jihh, biar mukanya si Mas tadi nggak kayak kanebo kering begitu. Kaku." seloroh Kaila, raut wajahnya  memberi kode ke arah kanan tempat Rayaa duduk. Tanpa menolehpun sebenarnya Rayaa tahu jika meja itu meja Langit dan teman-temannya.

"Ceweknya cantik tuh Ray." ucap Kaila dengan nada bicara yang sengaja dibuat rendah. "Dadanya juga gede, beuhhh kalah deh lo mah."

"Eh Bangke, apa hubungannya."

"Yang dilihat cowok pas pertama ketemu cewek itu dadanya, Ray. Kalau kecil kayak lo mah nggak bisa jadi aset yang membanggakan." Kaila menunjuk dada Rayaa yang berbalut blouse baby pink. "Pantat lo juga tipis, mana bisa diremas."

"Anjirr, itu sih cowoknya mesum."

"Wajarlah cowok mesum, kalau nggak mesum gimana buat dedeknya coba."

"Lo kalo laper ngaco yah."

"Lo aja yang kelamaan main sama Andi, Hesa dan Gavin. Mangkanya kurang mengerti." cibir Kaila.

"Lo liat cewek di arah Jam dua." ujar Kaila, Rayaa mengikuti arah pandang Kaila dan menemukan perempuan yang tengah memakai rok rempel dengan kemeja putih bodyfit. "Ukuran dadanya lebih besar dari pada cewek yang di arah Jam lima."

"See, cowok-cowok banyak yang flirting ke si cewek yang di arah jam dua dari pada yang di jam lima padahal dia lagi sendiri."

"Bodo amat."

"Yeh gue kasih tau malah ngambek. Gue pipis dulu deh."

"Terserah yah, awas kejedot tembok. Entar itu otak makin konslet." ucap Rayaa dengan suara kesalnya.

Rayaa bisa mendengar tawa yang semakin mengudara dari meja Langit.

Itu makan apa bantu nyari dragon ball, lama banget.

Rasanya Rayaa ingin segera keluar dari tempat makan setelah selesai acara mengisi perutnya, tapi nyatanya niatnya harus urung ketika hujan menyapa Jakarta tepat pukul empat sore.

"Yah hujan." gumam Kaila seolah orang lain tak tahu jika jutaan kubik air kini tengah menghantam bumi.

"Pesen Go-Car aja deh." Rayaa membuka aplikasi Go Jek di ponselnya. Setelah beberapa menit ia menemukan layarnya menampilkan driver untuk mereka. "Nih Avanza, L 0000 AC."

"Pulang bareng." suara baritone Langit menyentak kesadaran Rayaa yang tengah sibuk menatap ponselnya.

Setelah mengabaikan gue sejak tadi, lo pikir gue mau?

"Nggak usah, Pak. Saya sama teman saya udah pesan Go-car." tolak Rayaa sopan, ia bisa melihat mata Langit yang manatapnya jengah ketika Rayaa memanggilnya dengan kata Pak.

"Teman kamu bisa pulang naik Go-Car, sementara kamu sama aku."

"Ray, itu kayaknya mobilnya deh." Kaila menunjuk mobil Avanza putih yang memasuki parkiran tempat makan. "Gue pulang sendiri aja, lo bareng Pak Langit. Makasih yah."

Kaila pergi begitu saja meminta bantuan pada pelayan rumah makan agar mengantarnya dengan payung.

Kan anjir, tadi siapa yang ceramah life must go on. Gue malah ditinggalin.

Rayaa menengok ke belakang, teman-teman Langit masih duduk di sana lengakap belum ada satupun yang beranjak. Artinya mereka memang belum berniat pulang.

"Ayo." Langit menggenggam tangan Rayaa yang terasa dingin, harusnya Rayaa menolak ketika Langit meminjam salah satu payung untuk memayungi mereka berdua. Harusnya Rayaa berteriak meminta penjelasan dengan sikap Langit. Tapi itu semua tak Rayaa lakukan karena itu akan semakin menunjukan jika Langit mampu menyita setengah atensi pikiran Rayaa.

Ketika Langit sudah duduk di belakang kemudi dan menghidupkan mesinnya, mulut Rayaa masih mengatup rapat. Ia lebih memilih mengambil beberapa tissue di tasnya untuk mengeringkan lengan dan kakinya yang basah. Sementara Langit sama sekali tidak peduli, bahkan ketika kaus di bagian lengan yang dikenakan pria itu sedikit basah.

"Jangan anterin sampe rumah, saya bisa turun di dekat Stasiun Tebet, Pak. Biar nanti adik saya jemput."

"Yang mau anterin kamu ke rumah memang siapa?" tanya Langit, wajahnya masih menatap jalanan kota Jakarta yang semakin macet karena hujan.

"Ya udah turunin di stasiun."

"Aku juga nggak mau nurunin kamu di Stasiun."

"Mau bapak apa sih?" kesal Rayaa ketika Langit masih saja tidak jelas dengan ucapannya.

"Berhenti manggil Aku Bapak. Setelah kita sedekat ini dan sudah pernah saling bertukar saliva, kamu masih bisa dengan santainya manggil aku bapak? kenapa?"

"Turunin aku di Stasiun tebet." Rayaa sama sekali enggan menjawab pertanyaan Langit.

"Aku baru tau kalau kamu sangat kekanakan, menghindar, cemburu dan tidak suka diabaikan."

"Aku nggak cemburu, dan aku nggak pernah menghindar dari siapapun."

"Really?" Langit menepikan mobilnya ke kiri, rasanya fokusnya berbicara pada Rayaa. Akan sangat bahaya jika ia teruskan sambil mengemudi. "Kamu nggak suka saat aku abaikan tempo hari di kantor, kamu nggak suka saat aku mencoba meyakinkan diriku kalau aku cukup berarti buat kamu. Kamu merasa harga diri kamu terlukai hanya karena aku sedang berusaha membuat kamu jatuh hati sama aku."

Rayaa bisa mendengar Langit menggeram. "Jadi mau kamu apa? Aku deketin kamu secara frontal kamu nggak suka, aku menjauh kamu malah uring-uringan nggak jelas. Jangan kamu pikir aku nggak tau kalau Gavin nyari tau soal aku dan Ajeng."

Si Kamprettt, kenapa bisa ketahuan Langit coba. Ini muka bisa digadai nggak, malu gue.

"Jadi orang dewasa itu susah yah, selalu berbohong dengan perasaannya. Apa susahnya bilang sayang kalau memang sayang? setelah ini aku yakin kamu akan mematikan ponsel kamu selama beberapa hari atau bisa jadi hanya menghindar pesan dan telponku."

"Kamu nggak cukup berarti buat aku sampai harus mematikan ponsel beberapa hari."

"Terus aja bohongin perasaan kamu sampai kamu sadar kalau kamu terlalu takut untuk jatuh hati sama aku. " Langit menatap Rayaa yang masih menunduk memainkan jemarinya. "Kamu harus belajar bagaimana mencintai orang lain, bukan menyangkal perasaan yang menyapa kamu."

TBC

A/N : Yang Kangen sama Langit tuh udah muncul orangnya XD
Eh itu Gamarnya Reza Rahardian yah.
Maaf yaah belum bales-bales komen, ku lagi sibuk ngegarap part 9 sama 10 biar bisa update besok huhuhu. XD

Pokoknya Feel Free to Comment lah XD

Sabtu, 12 Agustus 2017.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top